tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana kasus tindak pidana korupsi dan gratifikasi terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari, hari ini (23/9/2020). Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara, tertulis kasus dengan nomor 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst akan disidang pukul 9 pagi.
Pengadilan belum menentukan sidang digelar daring atau tatap muka. "Jika JPU menghadirkan langsung terdakwa, tentu dengan protokol kesehatan yang ketat dan pengunjung sidang akan diseleksi untuk mencegah COVID-19," kata Juru Bicara PN Jakpus Bambang Nurcahyo kepada reporter Tirto, Selasa (22/9/2020).
Kuasa hukum Pinangki, Jefri Moses, mengatakan dakwaan terhadap kliennya "banyak yang tidak sesuai." Namun, ia belum mau optimistis apakah Pinangki bisa bebas. Ia hanya memastikan akan melakukan pembelaan terbaik.
"Kami akan menyiapkan strategi pembelaan yang maksimal kepada mbak Angki," kata Jefri, advokat dari NKHP Law Firm, kepada reporter Tirto.
Kasus Pinangki
Pinangki, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, diduga terlibat dalam upaya meloloskan koruptor Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra dari hukum. Djoko buron bertahun-tahun tapi kini sudah ditangkap.
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Kamis (17/9/2020), Pinangki diduga bertemu Djoko Tjandra bersama advokat Anita Kolopaking dan pihak swasta, Andi Irfan Jaya, di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur Malaysia. Di sana Djoko Tjandra meminta bantuan Pinangki.
Djoko Tjandra lantas menyetujui proposal 'action plan' yang ditawarkan Pinangki dan dua rekan lain agar bebas dari jerat hukum. Sebagai kompensasinya, "Joko Soegiharto Tjandra bersedia menyediakan imbalan berupa sejumlah uang sebesar 1 juta dolar AS." Uang itu "akan diserahkan melalui pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya selaku rekan dari terdakwa Pinangki Sirna Malasari."
Proposal 'action plan' yang digagas Pinangki juga menyeret pejabat lain. Sebab, "terdakwa PSM, Sdr. Andi Irfan Jaya, dan Sdr. Joko Soegiarto Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung guna keperluan mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," kata Hari.
Fatwa yang dimaksud adalah fatwa yang dikeluarkan Mahkamah Agung agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi.
Djoko Tjandra lantas memerintahkan adik iparnya, Herriyadi, untuk memberikan uang muka sebesar 500 ribu dolar AS. Uang tersebut diserahkan kepada Andi dan kemudian diberikan kepada Pinangki. Pinangki lantas memberikan 50 ribu dolar AS sebagai pembayaran jasa awal penasihat hukum.
'Action plan' Pinangki ternyata tidak ada yang berhasil. Djoko Tjandra memutuskan menghentikan 'kontrak' dengan memberikan catatan 'no' dalam notes.
Meski 'action plan' dibatalkan, uang 450 ribu dolar AS masih dipegang oleh Pinangki. Pinangki lantas menukarkan uang tersebut dengan bantuan supirnya. Ia kemudian membeli BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika, membayar sewa apartemen/hotel di New York, membayar dokter home care, membayar tagihan kartu kredit, dan transaksi lain--semuanya kepentingan pribadi.
Mantan jaksa fungsionaris itu juga menggunakan duit untuk membayar sewa Essence Darmawangsa Apartment dan apartemen The Pakubuwono Signature.
Atas semua itu Pinangki diduga dijerat pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 11 UU 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; pasal 3 UU 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; dan pasal 15 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 15 jo pasal 13 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 88 KUHPidana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino