tirto.id - Terkait letusan freatik Gunung Merapi yang terjadi Jumat (11/5/2018) sekitar pukul 07.45 WIB pagi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta mengimbau kepada masyarakat, untuk tidak melakukan aktivitas apapun di radius dua kilometer dari puncak.
"Imbauannya, tidak boleh ada aktivitas apapun dari puncak. Seharusnya, pada radius tersebut memang tidak ada penduduk," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaidah di Yogyakarta, Jumat (11/5/2018).
Gunung Merapi mengalami letusan freatik pada Jumat (11/5/2018) pukul 07.40 WIB dengan tinggi kolom letusan mencapai 5,5 kilometer (km) berdurasi sekitar lima menit.
Hanik menyebutkan, letusan freatik tersebut hanya terjadi satu kali dan tidak ada letusan susulan meskipun sempat terdengar suara gemuruh.
Hanik mengatakan, letusan freatik di Merapi tidak hanya terjadi saat ini tetapi sudah terjadi beberapa kali dan merupakan kondisi normal setelah letusan besar di Merapi yang terjadi pada 2010.
"Letusan ini dipicu akibat ada uap air yang bertemu dengan panas yang menyebabkan terjadi embusan. Letusan didominasi uap air. Suara gemuruh yang terdengar bisa saja terjadi seperti saat orang merebus air sampai mendidih," katanya.
Sebelum terjadi erupsi, jaringan seismik Gunung Merapi tidak merekam peningkatan kegempaan.
Namun demikian, sempat teramati peningkatan suhu kawah secara singkat pukul 06.00 WIB atau sekitar dua jam sebelum erupsi. Dan setelah erupsi, kegempaan yang terekam tidak mengalami perubahan dan suhu kawah mengalami penurunan.
Ia mengimbau masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi agar tidak panik dan selalu mematuhi petugas di lapangan. Saat ini, Gunung Merapi dalam status aktif normal. Sedangkan hujan abu akibat letusan freatik tersebut terjadi hingga wilayah Kota Yogyakarta.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo