Menuju konten utama

Nurhadi, Menantu dan Pengusaha Masuk DPO KPK Sejak 11 Februari 2020

KPK memasukkan Nurhadi dkk karena mangkir dari pemeriksaan sebanyak dua kali tanpa alasan jelas.

Nurhadi, Menantu dan Pengusaha Masuk DPO KPK Sejak 11 Februari 2020
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi berjalan usai menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/10). Nurhadi membantah bahwa ia meminta uang senilai Rp3 miliar untuk turnamen tenis saat ia diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa yang merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/pd/16.

tirto.id - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi (NHD), menantunya, Rezky Herbiyono (RHE) dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto (HS) masuk dalam daftar buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketiganya terlibat dugaan suap senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung Tahun 2011-2016. Mereka ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Desember 2019.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah memanggil ketiga tersangka sebanyak 2 kali, yakni pada 9 dan 27 Januari 2020.

"Keduanya tidak hadir memenuhi panggilan tanpa alasan," sebut KPK dikutip dari situs web, Jumat (14/2/2020).

Terkait pemanggilan Hiendra, KPK telah menerima permohonan penundaan pemeriksaan dengan melampirkan surat jaminan kehadiran dan menjamin HS akan hadir pada 3 Februari 2020. Namun, hingga tanggal tersebut, kuasa hukum Hiendra mengirimkan surat penundaan pemeriksaan dengan alasan HS belum mendapatkan konfirmasi dari KPK.

"Atas dasar itu, KPK memasukkan NHD, HS, dan RHE ke dalam daftar pencarian orang sejak 11 Februari 2020," tertulis dalam rilis.

Saat ini, Nurhadi dkk telah mengajukan dua kali gugatan praperadilan atas penetapan tersangka ke pengadilan. Setelah gugatan Nurhadi kandas, kini menantunya yang mengajukan gugatan dan tengah beproses di PN Jakarta Selatan.

Penanganan perkara ini pengembangan perkara yang berasal dari OTT dilakukan pada 20 April 2016 dengan nilai barang bukti Rp50 juta yang diserahkan Doddy Ariyanto Supeno pada Edy Nasution di sebuah hotel di Jakarta.

Dari perkara tersebut, kemudian terbongkar skandal suap yang melibatkan pejabat pengadilan dan pihak swasta dari korporasi besar.

Kemudian pada 22 November 2016, KPK mengembangkan perkara ini dengan tersangka Eddy Sindoro (swasta).

Setelah menjadi DPO dan menyerahkan diri pada 12 Oktober 2019, KPK memproses Eddy hingga persidangan.

Dalam proses tersebut, KPK menemukan bukti dugaan perbuatan obstruction of justice sehingga menetapkan tersangka baru saat itu, Lucas (advokat). Proses hukum terhadap Lucas masih berjalan saat ini di tingkat kasasi.

"Setelah mencermati fakta-fakta, KPK menemukan bukti permulaan terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015-2016 dan gratifikasi [Nurhadi dkk] yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK. KPK meningkatkan melakukan penyidikan dan menetapkan NHD, HS, dan RHE sebagai tersangka," tutup rilis itu.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI NURHADI atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz