tirto.id - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menuturkan, ketersediaan gula di tanah air masih aman. Hal tersebut disampaikan Syahrul usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023).
"Dari ketersediaan neraca kita masih positif, rata-rata yang dibutuhkan per tahun sudah dalam stok atau proses stok yang saya tahu itu. Sampai detik ini dari neraca Kementan sih masih," kata Syahrul.
Diketahui harga gula konsumsi saat ini mengalami kenaikan harga. Rerata harga mencapai Rp14.680 per kilogram pada Senin (17/7/2023). Sebelumnya, gula konsumsi dibanderol RP14.650 per kilogram.
Sementara itu, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menaikkan harga pembelian gula kristal putih (GKP) di tingkat petani dari Rp 11.500/kg menjadi minimal Rp 12.500/kg. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Badan Pangan Nasional Nomor 159/TS.02.02/K/6/2023 tentang Harga Pembelian Gula Kristal Putih Di Tingkat Petani dan berlaku mulai 3 Juli 2023.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan SE tersebut berfungsi sebagai dasar harga pembelian GKP oleh pelaku usaha gula di tingkat petani. Aturan itu dibuat juga untuk menjaga keseimbangan harga gula dari hulu hingga hilir di tengah musim giling tebu yang sedang berlangsung.
"Dengan pendapatan yang baik, diharapkan minat masyarakat atau petani tebu untuk menanam dan meningkatkan produksi tebunya semakin tinggi sehingga dapat mendorong peningkatan ketersediaan bahan baku tebu yang berdampak pada peningkatan produksi gula nasional," kata Arief dalam keterangan tertulis, Senin (3/7/2023).
Sementara itu, Harga pokok penjualan (HPP) gula yang ditetapkan pemerintah dinilai masih di bawah harapan para petani tebu. Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian mengklaim petani tebu berharap HPP gula Rp15.000 per kilogram.
"Penetapan harga pemerintah masih jauh di bawah harapan petani. Petani pasti sudah memperhitungkan harga yang sudah semestinya mereka terima untuk mengakomodir kenaikan harga pupuk dan bbm subsidi," ucap Eliza saat dihubungi Tirto, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Eliza mengatakan, naiknya harga gula seharusnya disesuaikan dengan harga produksi. Sebab, sejak kenaikan harga pupuk non subsidi dan kenaikan BBM subsidi, telah menyebabkan kenaikan biaya distribusi.
"Kenaikan ini sebetulnya karena pemerintah memang sudah seharusnya menyesuaikan dengan harga produksi. Karena, sejak kenaikan harga pupuk non subsidi dan kenaikan bbm subsidi yg menyebabkan kenaikan biaya distribusi hal ini sudah pasti meningkatkan biaya produksi," ucapnya.
"Jadi memang sudah seharusnya menaikkan, bahkan kalau bisa sesuai dgn rekomendasi petani tebu agar mereka bergairah berproduksi, Harga yang menguntungkan akan memotivasi petani untuk semangat berproduksi" tambahnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin