tirto.id - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berharap Afghanistan tidak dijadikan tempat pelatihan organisasi teroris, setelah negara itu dikuasai oleh kelompok Taliban pada pertengahan Agustus lalu.
“Indonesia berharap Afghanistan tidak dijadikan sebagai tempat berkembang biak dan pelatihan organisasi teroris dan kegiatan yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Retno saat menyampaikan pernyataan pers secara virtual, usai pertemuan menteri luar negeri dan menteri pertahanan (2+2) Indonesia-Australia di Jakarta, Kamis (9/9/2021) dilansir dari Antara.
Permintaan tersebut telah disampaikan langsung oleh Retno saat bertemu perwakilan Taliban di Doha, Qatar, pada 26 Agustus lalu.
Menurut Retno, Indonesia memantau secara dekat situasi di lapangan termasuk pembentukan pemerintah sementara (caretaker government) yang diumumkan Taliban pada Selasa (7/9) lalu.
“Indonesia terus menggarisbawahi pentingnya membangun pemerintahan yang inklusif di Afghanistan,” kata Retno.
Selain itu, Retno menyampaikan bahwa Indonesia juga berharap agar hak asasi manusia, khususnya hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan, terus dihormati dan dimajukan.
Sependapat dengan Menlu RI, Menlu Australia Marise Payne juga menyoroti perlunya rezim pimpinan Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan di negara itu.
“Indonesia memiliki peran penting sebagai negara muslim dengan suara yang kuat dalam isu ini,” ujar Payne.
Sebelumnya, kelompok Taliban menunjuk Mullah Hasan Akhund, seorang teman dekat mendiang pendiri Mullah Omar, sebagai kepala pemerintahan Afghanistan yang baru.
Sebagai wakilnya, Taliban mengangkat Mullah Abdul Ghani Baradar, kepala kantor politik kelompok itu. Semua yang ditunjuk, termasuk yang ditugaskan sebagai menteri-menteri, berkapasitas sebagai pelaksana tugas atau bersifat sementara.
Dunia menyambut susunan pemerintahan baru di Afghanistan dengan hati-hati. Menggarisbawahi kewaspadaannya, Amerika Serikat menekankan bahwa itu adalah “kabinet sementara” sedangkan Uni Eropa menyuarakan ketidaksetujuan mereka pada penunjukan kabinet itu.
Sementara Cina menyatakan siap melanjutkan komunikasi dengan pemerintahan baru Taliban di Afghanistan, Jerman justru menyampaikan keprihatinannya terhadap struktur pemerintahan sementara yang dibentuk Taliban yang dinilai tak memberi optimisme.