Menuju konten utama

Museum Radya Pustaka Gelar Pemutaran Film Dokumenter

Dalam rangka memperingati Hari Museum Nasional, Yayasan Warna Warni Indonesia menggelar acara pemutaran film. Acara yang didukung oleh Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanakan ini akan berlangsung pada Rabu, 12 Oktober 2016

Museum Radya Pustaka Gelar Pemutaran Film Dokumenter
Museum Radya Pustaka, Surakarta. [foto/surakarta.go.id]

tirto.id - Dalam rangka memperingati Hari Museum Nasional, Yayasan Warna Warni Indonesia menggelar acara pemutaran film. Acara yang didukung oleh Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanakan ini akan berlangsung pada Rabu, 12 Oktober 2016, Pukul 17.00-20.00 WIB di Museum Radya Pustaka, Jalan Slamet Riyadi, Surakarta.

Serial dokumenter ini diproduksi dengan tujuan memberi makna dan muatan historis pada ruang-ruang bersejarah di Surakarta. Proses produksi dilakukan dengan mengelaborasi narasi sejarah yang ada pada buku karya Krisnina Maharani Akbar Tandjung, Kasunanan Surakarta, Kisah Kebangsaan dari Solo (2015).

Melalui film ini, dengan jujur pada fakta sejarah yang ada, diharapkan tercipta proses pembelajaran dengan mengapresiasi identitas Kota Solo sebagai kota yang kaya sejarah. Adapun judul film dokumenter yang akan ditayangkan antara lain Riwayat Sriwedari, Radya Pustaka dan Kepatihan, dan The Last Sunan dan Jejak Revolusi di Solo.

Film berjudul Riwayat Sriwedari merupakan film yang berkisah ihwal sejarah Taman Sriwedari yang dahulunya amat kental dikenal sebagai ruang rekreasi dan edukasi warga Solo. Termasuk di dalamnya adalah apa yang disebut ejaan Sriwedari, atau Sriwedari Spelling, yang menjadi standarisasi bahasa Jawa. Film ini juga akan menguak perspektif sejarah perihal musabab pudarnya nuansa intelektual di Taman Sriwedari.

Sedangkan film berjudul Radya Pustaka dan Kepatihan merupakan film yang merefleksikan kondisi seperti apa relasi institusi kepatihan di masa lalu dengan upaya pendidikan kebudayaan masyarakat Jawa.

Terakhir film berjudul The Last Sunan dan Jejak Revolusi di Solo, ialah film yang mengisahkan proses penggabungan Surakarta ke dalam Republik Indonesia. Episode dramatis yang terjadi di masa revolusi yang ada di dalam film ini berdasarkan jalan hidup Sunan Pakubuwana XII, yang kerap menyebut dirinya sebagai sunan terakhir di Surakarta.

Acara pemutaran film ini dikemas secara khas sebagai puncak rangkaian acara “Dutch Indies Tour Heritage” yang diselenggarakan oleh Yayasan Warna Warni Indonesia. Malam pemutaran film yang juga akan diramaikan dengan berbagai kesenian dari Rumah Budaya Keratonan ini rencananya akan dihadiri oleh Wali Kota Surakarta, para pegiat kebudayaan, dan tokoh-tokoh masyarakat di Solo dan sekitarnya.

Pada kesempatan yang sama, Yayasan Warna-Warni juga akan menyerahkan seperangkat monitor kepada Museum Radya Pustaka. Monitor ini diperuntukkan sebagai medium pemutaran dua film produksi Yayasan Warna Warni (Jejak Napoleon Bonaparte di Surakarta dan Bengawan Solo, Riwayatmu Dulu) yang mengisahkan sejarah di balik koleksi museum Radya Pustaka. Dengan adanya monitor ini, film tersebut dapat diputar secara reguler dan dinikmati oleh pengunjung Museum Radya Pustaka.

“Kita harus mengetahui kisah di balik benda-benda bersejarah yang ada di dalam museum. Museum harus menjadi wadah edukasi, tempat kita belajar pada sejarah. Museum tidak boleh sekadar menjadi tempat penyimpanan koleksi yang tidak menceritakan apa-apa,” tutur Krisnina Maharani Akbar Tandjung, Ketua Yayasan Warna-Warni Indonesia dalam siaran pers yang diterima tirto, Senin (10/10/2016)

Baca juga artikel terkait PEMUTARAN FILM atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Film
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh