tirto.id - Partai Buruh lebih memilih Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), daripada beleid tersebut dibahas kembali di parlemen oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
“Alasannya, karena kaum buruh sudah tidak percaya dengan DPR yang sekarang karena dinilai sering menyakiti rakyat,” ungkap Presiden Partai Buruh Said Iqbal melalui keterangan tertulis yang diperoleh Tirto pada Sabtu (31/12/2022) malam.
Said menyebut terdapat sejumlah alasan mengapa Partai Buruh lebih memilih Perppu. Pertama, pihaknya tidak percaya dengan DPR saat ini. Belum lama ini DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-Undang, di mana ada pasal tentang unjuk rasa tanpa pemberitahuan bisa dipenjara.
Lanjut Said, DPR juga mengesahkan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), yang mana jaminan hari tua (JHT) buruh tak bisa lagi diambil seluruhnya saat mereka menerima pemutusan hubungan kerja (PHK). Begitu juga dengan revisi terhadap UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang justru melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
“[Alasan] kedua, kemenangan partai buruh dan serikat buruh dalam uji formil UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat, memberi waktu dua tahun kepada pembuatan undang-undang untuk melakukan perbaikan. Jika tidak, demi hukum UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional permanen,” kata Said.
Kemudian dia menuturkan, Partai Buruh telah berdiskusi dengan pakar hukum tata negara. Lalu terdapat dua pilihan, pertama membiarkan UU Cipta Kerja dibahas ulang oleh DPR dan yang kedua adalah mendesak dikeluarkan Perppu.
“Setelah kami kaji, pilihannya jatuh yang pertama. Jika dibahas di DPR hasilnya akan sama dengan sebelumnya. Ibarat kata pepatah, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama untuk kedua kali. Kami tidak mau menjadi keledai,” ujar Said.
Alasan lain memilih Perppu, kata Said, jika UU Cipta Kerja dibahas kembali di DPR, ini merupakan tahun politik di mana partai politik (parpol) sedang membutuhkan banyak biaya untuk menghadapi pemilihan umum (pemilu). Oleh karena itu, Partai Buruh menduga akan ada dana berseliweran untuk memuluskan omnibus law tersebut.
“Kami tidak menuduh, tetapi menduga, seperti yang lalu juga diduga uang berseliweran dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja,” tutur Said.
Sebagai perbandingan, lanjut Said Iqbal, RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang sifatnya perlindungan tak kunjung disahkan meski sudah 17 tahun. Dengan demikian, para buruh tidak percaya jika UU Cipta Kerja diserahkan ke DPR dan hasilnya bakal lebih melindungi buruh.
“Pilihan metode pembahasan UU Cipta Kerja dengan pembahasan ulang oleh pemerintah dan DPR kami tolak,” kata Said.
Namun, Said menyebut bahwa pihaknya mengaku belum mengetahui isi Perppu tentang Cipta Kerja yang ditandatangani Jokowi. Namun jika isi Perppu tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka Partai Buruh akan melakukan penolakan besar-besaran terhadap Perppu tersebut.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri