tirto.id - Belum juga benang kusut dugaan suap dalam pertandingan Madura United vs Persib terurai, Satgas Antimafia Bola Jilid 2 kembali melakukan penangkapan lain di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (28/10/2019) dini hari. Sembilan orang diamankan oleh satuan tugas pimpinan Brigjen Pol Hendro Pandowo tersebut.
Mereka, menurut keterangan Hendro, adalah “orang-orang yang terlibat dalam pertandingan Kalteng Putra vs Persela” pada laga Shopee Liga 1, Ahad (27/10/2019) lalu.
Enam di antaranya bertindak sebagai perangkat pertandingan: Ikhsan Prasetya Jati (wasit), Muchlis (asisten wasit), Karnedi (asisten wasit 2), Dodi Setia (wasit cadangan), Jerry Elly (inspektur wasit), dan Fani Adi Nugroho (match commissioner). Sisanya: Khairul Fahmi (bendahara tim Kalteng Putra), Febri Agung (bendahara Panpel Kalteng Putra), dan Hazmin (LO Kalteng Putra).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Argo Yuwono menegaskan kalau mereka belum tentu jadi tersangka sepanjang tidak memenuhi “alat bukti yang didapat oleh penyidik” “Kalau tidak memenuhi unsur, ya, kami pulangkan,” katanya di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Penangkapan di Hotel Fovere, Palangka Raya, Ahad sekitar pukul 23.00 WIB dilakukan satgas dengan bantuan Resmob Ditreskrimum Polda Kalteng.
Mulanya adalah panggilan masuk ke call center Satgas Antimafia Bola yang melaporkan dugaan suap dalam pertandingan yang dimenangkan 2-0 oleh Kalteng Putra tersebut. Laporan tersebut memancing perhatian satgas karena berbagai alasan. Salah satunya adalah jumlah pelapor yang bukan cuma satu orang.
Namun tak ada kemajuan berarti dari kasus ini hingga Senin (28/10/2019) malam. Ponsel milik para terduga, yang disebut-sebut menyimpan bukti transaksi rekening, sempat diperiksa satgas. Tapi ternyata setelah diselidiki transaksi tersebut hanya bukti pembayaran upah perangkat pertandingan.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan membenarkan kabar tersebut saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa (29/10/2019) pagi. “Yang bersangkutan saat ini sudah dilepaskan, karena memang tidak terbukti,” katanya.
Hendro mengatakan satgas akan tetap memantau pergerakan kasus ini. Jika ada indikasi pengaturan skor lagi, tak menutup kemungkinan akan ada pemeriksaan lanjutan, entah dengan orang yang sama atau berbeda.
“Kami masih punya kewenangan untuk menyelidiki dari hasil pemeriksaan 1x24 jam tadi,” tandasnya.
Gaji Rawan Mengarah ke Match Fixing
Selain tak hanya satu orang yang lapor, satgas tertarik menggarap kasus ini adalah karena ada indikasi para pemain Kalteng Putra kesulitan keuangan.
Setelah menang, para penggawa Laskar Isen Mulang langsung menuntut manajemen membayar gaji mereka. Sebagian pemain mengaku belum dibayar sejak dua bulan terakhir.
Masalah gaji pertama kali disuarakan kapten tim, I Gede Sukadana, sekitar dua hari jelang kickoff melawan Persela. Eks penggawa Bali United itu menyebut para pemain sempat mendatangi manajemen, tapi nasib mereka tak kunjung menemui titik cerah.
Sukadana, mewakili rekan-rekannya, bahkan berencana menemui langsung Gubernur Kalteng Sugianto Sabran untuk mengadu.
Menurut pengamat sepakbola sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, masalah gaji seprti ini harus segera dipecahkan dan tidak boleh terulang. Alasannya sederhana: situasi krisis ini bisa mengarahkan pemain atau staf tim menerima ‘bisikan setan’ dan mempraktikkan pengaturan skor.
“Ketika situasi ekonomi pemain timpang, pendapatan enggak sesuai pengeluaran, ini kan yang memicu ruang untuk match fixing. Manajemen punya peran penting untuk memutusnya. Dan hal seperti ini bisa terjadi ke semua klub, bukan cuma Kalteng,” kata Akmal kepada reporter Tirto, Selasa (29/10/2019).
Selain itu yang juga punya peran tidak kalah penting untuk menuntaskan permasalahan ini adalah federasi.
“Pemain di klub-klub tertentu mungkin punya kendala jarak ketika harus melapor ke asosiasi pemain. Dalam hal ini federasi sebenarnya bisa masuk, mereka kan punya asprov (asosiasi provinsi) yang tersebar di seluruh Indonesia,” tandas Akmal.
Si Kaya yang Jatuh Miskin
Tunggakan gaji adalah ironi bagi Kalteng Putra. Soalnya, saat berhasil promosi ke Liga 1 awal musim kemarin, tim yang bermarkas di Stadion Tuah Pahoe ini punya citra sebagai kesebelasan kaya yang bisa mendatangkan pemain-pemain mahal.
Tim ini bahkan pernah sesumbar mendatangkan para pemain sepakbola kondang seperti Zlatan Ibrahimovic sampai eks penggawa Timnas Uruguay dan Atletico Madrid, Diego Forlan.
Zlatan memang ogah main di Indonesia, sementara Forlan konon batal direkrut karena tidak cocok soal fasilitas.
“[Padahal] kami sudah bernegosiasi, tapi dia [Forlan] mengira fasilitas kami seperti di Jakarta, padahal kami adalah klub Kalimantan,” tutur CEO Kalteng Putra, Agustiar Sabran, seperti dikutip dari Jawa Pos.
Jika mendengar berita krisis keuangan yang dialami Kalteng Putra, barangkali reaksi yang dilontarkan Forlan adalah tertawa dan bersyukur. Setidak-tidaknya, nasibnya tak terkatung-katung macam I Gede Sukadana dan kolega.
Editor: Rio Apinino