tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengklaim, inflasi Indonesia terkendali meski ada tekanan dari harga pangan dan energi cukup berat. Dia merinci per Agustus 2022, inflasi dalam negeri turun menjadi 4,6 persen secara year on year (yoy).
“Jika melihat inflasi Indonesia bulan lalu, Agustus dari 4,9 persen turun sedikit menjadi 4,6 persen. Inflasi biasanya terjadi pada bulan September,” ungkap Sri Mulyani dalam Bloomberg Recovery and Resilience: Spotlight on ASEAN Business secara hybrid, dikutip Selasa (13/9/2022).
Dia mengatakan, jika dilihat dari komponennya, volatile food merupakan penyumbang inflasi utama. Seperti halnya yang berasal dari gandum dan minyak goreng yang sangat berkorelasi tinggi dengan situasi geopolitik.
“Jadi pertanyaan dari sudut pandang kebijakan, bagaimana kita akan merespons inflasi yang terutama dari gangguan pasokan," ujarnya.
Sementara itu, tekanan harga energi menyebabkan pemerintah menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Solar dan Pertalite mengalami kenaikan harga rata-rata 30 persen.
Dia mengatakan, kebijakan ini di satu sisi sedikit melepaskan tekanan pada anggaran subsidi, namun di sisi lain meningkatkan inflasi administered price.
“Jadi kami mencoba untuk memastikan bahwa pertama jika masalah datang dari sisi pasokan, kami akan mengatasi di sisi pasokan,” jelasnya.
Dia memaparkan pula jika Bank Indonesia sebagai otoritas sisi moneter juga menetapkan kebijakan yang mampu mengelola ekspektasi inflasi serta stabilitas rupiah. Di tengah dolar yang terus menguat, depresiasi Indonesia sekitar 4,5 persen terhitung ringan atau sedang jika dibandingkan dengan banyak negara lain.
"Hal ini karena kinerja neraca pembayaran Indonesia yang cukup baik," ujarnya.
“Neraca perdagangan telah surplus selama 27 bulan, jadi kami memiliki lebih banyak ketahanan di sisi eksternal, tetapi kami tahu bahwa situasi global tidak akan mudah,” pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin