tirto.id - Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menilai negosiasi kontrak privatisasi atau swastanisasi air di DKI Jakarta harus memperhatikan nasib rakyat miskin di ibu kota.
Oleh karena itu, dia mendesak Pemprov DKI Jakarta dan PD PAM Jaya mengutamakan hak warga miskin dalam mendapatkan akses air bersih yang murah dalam negosiasi kontrak dengan PT Palyja dan PT Aetra.
"Ini soal kemampuan membayar. Mungkin harga saat ini cukup murah untuk orang kaya, tapi buat orang miskin akhirnya sulit dapat akses airnya. Jadi dia harus beli ke tukang air," kata Haris dalam konferensi pers di RUJAK Center, Cikini, Jakarta pada Rabu (3/4/2019).
"Anies seharusnya kembali melihat dirinya sendiri, janji, buat keadilan untuk orang miskin. Air itu unsur fundamen penting," Haris menambahkan.
Oleh karena itu, dalam negosiasi tersebut, Haris meminta Pemprov DKI dan PAM Jaya mencari solusi agar warga miskin mendapatkan akses air bersih dengan harga murah, infrastruktur memadai dan mencukupi kebutuhan.
"Ini dalam rangka menjamin [kebutuhan] orang miskin yang di Jakarta dan orang yang tinggal di daerah yang sulit air," ujar Haris.
"Hati-hati buat Gubernur [Anies] kalau menegosiasi ulang. Nego yang baru tetap harus memastikan untuk keuntungan warga. Dan harus diperiksa. Anies harus memastikan KPK lihat negosiasi ulang," tambah dia.
Sejumlah aktivis meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BPK dan BPKP mengawal negosiasi terkait rencana pemutusan kontrak PAM JAYA dengan PT. Palyja dan PT. Aetra.
Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa masyarakat sipil yang fokus pada isu privatisasi air di Jakarta, yaitu Elisa Sutanudjaja dari RUJAK Center, peneliti HAM dan privatisasi air Andreas Harsono, dan Haris Azhar.
"Dampak dari pelaksanaan kontrak privatisasi air sejak 1998 adalah akumulasi kerugian di pihak PAM JAYA per 31 Desember 2016 sebesar Rp. 1.266.188.952.312 dan ekuitas negatif sebesar Rp. 945.832.099.159. Ini merujuk Laporan Hasil Pemeriksaan BPKP tahun 2017," kata Andreas.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom