tirto.id - Koswara turun dari ruang kemudi. Pria asli Sumedang itu meregangkan badannya setelah sejak pukul lima pagi wira-wiri mencari penumpang dengan angkot berkelir merah dari Terminal Lebak Bulus hingga Jalan Margasatwa, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Ia akan terus bekerja sampai malam.
"Olahraga dikit biar gak kaku," katanya.
Pria berusia 51 tahun ini mengaku menempuh trayek dengan panjang kira-kira 13 km. Meski sudah tiga kali bolak-balik, Koswara mengaku "baru dapat dua penumpang." Kendaraan berlabel "Ok Otrip" (One Karcis One Trip) ternyata tidak otomatis membuatnya lebih mudah mengumpulkan receh.
Koswara adalah satu dari sekian pengemudi angkutan umum yang ikut Ok Otrip. Trayeknya masuk dalam program unggulan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Anies Baswedan-Sandiaga Uno mulai sejak Senin (19/2) kemarin. Uji Coba trayek ini rencananya bakal berlangsung hingga tiga bulan. Selama itu, penumpang tidak perlu membayar sepeser pun alias gratis.
Rute angkutan meliputi Lebak Bulus-Pondok Labu dari Terminal Lebak Bulus - Jl. Ps. Jumat - Jl. Lebak Bulus Raya - Jl. Pertanian Raya - Jl. Delima Raya - Jl. Karangtengah Raya - Jl. Karangtengah 1 - Jl. H. Ipin - Jl. RS. Fatmawati - Jl. Pinang Raya - Jl. Pinang 1 - Jl. Margasatwa. Sementara untuk rute kembali dari Jl. H. Ipin - Jl. Karangtengah 1 - Jl. Karangtengah Raya - Jl. Delima Raya - Jl. Pertanian Raya - Jl. Lebak Bulus Raya - Jl. TB. Simatupang - Terminal Lebak Bulus.
Angkot yang dipakai mengangkut penumpang terhubung dengan halte TransJakarta koridor 8 (Terminal Lebak Bulus - Harmoni Sentral) dan perhentian bus di Jalan Haji Ipin dengan TransJakarta koridor 1E.
Ada delapan angkot yang ikut dalam program. Semuanya berasal dari Koperasi Wahana Kalpika(KWK). Selain stiker di body, angkot ini juga dilengkapi mesin pembaca yang berada di dashboard.
Satu mobil "dipegang" oleh dua sopir. Satu sopir bekerja dari pukul lima pagi sampai satu siang, lainnya bertugas melanjutkan hingga sepuluh malam.
Selama masa uji coba atau hingga dirasa tak lagi diperlukan, sopir-sopir ini akan ditemani oleh petugas TransJakarta yang bertugas mirip instruktur. Mereka, misalnya, akan mengingatkan sopir mengenai rute yang harus ditempuh.
Koswara memaklumi jika peminat Ok Otrip masih sedikit karena baru dua hari beroperasi. Tugasnya, kata Koswara, memang sekaligus mensosialisasikan trayek baru itu. Pada hari pertama uji coba juga demikian. Agak ramai ketika memasuki sore hari.
"Kemarin sampai jam 10 dapat 26 orang," aku Koswara, yang sebelumnya bekerja sebagai sopir angkot KWK S 02 jurusan Pondok Labu - Srengseng Sawah.
"Pengen Coba Aja"
Wati mungkin salah satu orang yang paling pertama menjajal trayek baru ini. Perempuan berusia 33 tahun yang tinggal di Jalan Karang Tengah, Komplek Pertanian Lebak Bulus, Jakarta Selatan ini satu-satunya orang yang naik angkot sepanjang saya mengikuti sopir.
Ia mengaku penasaran dengan program ini. "Pengen coba aja," katanya.
Sehari-harinya Wati jarang naik kendaraan umum. Ia memilih naik kendaraan pribadi. Ia mengaku puas setelah mencoba naik angkot ini meski baru sekali. "Enak ya di sini nyaman," katanya.
Ia juga baru tahu bagaimana sebenarnya mekanisme Ok Otrip ini, bahwa hanya dengan membayar Rp3.500, setiap orang bisa naik angkot dan lanjut TransJakarta selama tiga jam. Tentu ini lebih murah ketimbang harus naik angkot dan TransJakarta secara terpisah.
Hal yang sama dikatakan Basro (55 tahun), penumpang lain yang saya temui di terminal. Katanya, "Mumpung gratis dan enak ternyata di sini. Bersih." Ia berharap kendaraan segera ditambah.
Keuntungan
Kesaksian Basro dan Wati memang benar adanya. Saya merasakannya sendiri ketika menjajalnya dari Terminal Lebak Bulus - Pasar Pondok Labu. Jika angkot lain di Jakarta kadang lantainya berserak sampah, tidak demikian dengan angkot ini. Meski memang angkot yang saya naiki tidak dilengkapi dengan pengharum—yang tentu saja bisa ditambah agar penumpang makin nyaman.
Kelebihan lainnya adalah angkot tidak akan menaik-turunkan penumpang sembarangan karena sudah ada tempat khusus untuk itu dan terlalu lama "ngetem".
"Kan kita sudah tidak ngejar setoran lagi, jadinya tidak ngetem" ucap Leo, salah satu sopir. Program ini memang membuat sopir tidak lagi menyetor uang ke pemilik. Mereka digaji dengan hitung-hitungan keuntungan per kilometer sesuai dengan kontrak/perjanjian kerja.
Konsekuensi turunannya adalah sopir tidak merasa perlu ngebut membawa kendaraan. Kata Leo, baik Pemprov atas koperasi angkot tempatnya bekerja juga sudah mewanti-wanti untuk tidak membawa kendaraan dengan kecepatan lebih dari 50 km/jam.
"Kami disuruh jangan ugal-ugalan bawanya," kata Leo.
Leo juga menjamin bahwa tidak bakal mengizinkan lagi pengamen untuk mencari uang di angkot yang ia kendarai karena memang ada instruksi untuk itu. Namun soal ini belum benar-benar bisa dipastikan mengingat pengamen kerap tidak mengindahkan sopir.
Lainnya, proyek Ok Otrip juga agaknya belum bisa memastikan bahwa kerawanan yang kerap terjadi di angkutan umum seperti perampokan atau pelecehan seksual bisa teratasi.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Rio Apinino