tirto.id - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menuturkan, kasus COVID-19 tengah memuncak. Hal ini merespons pertanyaan wartawan soal kenaikan kasus COVID-19 dalam beberapa hari terakhir.
“Pengamatan kita sudah sampai di puncak,” kata Menkes Budi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (1/12/2022).
Budi menuturkan, pertama adalah pendekatan scientific berdasarkan kenaikan positivity rate. Ia mengatakan, positivity rate naik ke 10-20 persen ketika kasus naik pada umumnya. Angka tersebut naik 100 persen setelah 20-30 persen saat kenaikan kasus terjadi.
Akan tetapi, kata Menkes Budi, kenaikan hanya 50 persen dan turun menjadi 35 persen. “Begitu turun dari 35 ke 30, itu tanda peak-nya tercapai yang kita lihat laju dari positivity rate," kata Budi.
“Nah sekarang positivity rate kita turun di selurh Indonesia dan provinsi besar. Seharusnya seminggu-dua minggu turun. Secara scientific ini turun karena portofolio dari varian baru," tutur Budi.
Budi mencontohkan bagaimana varian COVID-19 delta sempat naik dan menjadi 90 persen dari populasi virus. Virus ini menguasai satu daerah. Kemudian kejadian terulang saat varian omicron merebak. Kemudian turun berganti dengan varian XBB dan Bq1.
“Populasi XBB dan Bq1 itu sudah 80% dari varian yang ada, mereka sudah take over Ba4 dan Ba5. Itu adalah ciri ciri mereka jenuh nanti akan turun. Itu sebabnya kita beda peramal naik turun lain berdasarkan data. PR secara empiris kita lihat ke belakang dan data varian genomic secara satu minggu dan dua minggu akan turun," kata Budi.
Budi mengatakan, 74 persen dari total angka yang masuk rumah sakit akibat COVID-19 karena belum vaksin booster. Lalu, 84 persen yang meninggal juga akibat belum booster.
“Jadi sekarang ini terlihat orang yang belum divaksin kelihatan dan belum. Yang belum, risiko dan meninggal tinggi karena 50 persen yang meninggal orang yang belum divaksin. Kalau teman punya saudara, ibu, ayah, kakek cepat divaksin karena risiko mereka tinggi,” kata Budi.
Ia pun menjawab bahwa penentuan pandemi COVID-19 bukan pada kewenangan pemerintah, tetapi pada WHO. "Karena sudah terkendali berakhir apa nggak, kan, WHO yang tentuin," tutup Budi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz