Menuju konten utama

Ongkos Rapid Test Membebani Sopir Truk dan Perusahaan Logistik

Sopir truk logistik harus merogoh kocek pribadi untuk membayar rapid test yang diwajibkan oleh pemerintah sebagai syarat bepergian.

Ongkos Rapid Test Membebani Sopir Truk dan Perusahaan Logistik
Sejumlah sopir truk penambang pasir aliran lahar Gunung Kelud melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin (10/2/2020). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.

tirto.id - Salah satu syarat bepergian menjelang era the new normal alias kelaziman baru adalah memegang surat keterangan rapid test. Surat ini menunjukkan bahwa pemegangnya bebas COVID-19 sehingga dianggap aman memasuki wilayah tertentu alias tak membawa virus.

Bagi mereka yang hanya sesekali ke luar kota, biaya tes sebesar kira-kira Rp250 ribu tak terlalu memberatkan. Tapi duit sebanyak itu sungguh menguras kantong para pengemudi angkutan logistik.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan biaya ini keluar dari kas perusahaan logsitik atau kocek pribadi sang sopir. Dua-duanya menyulitkan. Kondisi keuangan mereka masih tertekan lantaran bisnis belum pulih sepenuhnya karena masih rendahnya daya beli masyarakat.

“Biaya tes menjadi beban tambahan. Seharusnya pemerintah memberikan bantuan,” kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (26/6/2020).

Ia khawatir bila kondisi ini tak segera diperhatikan pemerintah, maka yang bakal merasa dampaknya adalah pengguna jasa angkutan logistik. Perusahaan logistik akan membebankan biaya rapid test kepada pengguna jasa, sekitar Rp200 ribu per truk.

Belakangan permasalahan ini semakin runyam karena sopir truk memutuskan mogok kerja. Ini terjadi di Pelabuhan Pangkal Batam, Bangka Belitung, pada 22 Juni lalu. Para pengusaha dibikin bingung. “Sopir sudah pasti enggak mau [bayar], lebih baik enggak narik daripada harus bayar.”

Sekretaris Jenderal Organda Ateng Aryono juga mengungkap keluhan yang serupa. Jika pemerintah mewajibkan tes Corona sebagai syarat orang bermobilitas, sebaiknya biayanya ditanggung negara.

“Kami setuju rapid test, swab, PCR, metode apa pun boleh. Tapi harus di-backup negara. Negara yang harus membiayai,” kata Aryono kepada reporter Tirto.

Penjelasan Kemenhub

Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan “syarat kesehatan ini diatur oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.”

Kepada reporter Tirto, Jumat (26/6/2020), ia mengatakan pemerintah tengah menghidupkan kembali aktivitas ekonomi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Harapannya agar pembukaan kembali arus lalu lintas barang dan jasa antar kota tidak diikuti dengan peningkatan penularan virus Corona.

Di sinilah letak pentingnya rapid test. Ia menegaskan rapid test tak bisa ditawar-tawar lagi. Ini merupakan syarat paling mendasar untuk membuka lalu lintas perdagangan.

Namun, ia mengatakan Kemenhub tetap berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif. Untuk itu, keluhan dari para pelaku usaha akan dibawa dan dibahas bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

“Semua opsi kami bahas, yang penting protokol kesehatan tetap yang utama,” jelasnya.

Surat keterangan ini sempat berlaku tiga hari, tapi berdasarkan peraturan baru, Surat Edaran Nomor 9 tahun 2020 Gugus Tugas, jadi 14 hari. Barangkali ini adalah solusi moderat dari keluhan para sopir dan pengusaha.

Baca juga artikel terkait RAPID TEST atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah & Vincent Fabian Thomas
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Reja Hidayat