tirto.id - Jika kamu mengikuti serial Game of Thrones, rasanya susah untuk tak bersorak melihat episode 4 musim ketujuh yang ditayangkan pekan lalu.
Pasukan Lannister sedang bersantai. Rombongan gerobak dan kereta berisi harta jarahan sedang berbaris menuju King's Landing. Saat itulah terdengar pekikan dari kejauhan. Tanah berderap. Jaime Lannister, sang komandan, sadar bahwa itu adalah musuh dalam jumlah banyak. Benar saja, dari balik bukit kemudian muncul ribuan pasukan Dothraki dengan menaiki kuda, mengacungkan arakhs—pedang berbentuk mirip celurit.
Jaime dengan panik berusaha mengontrol pasukannya. Bronn, ronin yang jadi orang kepercayaan Jamie, menyuruh Jamie mundur dan masuk dalam benteng. Tapi sang komandan yang pernah dijuluki petarung paling hebat di seantero negeri itu tentu ogah mundur meninggalkan pasukannya.
"Kita bisa melawan mereka," ujarnya setengah optimis.
Tak lama, sesuatu muncul dari langit disertai auman yang menggentarkan. Jaime dan Bronn terbelalak. Mulut mereka terngaga. Mmereka melihat makhluk yang dianggap sudah punah sejak lama: naga. Penunggangnya adalah Daenerys Targaryen, orang terakhir dari Wangsa Targaryen, kaum penunggang naga. Dengan teriakan Dracarys, sang naga langsung menyemburkan api. Wooosh! Para pasukan terpanggang dengan cepat. Teriakan kesakitan menggema. Dracarys kemudian berkeliling, membakar semua yang terlihat sebagai musuh.
Di serial Game of Thrones, naga tampil tak jauh berbeda dengan yang pernah muncul di film Hollywood lain, katakanlah Dragonheart (1996), Reign of Fire (2002), sampai How to Train Your Dragon (2010). Naga digambarkan sebagai makhluk buas, dengan taring tajam, meneror manusia, dan menyemburkan api. Gambaran itu sedikit berbeda dengan bagaimana kultur Timur memandang naga.
Dari Hewan Buas Hingga Perwujudan Dewa
Kisah tentang naga sudah diceritakan turun temurun sejak ribuan tahun lalu. Baik dalam karya sastra maupun dongeng bajik dan kepercayaan religius. Kadang tak hanya naga, tapi ular raksasa yang secara fisik mirip dengan gambaran naga. Nasib mereka rata-rata sama. Ia jadi simbol teror, kejahatan. Maka yang bisa menumpasnya adalah para ksatria pemberani pilih tanding.
Dalam agama Hindu Kuno, ada kisah Indra yang membunuh Vritra, makhluk yang sering disebut mirip seperti ular raksasa atau naga. Dalam mitologi Yunani, Zeus membunuh ular raksasa bernama Typhon. Thor, Dewa Petir dalam mitologi Nordik, membunuh Jormungand yang mendiami lautan. Kisah yang sama juga terjadi pada makhluk seperti Leviathan maupun Tiamat.
Diksi dragon sudah tercatat setidaknya sejak abad ke-13. Ia berasal dari kata Latin, draconem yang berarti ular besar. Di Indonesia, penyebutan naga berasal dari Bahasa Sanskerta. Naga diartikan sebagai makhluk yang berbentuk ular besar. Biasanya bagian atas berbentuk manusia, sedangkan bawah berbentuk ular. Heather Elgood dalam Hinduism and the Religious Arts (2000), menulis bahwa sebutan untuk naga betina adalah nagin.
Di kawasan Asia Timur, naga dilihat bukan sebagai monster atau makhluk yang menakutkan. Di Cina, misalkan. Naga adalah penjelmaan dewa. Ia juga tak berbentuk tunggal. Bisa berupa ikan, bisa pula berbentuk kura-kura. Namun yang paling sering muncul memang bentuk ular besar dengan empat kaki.
Dijelaskan dalam The Illustrated Book of Dragons and Dragon Lore, naga di kultur Tiongkok adalah simbol kekuatan, kekuasaan, dan keberuntungan. Ia juga dilambangkan sebagai makhluk yang bajik. Kehadiran naga di Tiongkok, juga simbol-simbol yang mengiringinya, disebut sudah ada sejak Dinasti Han (206 SM). Sejarawan spesialisasi studi Cina, Frank Dikötter, menyebut bahwa Liu Bang, pendiri Dinasti Han, menganggap dirinya sebagai anak naga. Hal itu kemudian membuat simbol naga jadi identik dengan kekuasaan dan kekuatan.
"Sejak Dinasti Yuan (1271), rakyat biasa dilarang mengusung simbol naga, baik dalam desain atau dekorasi. Simbol naga hanya boleh dipakai untuk jubah para Kaisar, putri kerajaan dan perdana menteri," tulis Dikotter.
Wang Fu, filsuf era Dinasti Han, pernah mendeskripsikan sembilan ciri fisik naga: tanduk dari rusa jantan, kepala unta, mata dari iblis, leher dan badan dari ular, perut dari kerang, sisik serupa gurami, cakar dari elang, tapak kaki dari harimau, dan kuping dari sapi. Di dahi naga, ujar Wang Fu, ada tonjolan yang disebut chimu. Tanpa itu, naga tidak bisa terbang menuju langit.
Di kebudayaan Cina, gambaran naga tak jauh dari apa yang pernah digambarkan oleh Wang Fu. Kelak, ahli studi Cina, Henri Dore, membuat ciri naga "asli". Tak jauh berbeda dengan gambaran Wang Fu, hanya kepalanya berasal dari buaya, dan bagian bawah perut serupa penyu.
Gambaran itu yang kemudian dipakai oleh Akira Toriyama sebagai desain Shenlong, Dewa Naga dalam komik Dragon Ball. Di komik legendaris ini, Shenlong—nama salah satu naga dewa di mitologi Cina—akan muncul jika 7 bola naga sudah terkumpul. Saat itu, ia akan mengabulkan satu permintaan. Setelah mengabulkan permintaan, ia akan menghilang dan bola naga akan jadi batu hingga setahun ke depan.
Nusantara, tepatnya Jawa, juga punya pertautan cukup lama dengan naga, atau hewan berbentuk ular. Diperkirakan sudah dipakai sebagai simbol di Jawa sejak era Majapahit (1293-1500). Hingga sekarang kita masih bisa menyaksikan Naga Jawa di candi atau bahkan gamelan.
Ada sedikit perbedaan antara naga di Jawa dengan di Cina. Di Jawa, naga—dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ular besar—tidak mempunyai kaki. Ia menyunggi mahkota. Ia biasa diletakkan di tangga atau gerbang, seolah menjadi penjaga. Menarik melihat bagaimana naga muncul di kebudayaan Jawa. Sebab kala itu, Jawa menjadi tempat bertemunya berbagai kebudayaan. Alhasil, naga di Jawa dipengaruhi oleh kebudayaan India dan Cina sekaligus.
Bentuk naga Jawa mengadopsi naga India yang lebih mirip ular. Begitu pula anggapan bahwa naga adalah penjaga kerajaan atau bangunan penting—seperti yang muncul di Assam, India. Namun ada pula anting-anting dari era Majapahit yang berbentuk naga dengan dua kaki, yang mirip penggambaran naga dari kultur Cina.
Hingga sekarang, naga masih dianggap sebagai makhluk dongeng belaka. Belum pernah ada bukti sahih yang membuktikan keberadaannya. Sama seperti yang disebut oleh kritikus film Jami Bernard, "kumpulan binatang dalam imajinasimu saja." Namun, naga masih menjadi perlambang keberuntungan, kekuatan, juga kekuasaan. Tak heran kalau hewan mistis ini masih bisa nampang di bendera negara. Dari Bhutan hingga Wales.
Tentu saja ia masih akan terus muncul di dunia populer, semisal di Game of Thrones atau sekuel-sekuel How to Train Your Dragon. Sebab kehadiran naga selalu menimbulkan kegirangan khas anak-anak yang senantiasa dipenuhi ketakjuban akan hal baru. Juga fantasi yang sama sekali menabrak batasan ilmu dan nalar. Seperti kita tahu: fantasi memang menyenangkan untuk dipelihara.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani