tirto.id - Nasabah atau pemegang polis WanaArtha Life kembali melakukan aksi damai secara serentak di lima kota, yaitu Sumatera, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Kediri, dan Palembang. Mereka menuntut agar Kejaksaan Agung segera membuka penyetaan Sub Rekening Efek (SRE) WanaArtha.
Sebeb, kata mereka, seluruh dana yang disita Kejasaan Agung merupakan milik dan hak pemegang polis WanaArtha Life (WAL) yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan dugaan tindak pidana korupsi Jiwasraya yang kasusnya sedang proses di pengadilan.
Unjuk rasa bertajuk "Aksi Damai Ria" ini sengaja dilakukan sebelum Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Jiwasraya membacakan tuntutan. Tujuannya, agar hati nurani JPU lebih mengutamakan kepentingan, harkat, dan martabat nasabah sebagai pemilik murni dan sah aset kelolaan WanaArtha Life yang diwujudkan dalam bentuk kepemilikan polis.
“Bahwa dana yang mereka [Kejaksaan] sita bukanlah milik WanaArtha semata, melainkan juga milik pemegang polis,” kata Hendro Yuwono Salim, salah satu nasabah WanaArtha yang mengkoordinir aksi damai dari Kediri, Jawa Timur, Selasa (22/9/2020).
Hendro mengingatkan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah mengatur secara tegas kepentingan nasabah yang dilindungi UU.
Selain itu, dalam Pasal 21 ayat 1 dan Pasal 42 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK 2016) tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi menyatakan bahwa "Kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta wajib dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban yang lain dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau perusahaan Reasuransi Syariah.”
Sementara itu, Rena, salah satu nasabah dan juga agen pemasar senior WanaArtha di wilayah Jateng meminta JPU Kejaksaan Agung semestinya melakukan penyitaan secara prudent dan harus mau berbesar hati mengangkat sita dan mengembalikan SRE WanaArtha kepada pemilik sah dana tersebut. Sebab SRE WanaArtha tidak memenuhi kriteria barang yang dapat disita berdasarkan Pasal 39 KUHAP yaitu bukan barang milik tersangka atau terdakwa dan juga bukan diperoleh dari hasil tindak pidana apa pun.
“Pemegang polis maupun WanaArtha sendiri hanya sebagai saksi, sehingga seharusnya berdasarkan Pasal 46 ayat 1 KUHAP maka barang bukti SRE WanaaArtha harus dikembalikan kepada pemiliknya yang paling berhak yaitu WanaArtha Life untuk selanjutnya dikembalikan guna memenuhi hak-hak kepada pemegang polis karena tidak memenuhi kriteria Pasal 39 dan tidak lagi dibutuhkan dalam penyidikan dan penuntutan,” kata Rena.
Tika Setia Aji, salah satu penggerak aksi damai di DI Yogyakarta mengatakan jika Kejaksaan Agung betul-betul menjunjung tinggi rasa kebenaran dan keadilan masyarakat, maka kepercayaan masyarakat terhadap pencari keadilan.
Dampak kepercayaan publik terhadap industri asuransi nasional akan kembali pulih yang saat ini tergerus karena dikaitkan perkara hukum yang tidak ada sangkut pautnya dengan dana para nasabah, kata Tika.
Namun, kata Tika, jika sebaliknya Kejaksaan melakukan penyitaan tanpa objektifitas dengan mengesampingkan barang bukti itu milik nasabah yang berujung kepada perampasan negara, maka menjadi awal kehancuran bagi perjalanan asuransi nasional di negeri ini.
“Maka sudah saatnya pemerintah dan para pelaku asuransi membela, mengayomi, melindungi, dan menyelamatkan asuransi nasional beserta pemegang polis yang telah memercayakan perlindungan dan perencanaan keuangannya kepada asuransi nasional dalam hal ini Wanaartha Life,” kata dia.
Apalagi, kata dia, WanaArtha juga ikut berkontribusi bagi pembangunan nasional dalam SDIP (Sustainable Development Investment Partnership) serta sebagai salah satu wakil Indonesia yang terdaftar dalam World Economic Forum yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dalam bentuk pembayaran pajak, lapangan pekerjaan, dan kesempatan berusaha.
Karena itu, nasabah WanaArtha dari seluruh pelosok wilayah Jawa dan Sumatera di lima kota melakukan aksi damai secara serentak. Tujuan utama adalah untuk membuktikan bahwa nasabah adalah pemilik dana yang sesungguhnya atas rekening yang disita dan saat ini berharap nurani penegakan hukum didahulukan supaya keadilan ditegakkan bagi mereka atau korban salah sita yang haknya sudah tersandera selama 8 bulan.
Editor: Maya Saputri