tirto.id - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) resmi mengumumkan virus Corona atau COVID-19 sebagai pandemi. Mereka mendefinisikan pandemi sebagai "penyebaran penyakit baru di seluruh dunia" yang memengaruhi banyak orang.
Menurut John Hopkins University, per 12 Maret 2020 sudah ada 126.443 kasus terkonfirmasi Corona di 116 negara. 34 kasus positif ada di Indonesia hingga Kamis 13 Maret sore, satu di antaranya meninggal dunia, empat dinyatakan sembuh.
Banyak sektor sudah terdampak kasus ini, termasuk perusahaan farmasi. Korporasi farmasi di Indonesia bahkan terdampak persis setelah Corona untuk pertama kalinya muncul di Cina setelah Imlek. Ketika itu aktivitas produksi berhenti dan akhirnya mengganggu pasokan bahan baku obat-obatan.
Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi Gabungan Pengusaha GP Farmasi Vincent Harijanto mengatakan dampak terasa betul karena 95 persen bahan baku farmasi berasal dari impor, dan Cina menyumbang 60-70 persen di antaranya. Sisanya, 30-40 persen, berasal dari India.
Kondisi waktu itu semakin sulit karena jauh sebelum Corona merebak, perusahaan farmasi sudah biasa mengalami hambatan perizinan dalam importasi bahan baku. Ia mencontohkan ada persyaratan memiliki surat atau dokumen asli dari perusahaan di Cina guna mendapat izin impor.
Untungnya, kata Vincent, produksi sudah berjalan lagi. Di samping itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu berjanji memberi kemudahan bagi perusahaan farmasi. “Misal dokumennya boleh fotokopi saja atau boleh e-mail,” ucap Vincent.
Terakhir, ketika asosiasi melakukan pemeriksaan, Vincent menyebutkan bahan baku masih cukup sampai April 2020. Pasokan itu adalah bahan baku untuk obat jenis fast moving seperti sakit kepala, flu, dan sejenisnya. Sementara pasokan bahan baku obat slow moving seperti sakit jantung dan kanker masih tahan sampai Juni-Juli 2020.
Setelahnya, ia memastikan sudah tersedia pasokan bahan baku untuk produksi bulan-bulan berikutnya. Hanya saja saat ini pasokan belum dikirim secara normal. “Misal order 5 ton biasa langsung semua, tapi sekarang 2 ton dulu.”
Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius bahkan memastikan perusahaannya memiliki bahan baku yang cukup hingga 11 bulan ke depan. Stok itu dihitung dari ketersediaan bahan baku, setengah jadi, dan barang jadi di seluruh outlet.
“Saat ini Kalbe telah mengantisipasi pasokan tambahan dengan meningkatkan produksi 10-20 persen. Dalam kondisi normal, persediaan obat diproduksi hanya untuk enam atau tujuh bulan ke depan,” ucap Vidjongtius dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Kamis (12/3/2020).
Antisipasi lain yang dilakukan Kalbe adalah mencari negara pemasok alternatif di luar Cina dan India. “Sudah dikomunikasikan namun belum langsung bertindak. Sedang menjajaki komunikasi dengan negara lain,” kata Vidjongtius.
Kimia Farma malah lebih optimisitis. Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan belum mengalami penurunan produksi karena selama ini memperoleh pasokan dari berbagai negara seperti Cina, India, Korea Selatan, dan Eropa.
“Stok persediaan kami sangat cukup,” katanya saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (12/3/2020).
Andaikata Corona berkepanjangan, ia memastikan perusahaan plat merah itu akan mampu menghadapinya, meski enggan menyebut berapa lama akan bertahan dengan bahan baku yang tersedia. “Untuk jangka waktu sudah kami informasikan ke Kemenkes,” ucap Verdi.
Saat ini Kimia Farma sudah memiliki pabrik bahan baku sendiri yang baru beroperasi 2019 lalu. Meski belum mencangkup seluruh produk yang berjumlah 30 ribu item, ia memastikan akan berupaya mempercepatnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah telah menyiapkan sejumlah kemudahan bahan baku termasuk mekanisme impor, terutama yang berurusan dengan BPOM dan Bea Cukai.
“Nanti ada beberapa peraturan yang akan disederhanakan. Dan lebih dari 749 HS Code yang lartasnya akan dihilangkan. Itu sekitar lebih dari 50 persen,” ucapnya kepada wartawan di Kemenko Perekonomian, Rabu (11/3/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana