Menuju konten utama

Mental Jago Kandang Pemilik Senjata Api di Indonesia

Selain Anwari, banyak kasus oknum aparat atau sipil lain yang menggunakan senjata api di luar ketentuan.

Mental Jago Kandang Pemilik Senjata Api di Indonesia
Propam memeriksa senjata api milik jajaran polisi Polres Bogor di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/10/2017). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Kasus seperti DR. dr. A. Anwari H. Kertahusada., Sp.KFR.,MARS.,MHKES.,SH., dokter yang meledakkan pistol di hadapan juru parkir mal Gandaria City Jumat (6/10) lusa kemarin karena menolak bayar parkir sebesar Rp 5 ribu, bukanlah yang pertama. Sudah banyak contoh pengancaman serupa yang dilakukan aparat ataupun warga sipil di luar kewenangan mereka.

Maret tujuh tahun silam, seorang anggota Brimob dengan inisial MP, menodongkan senjata api ke Fauzian, karyawan salah satu hotel di Rokan Hilir, Riau, karena tidak dibelikan roti bolu. Saat itu Brimob berpangkat Bripda ini datang dalam kondisi mabuk berat.

Ketika korban mengatakan bahwa permintaan MP tidak bisa dipenuhi karena ada aturan yang menyebut petugas lobi tidak boleh keluar, pelaku langsung emosi dan melancarkan pukulan hingga beberapa kali. "Pelaku juga sempat menodongkan pistol," kata Rahmad, saksi yang ada di sekitar TKP, dikutip dari Antara.

Tahun 2012, seorang laki-lak yang mengaku anggota polisi yang bertugas di Bandara Soekarno-Hatta, menodongkan senjata api ke tukang parkir karena ditagih biaya parkir Rp 1.000. Kasus ini terjadi di depan Arena Bilyard Layur, Pulo Gadung.

Dua tahun berselang, tepatnya pada Maret 2014, dua orang yang mengaku sebagai anggota Brimob Polda Sulawesi Tenggara menodongkan pistol kepada pengunjung salah satu tempat hiburan malam di Jalan MT Haryono, Kendari. Musababnya, korban menegur pelaku karena dinilai tidak sopan ketika menyapa teman perempuan korban.

Lalu pada September 2016, Bripka KO, anggota Ditresnarkoba Polda Maluku, mengejar seorang laki-laki dengan pistol yang membuat warga di sekitar tempat kejadian ketakutan. Motif pengejaran disinyalir karena persoalan asmara. KO akhirnya dilaporkan ke Polsek Baguala.

Sementara kasus yang lumayan baru, pada Juli lalu, pengguna Facebook dengan nama Grace Blessing Marbun sempat mengunggah foto dan video yang mengatakan bahwa seorang pengguna APV menodongkan pistol ke pengemudi taksi online di kawasan Mega Kuningan yang tengah macet. Grace adalah penumpang taksi online yang pengemudinya ditodong tersebut.

"Dia keluarin pistol terus nodong driver-nya. Sudah dikokang juga sama dia, siap nembak tapi kayaknya otaknya tiba-tiba sehat dan akhirnya dia pergi sambil maki-maki," tulisnya sebagai keterangan foto. Postingan ini sendiri sudah dihapus. Diketahui kemudian pria yang menodongkan senjata itu adalah anggota Kostrad.

Baca juga

Kasus-kasus ini, dan kasus lainnya yang tidak disebutkan, menunjukkan ada yang salah dari mental mereka yang memegang senjata api. Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Puri Kencana Putri, mengatakan bahwa mereka-mereka ini punya "mental jago kandang."

Menurut Puri, insiden seperti yang terjadi di mal Gandaria City itu adalah bukti bahwa kepemilikan senjata api di Indonesia belum terukur, tidak terinventarisir dengan baik, dan belum ada badan yang mampu mengevaluasi itu semua.

"Maksudnya, apakah kepemilikan senjata api berasal dari badan yang secara otoritatif memiliki, atau memang dimiliki murni ilegal?," kata Puri kepada Tirto, Minggu (8/10/2017).

Puri mengaitkan ini dengan kasak-kusuk senjata api ilegal yang sempat diutarakan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo beberapa waktu lalu. Menurutnya, dua kasus ini adalah bukti bahwa memang kepemilikan senjata api di Indonesia harus dievaluasi.

Pistol milik Anwari untuk menggertak petugas parkir sendiri diketahui didapat sejak tahun 2000 dari seorang teman. Bila memang benar demikian, maka kepemilikan pistol tersebut bisa dikatakan ilegal. Apalagi, profesi Anwari sebagai dokter rehabilitasi fisik tidak menuntutnya untuk memiliki senjata api.

Sementara Direktur Imparsial, Al Araf, mengatakan hal serupa, bahwa regulasi kontrol senjata api di Indonesia memang masih lemah. Selama ini, katanya, kita hanya menggunakan UU warisan Orde Baru yang sudah tidak lagi kontekstual.

"Karena itu untuk pemerintah dan DPR segera membuat kontrol senjata api dan bahan peledak (melalui aturan yang lebih kontekstual)," kata Al Araf.

Baca juga artikel terkait PENGANIAYAAN atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti