tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pelarangan aplikasi GPS dalam berkendara.
"Mungkin tidak bolehnya pada saat seperti apa [itu perlu diperjelas]. Kalau GPS-nya dipegang driver bisa. Tapi kalau dia dipasang di mobil, masa itu tidak boleh juga?," kata Rudiantara kepada reporter Tirto, usai acara ‘DBS Asian Insights Conference’ di Hotel Mulia, Kamis (31/1/2019).
Pelarangan GPS, kata dia, pada kendaraan perlu diperjelas. Ia menilai pelarangan GPS dapat dibenarkan dalam beberapa kondisi, tetapi belum tentu berlaku setiap saat.
Dia mencontohkan, sopir taksi dan pengemudi transportrasi umum menggunakan GPS untuk pekerjaan.
Kemudian di luar negeri, kata Rudiantara, sopir menggunakan GPS, karena tidak hafal jalan. Karena itu, dengan bantuan GPS, mereka dapat dengan mudah menemukan tujuannya hanya dengan memasukan nama lokasi.
Teknologi GPS, kata dia, juga diterapkan dalam beberapa industri transportasi di Indonesia seperti transportasi berbasis aplikasi.
"Kalau di Indonesia (sopir) dilarang itu gimana (dampaknya), saya gak tau?," ucap Rudiantara.
Terkait tindak lanjut putusan MK, Rudiantara memilih kooperatif dan menghormatinya. Di sisi lain, kata dia, putusan MK itu tidak sepenuhnya buruk, sebab didasarkan pada pertimbangan keselamatan pengendara.
"Kita harus bijak lah. Tidak bisa juga kita meniadakan UU. Tapi tetap pelaksanaannya kita harus liat seperti apa," ucap Rudiantara.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak penafsiran yang diajukan oleh kelompok pengendara terkait penggunaan GPS dalam kendaraan.
Sebelumnya, pemohon yang terdiri atas Toyota Soluna Community, dalam hal ini diwakili oleh Sanjaya Adi Putra dan Naldi Zen; dan pengendara bernama Irfan meminta penjelasan Pasal 106 ayat (1) terhadap frasa “menggunakan telepon” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk penggunaan aplikasi sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang biasa disebut Global Positioning System (GPS) yang terdapat dalam telepon pintar (Smartphone)”.
Penggugat juga meminta MK menyatakan Pasal 283 terhadap frasa “melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan” bertentangan dengan UUD 1945.
Hal itu juga dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk penggunaan aplikasi sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang biasa disebut Global Positioning System (GPS) yang terdapat dalam telepon pintar (Smartphone)”. Namun, gugatan tersebut ditolak karena tidak tidak berdasarkan hukum.
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum," kutip amar putusan dengan nomor perkara Nomor 23/PUU-XVI/2018 sebagaimana dilansir dari laman MK.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali