Menuju konten utama

Kemenperin Akui 90 Persen Lebih Bahan Baku Farmasi Masih Impor

Kemenperin mengatakan, lebih dari 90 persen bahan baku obat berstatus impor dengan nilai yang terus bertambah sejak 2019 hingga 2023.

Kemenperin Akui 90 Persen Lebih Bahan Baku Farmasi Masih Impor
Pabrik farmasi PT Indofarma Tbk (INAF) di Kawasan Industri Cibitung, Jawa Barat. FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (IKFT Kemenperin), Reni Yanita, mengatakan, lebih dari 90 persen bahan baku industri farmasi nasional masih dipenuhi dari impor.

"Ketergantungan impor bahan baku (obat) lebih dari 90 persen, bahan baku yang digunakan industri farmasi nasional masih harus diimpor, terutama dari Cina dan India," kata Reni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (9/7/2024).

Ia menerangkan, angka impor bahan baku obat (BBO) terus mengalami peningkatan dari angka sebesar 27,05 ribu ton atau senilai 294 juta dolar Amerika Serikat (AS) di 2019, menjadi 35,89 ribu ton atau sekitar 509 juta dolar AS pada 2022. Selanjutnya, impor bahan baku obat mengalami koreksi pada November 2023, menjadi senilai 356 juta dolar AS dan volume 26,52 ribu ton.

“Jadi, selama lima tahun terakhir memang tren importasi BBO terus meningkat dan di 2022 impornya secara keseluruhan mencapai 35.890 ton, dengan nilai 509 juta dolar AS,” tutur Reni.

Berdasarkan negara asal, impor BBO paling banyak berasal dari Cina dengan porsi 45 persen. Kemudian diikuti India sebesar 27 persen dan Amerika Serikat 8 persen.

Reni menjelaskan alasan angka impor BBO masih tinggi disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam produksi BBO. Pada saat yang sama, limbah yang dihasilkan dari produksi BBO lebih besar dibandingkan produk yang dihasilkan sehingga butuh penanganan khusus dengan biaya tinggi.

“Teknologi dan route of synthesis produksi BBO ini menentukan secara signifikan desain fasilitas produksi BBO-nya. Meskipun hasil yang sama dengan jalur sintesa yang berbeda, akan membutuhkan desain dan fasilitas berbeda,” jelas Reni.

Mengacu pada catatan Kementerian Perindustrian, sampai saat ini baru terdapat 23 perusahaan produsen bahan baku obat di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Bio Farma yang memproduksi vaksin setengah jadi (bulk vaksin), Kimia Farma Sungwun Pharmacopoeia yang memproduksi sejumlah bahan baku obat (Simvastatin, Atorvastatin, Rosuvastatin, Esomeprazole, dan lainnya), hingga Indocap yang memproduksi cangkang kapsul.

“Sebagai contoh, untuk Bifarma Adiluhung, ini sudah bisa memproduksi BBO, terkait bahan baku farmasi. Kemudian Bio Farma vaksin dan antisera, bulk vaksin maupun vaksin setengah jadi. Kemudian, Capsugel Indonesia cangkang kapsul kosong dan terakhir mungkin Kimia Farma Sungwun Pharmacopoeia ini banyak sekali bahan baku obat yang sudah bisa dihasilkan,” tutur Reni.

Baca juga artikel terkait HARGA OBAT-OBATAN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher