Menteri Keuangan Sri Mulyani mewaspadai inflasi yang berasal dari barang impor atau
imported inflation dalam kondisi depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sekarang ini.
"Banyak sekali impor itu sudah dilakukan pada tahun lalu sampai dengan kuartal pertama (tahun) ini," kata Sri Mulyani ditemui usai memberikan pidato kunci di Jakarta, Selasa (9/5/2018) malam.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyoroti pertumbuhan impor yang mencapai 12,75 persen dalam PDB triwulan I-2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year).
"Kalau dilihat dari GDP kuartal I, impor kita tumbuh 12 persen. Itu bagaimana kaitannya terhadap inflasi harus kita jaga bersama-sama dengan BI," kata Sri Mulyani.
Menkeu menyatakan akan terus memantau dinamika dari perekonomian, terutama dari faktor kebijakan negara lain yang bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah maupun ekonomi nasional.
"Dinamika yang sekarang terjadi harus bisa dijaga untuk bisa memberikan nilai positif," kata dia.
Sri Mulyani berpendapat bahwa dengan adanya depresiasi justru menimbulkan dampak positif bagi APBN karena penerimaan yang berasal dari dolar akan meningkat.
"Namun kita juga tahu bahwa ada juga kewajiban. Dan semuanya kami lihat, defisit fiskal kita mungkin akan tetap terjaga di 2,19 persen dari GDP atau bahkan lebih rendah," kata dia.
Pada Rabu (9/5/2018) pagi ini, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, bergerak melemah sebesar 30 poin menjadi Rp14.073 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.043 per dolar AS.
Sebelumnya, pada Selasa (8/5/2018) sore, nilai tukar rupiah bergerak melemah sebesar 50 poin dan menembus Rp14.000 per dolar AS, setelah pada hari sebelumnya masih tertahan pada Rp13.993 per dolar AS.