tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011 perihal periodisasi masa jabatan ketua umum parpol.
Meski begitu, Viva menganggap gugatan dan usulan pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik ke MK adalah bagian dari aspirasi masyarakat yang mesti dihargai.
"Terhadap gugatan tersebut, tanpa bermaksud intervensi terhadap independensi MK, saya berpendapat semestinya MK menolak dan tidak mengabulkan gugatan itu karena pasal 23 (1) UU partai politik bersifat open legal policy," kata Viva saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (29/6/2023).
Menurut Viva, ihwal tidak adanya pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Viva lantas mengungkap sejumlah alasan. Pertama, posisi hukum partai politik berbeda dengan lembaga negara.
Viva mengatakan partai politik adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sipil secara sukarela atas dasar kesamaan ideologi, cita-cita dan kehendak bersama untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat bangsa dan negara.
Lebih lanjut, Viva mengatakan untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai undang-undang, partai politik harus didaftarkan ke Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan badan hukum partai politik.
"Jadi, partai politik harus berbadan hukum yang dikeluarkan Menkumham atas nama negara," ucapnya.
Viva mengatakan lembaga negara menjalankan fungsi dan kewenangan negara serta menjalankan fungsi keadministrasian atas nama negara, bukan atas kepentingan individu, kelompok, atau golongan.
"Kedua, partai politik sebagai organisasi masyarakat sipil harus diberi ruang kebebasan oleh negara untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara demokratis," tutur Viva.
Dalam praktiknya, menurut Viva, setiap partai politik memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), pedoman dan peraturan partai, serta program partai sebagai prinsip dasar, pedoman, atau haluan partai.
"Biarkanlah mereka hidup bebas dan merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik," kata dia.
Viva mengatakan dalam hirarkis peraturan perundang-undangan, kedudukan undang-undang lebih tinggi daripada AD-ART. Hal ini menjelaskan ketika bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, partai politik harus tunduk dan taat pada undang-undang.
Ketiga, kata dia, masa jabatan ketua umum partai politik sebaiknya tidak usah dibatasi periodesasinya. Pasalnya, kata dia, partai politik itu bukan lembaga negara.
"Setiap partai politik tentu bercita-cita harus selalu menang pemilu," ujar Viva.
Oleh karena itu, kata dia, partai politik harus dipimpin oleh figur yang kuat dan berintegritas, berwawasan futuristis dan demokratis, pejuang yang rela berkorban dan bertanggungjawab untuk kebesaran partai, serta dicintai oleh pengurus dan anggota partainya.
Menurutnya, hal itulah yang tercermin dan terimplementasi di masa jabatan anggota legislatif yang tidak dibatasi oleh undang-undang.
"Selama masyarakat masih memilih dan mencintai anggota dewan tersebut, maka selama itu pula akan menjadi wakil rakyat karena dipilih secara langsung oleh rakyat," katanya.
Viva mengatakan jika pimpinan partai politik tidak memiliki kualifikasi paripurna seperti itu maka dipastikan akan terancam oleh hukum besi ambang batas, yaitu parliamentary threshold empat persen, sehingga posisinya dapat terjungkal menjadi partai gurem.
"Keempat, tentang jabatan ketua umum partai politik dengan dalil Lord Acton soal korupsi tidak berkorelasi secara signifikan atau tidak berbanding secara setara," ujarnya.
Viva juga membantah ungkapan power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely atau kekuasaan itu cenderung korup.
Ia mengatakan partai politik membiayai hidupnya sendiri. Namun, ia tak menampik ada subsidi negara kepada partai politik yang lolos parliamentary threshold 4 persen di DPR RI, yakni diberi subsidi Rp1.000 /1 suara sah.
"Jika subsidi negara masih sangat kecil, maka masa jabatan ketua umum partai politik tidak usah dibatasi," pungkas Viva Yoga.
Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim asal Yogyakarta melayangkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dua orang tersebut menyoroti Pasal 23 Ayat 1, yang berbunyi "Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".
Para penggugat meminta supaya masa jabatan pimpinan parpol di Indonesia dibatasi selama maksimal dua periode saja.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah saatnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata Eliadi dan Saiful dalam gugatannya dilansir dari situs resmi MK.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Gilang Ramadhan