tirto.id - Melakukan ibadah puasa selama belasan jam memiliki efek kesehatan tersendiri bagi penderita maag. Maag atau dispepsia merupakan kondisi ketidaknyamanan di perut bagian atas yang diakibatkan oleh berbagai kondisi termasuk asam lambung, gastritis, atau tukak lambung.
American Academy of Family Physicians (AAFP) menyebutkan bahwa maag ditandai dengan gejala kembung, rasa perih atau terbakar, mual, muntah, hingga bersendawa. Gejala maag dapat memburuk apabila penderita mengalami stres atau memiliki pola makan yang terganggu.
Kondisi terkait hal ini diteliti dalam studi yang dipublikasikan oleh Journal of Medicine and Biomedical Science pada 2010. Studi tersebut menyatakan bahwa puasa Ramadhan dalam waktu lama dapat meningkatkan risiko komplikasi tukak lambung. Risiko ini disebutkan dapat dikurangi dengan mengonsumsi obat penyakit peptik.
Sejalan dengan hal tersebut, studi publikasi Journal of Research in Medical Science (JRMS) pada 2012 mengatakan hal yang serupa. Studi ini menyebutkan bahwa puasa Ramadhan meningkatkan komplikasi ulkus peptikun dan berefek buruk pada pasien maag kronis yang sedang menjalani terapi obat untuk tukak lambung.
Di sisi lain, kedua studi menyebutkan puasa Ramadhan aman dan baik apabila dilakukan pada individu yang sehat.
Pada penderita maag, efek komplikasi akibat puasa Ramadhan dapat diminimalisir dengan pola makan yang tepat. Berikut panduan yang dapat dilakukan penderita maag, selama menjalankan puasa Ramadhan.
Makan sahur
Kenyataannya, masih banyak orang yang menunda makan sahur akibat sulit bangun atau kondisi lain. Padahal makan sahur dianjurkan oleh Nabi Muhammad selama menjalankan ibadah puasa.
Bagi penderita maag, makan sahur sangat disarankan sebelum menjalankan ibadah puasa. Melansir The Star, hal untuk mengurangi risiko komplikasi gejala maag.
Tidak tidur setelah makan
Tidur setelah makan sangat tidak disarankan bagi siapapun termasuk orang sehat. Dikutip dari Very Well Health, tidur setelah makan dapat menyebabkan masalah pencernaan yang serius, termasuk asam lambung atau GERD. Dalam kasus penderita maag, tidur setelah makan tentunya memperburuk gejala maag.
Solusinya, hindari tidur setelah makan sahur dan beri jarak antara tiga jam setelah perut mengonsumsi makanan. Hal ini berlaku juga setelah makan saat berbuka.
Menghindari rokok
Dalam studi yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine pada 2011, rokok terbukti memperburuk gejala asam lambung dan gejala maag lainnya.
Mengonsumsi rokok dapat meningkatkan rasa perih di perut dan refluks asam. Sehingga, sebaiknya penderita maag menghindari konsumsi rokok khususnya selama menjalankan ibadah puasa.
Makan sering dalam porsi kecil
Gejala maag dapat dikurangi dengan teknik makan porsi kecil namun sering. The Star menyebutkan, cara ini dapat dilakukan selama bulan puasa. Sebagai contoh, saat berbuka mulailah mengonsumsi kurma, kemudian istirahatkan perut.
Setelah shalat magrib lanjutkan dengan mengonsumsi makanan pembuka atau makanan ringan. Lalu, lanjutkan makanan utama setelah menjalani shalat tarawih.
Mengindari makanan pedas dan asam
Makanan pedas dan asam sebaiknya dihindari selama bulan puasa oleh penderita maag. Menurut John Hopkins Medicine, salah satu pemicu kondisi asam lambung penyebab maag adalah konsumsi makanan pedas dan asam.
Mengonsumsi makanan pedas dan asam selama bulan puasa hanya akan memperburuk gejala perih lambung, nyeri ulu hati, bahkan dapat disertai diare.
Mencukupi kebutuhan air
Selama berpuasa, tubuh tidak mendapat pasokan air selama belasan jam. Hal ini bisa menyebabkan dehidrasi dan tentunya lebih buruk apabila dialami oleh penderi maag. Pastikan untuk memperoleh cukup kebutuhan air selama bulan puasa. Kebutuhan air harian rata-rata orang adalah delapan gelas sehari atau sekitar 2,5 liter.
Konsultasikan pada dokter terkait penggunaan obat
Penggunaan obat-obatan tentunya tidak bisa dihindari bagi penderita maag kronis. Meskipun saat ini obat maag dijual bebas di pasaran, namun ada beberapa jenis yang memerlukan resep dari dokter.
Apalagi untuk yang sedang menjalani terapi obat dalam jangka waktu panjang. Ada baiknya untuk mengonsultasikan diri ke dokter terkait penggunaan obat dan rekomendasi pelaksanaan ibadah puasa.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari