tirto.id - Sejak Senin (4/2/2019) pekan lalu, sekitar 50 orang bekas buruh PT Freeport Indonesia (PT FI) menginap dengan membangun tenda di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. Di bawah tenda-tenda tersebut mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol. Kadang bermain gitar atau menonton film.
Tenda memang mampu melindungi mereka dari panas, tapi tidak dengan angin dan hujan deras yang hampir turun setiap hari.
Minggu (10/2/2019) sore, hujan deras kembali datang. Mereka sibuk merapikan barang. Sebagian lagi memilih menikmati hujan dengan bermain bola.
“Hallelujah! Semoga lima menit saja hujannya,” teriak salah seorang dari mereka sambil menahan tenda agar tidak rubuh karena air menggenang di atas terpal.
Tri Puspital, koordinator umum bekas karyawan PT FI, menyampaikan bahwa mereka akan terus di sana hingga suara mereka didengar oleh Joko Widodo. Mereka mewakili sekitar 3.340 karyawan PT FI yang di-PHK sepihak.
“Kami sering melihat Jokowi selfie dengan sejumlah tamu dari sini, atau lewat dengan mobilnya,” kata Tri kepada reporter Tirto.
Mereka di sana berharap agar Jokowi mau datang dan memerintahkan bawahannya segera menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Kami berharap pak Jokowi segera memerintahkan jajaran kementeriannya, khususnya [Kementerian] Ketenagakerjaan, karena di sini ada indikasi pelanggaran norma ketenagakerjaan, terindikasi melanggar pidana perburuhan,” jelas Tri.
“Kami meminta Kementerian Ketenagakerjaan, sesuai dengan wewenangnya, untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini dan memberikan pengawasan,” tambahnya.
Muasalnya adalah kebijakan “furlough”. Ini istilah perburuhan di Amerika Serikat, yang tidak dikenal dalam hukum Indonesia, tapi praktiknya adalah “merumahkan karyawan” ketika perusahaan terbelit masalah keuangan atau bisnis sedang lesu.
Juru Bicara PT FI Riza Pratama enggan menyebut perusahaan melakukan PHK, tapi furlough. “Kami tidak mem-PHK karyawan kami, mbak,” ujarnya kepada reporter Tirto.
Beberapa keputusan penting keluar pada akhir tahun lalu, yang sebetulnya berpihak kepada pekerja. Pada 12 September, Pengawas Ketenagakerjaan Papua menyatakan mogok kerja pada buruh telah sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Mereka juga menyatakan “PHK mangkir” yang diklaim PT FI tidak sah dan bertentangan dengan UU.
Kemudian, pada 20 September, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mimika menganjurkan PT FI mempekerjakan kembali para pekerja dan membayar seluruh hak-hak pekerja yang tak dibayar dan tertunda selama berselisih.
Jokowi: “Oh, gitu?”
Para buruh, yang diwakili firma Lokataru, juga telah melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada 2017 Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi serupa: bahwa para buruh mestinya dipekerjakan kembali.
Komisioner Komnas HAM, Amiruddin al Rahab, mengatakan mereka memang telah memberi rekomendasi, plus, telah melimpahkan permasalahan ini ke Jokowi sekitar tiga bulan lalu karena merasa dialah yang bisa menyelesaikan persoalan ini.
“Kami lihat otoritas yang bisa selesaikan persoalannya adalah presiden,” kata Amiruddin kepada reporter Tirto.
Sayangnya sampai saat ini tak ada respons apa-apa dari Jokowi. Karena itu pula para buruh menginap di depan Istana.
Saya bertemu Jokowi dalam acara pernikahan anak salah satu Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, yang diadakan di Jakarta Selatan.
Paspampres sebenarnya tidak membolehkan saya untuk bertanya, tetapi Jokowi mempersilakan.
“Ya, silakan [tanya],” kata Jokowi kepada reporter Tirto, Minggu (10/2/2019) malam, disela-sela menyalami sejumlah orang.
“Oh, gitu?” Jokowi bertanya balik ketika saya menyampaikan apa pendapatnya terhadap para buruh yang menginap di depan Istana. Saya kembali mempertegas, bahwa ada puluhan orang yang menunggunya bertindak.
“Oh, nanti saya cek,” katanya, singkat.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino