tirto.id - Nama perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (AISA) jadi pembicaraan pascapenggerebekan sebuah gudang beras berisi 1.161 ton beras milik anak usaha perseroan, PT Indo Beras Utama di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat, Kamis malam (20/7). Perusahaan yang bergerak di bidang pangan ini dituding melakukan pengoplosan beras medium menjadi premium dan memainkan harga beras yang dianggap disubsidi oleh pemerintah.
“PT IBU itu anak perusahaan PT TPS foods,” kata Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk Anton Apriyantono, yang juga mantan menteri pertanian ini kepada Tirto.
Tiga Pilar berdiri mulai 1992, produk utama adalah bihun kering dan mie kering. Pada 2010, mereka merambah bisnis beras dengan mengakuisisi PT Dunia Pangan yang bergerak di bidang perdagangan beras dan mengakuisisi pabrik beras PT Jatisari Srirejeki. Jajaran komisaris perseroan diisi oleh orang-orang familiar dan mumpuni di bidang pangan, selain Anton Apriyantono, ada juga pakar kuliner "Maknyus" Bondan Winarno yang duduk di kursi komisaris independen.
Baca daftar lengkapnya di sini
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada 2003 ini menjual berbagai merek beras kemasan kelas premium, selain Manknyuss dan Cap Ayam Jago, ada juga merek Jatisari, Istana Bangkok, Desa Cianjur, Beras Rumah Adat, Rojolele Dumbo.
Dibandingkan dengan produk awal mereka berdiri, beras menjadi kontributor terbesar pada penjualan perseroan di bawah bendera TPS Rice. Sejak 2013 hingga 2016, kontribusi produk beras pada penjualan per tahunnya rata-rata 62,26 persen. Tercatat, nilai penjualan produk beras pada 2013 sebesar Rp2,42 triliun atau berkontribusi sebesar 58,18 persen terhadap penjualannya. Kontribusinya meningkat menjadi 61,28 persen pada 2016 dengan nilai penjualan beras mencapai Rp4,01 triliun.
Dibandingkan dengan produk makanan, rata-rata kontribusi per tahunnya di bawah TPS Food hanya sebesar 35,94 persen. Nilai penjualannya pun kecil, yaitu hanya Rp2,5 triliun di 2016.
Semenjak masuk ke bisnis beras pada 2010, perseroan mengalami kinerja yang terus positif. Pada 2012 mereka hanya meraih penjualan Rp2,7 triliun, tapi pada tahun lalu mampu meraup Rp6,5 triliun dengan laba tahun berjalan Rp719,2 miliar.
Selain beras mereka juga menjual makanan kemasan antara lain produk Mie Ayam 2 Telor, Mie Superior, Bihun Superior, Bihun Jagung, Bihunku. Untuk makanan ringan perseroan memproduksi Taro, Bravo, Gulas, Mie Kremez. Ini karena perseroan banyak memiliki berbagai anak usaha yang cukup banyak, termasuk PT Indo Beras Unggul yang sedang terlilit kasus. Anak usaha AISA ini cukup kinclong dari sisi aset yang terus berkembang, pada 2014 asetnya masih Rp658,3 miliar, pada 2016 sudah naik hampir dua kali lipat mencapai Rp1,37 triliun.
Namun, adanya kasus penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Unggul di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat, cukup memukul pergerakan saham induk usaha mereka. Saham AISA langsung melorot ketika dibuka pada perdagangan Jumat (21/7). Hingga akhir sesi pertama, AISA melorot 24,9 persen menjadi Rp 1.205. Para investor ramai-ramai melepaskan saham AISA setelah munculnya berita tentang pengoplosan tersebut.
Menurut tim riset Ciptadana Sekuritas, sulit bagi AISA untuk kembali dari berita buruk hari ini. “Menurut kami, para konsumen akan mengurangi pembelian semua penawaran dari AISA, karena konsumen menyadari produk yang disebut premium itu sebenarnya berkualitas rendah. Diperlukan waktu dua pekan bagi konsumen untuk bereaksi dan mencari alternatif,” demikian tim riset Ciptadana.
Bila kasus ini terbukti secara hukum soal tudingan pengelabuan produk yang dijual, maka jadi tantangan bagi bisnis AISA untuk mengembalikan citra perseroan yang banyak tergantung dari bisnis beras.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti