Menuju konten utama
Expose

Mengungkap Sisi Gelap Industri Film Dewasa

Pemeran film dewasa kerap dipaksa melakukan adegan seksual di luar skrip, mengalami kekerasan seksual baik fisik maupun verbal oleh sutradara.

Mengungkap Sisi Gelap Industri Film Dewasa
Header EXPOSE Eksploitasi Pemeran Video Porno. tirto.id/Parkodi

tirto.id - "Yang sempat beredar itu adegan threesome dan saat aku berdua yang setelah aku ibadah tiba-tiba lawan main ku memaksa untuk beradegan intim. Padahal di script tidak seperti itu," ungkap selebgram Fransiska Candra Novitasari atau Siskaeee kepada Tirto melalui wawancara zoom, Selasa (3/9/2023).

Tak hanya itu, ada sejumlah adegan lainnya yang dipaksa untuk dimainkan di luar skrip ketika Siskaeee tengah dirawat di rumah sakit.

"Ceritanya calon suamiku jagain, tiba-tiba mantan pacarku datang, terus di script itu enggak ada sama sekali, terus terjadi lah adegan semi (Porno) juga," ucapnya.

Siskaeee merupakan salah satu korban eksploitasi dari rumah produksi (PH) film porno Kelas Bintang yang berada di Jakarta Selatan yang kasusnya kini telah ditangani di Polda Metro Jaya. Film tersebut berjudul "Keramat Tunggak".

Hal tersebut bermula ketika pada April 2022 lalu, Siskaeee dikirim pesan singkat berkali-kali melalui Instagram oleh PH Kelas Bintang. Merasa risih, akhirnya ia pun dengan terpaksa meresponsnya.

Pelaku pun menawarkan Siskaeee berperan sebagai seorang pekerja seks komersial (PSK) yang bertaubat. Dengan dalih untuk membangun citra positif Siska yang selama ini mendapat stigma dari masyarakat akibat kasus pornografinya belakangan ini.

Siskaeee ditawari nilai kontrak Rp10 juta untuk syuting tiga hari tiga malam di kawasan Jakarta dan Bogor. Syuting diambil pada bulan Ramadan dan rencana ditayangkan pada Lebaran.

Ia pun diberikan naskah film tersebut dan menerimanya. Namun apa yang dijanjikan berbanding terbalik. Sang sutradara, Irwansyah, sering memintanya melakukan improvisasi dan beradegan di luar naskah. Yakni beradegan semi porno aksi dengan lawan mainnya.

Tak terima, ia pun protes, berulang kali menolak, dan mau meninggalkan lokasi syuting. Tetapi sang sutradara terus membujuk jika Siskaeee telah tanda tangan kontrak dan meyakinkannya jika PH miliknya legal. Modus itu dilakukan berkali-kali untuk memanipulasi Siskaeee.

Sutradara juga mengklaim jika adegan tersebut hanya untuk stok video saja dan akan dihapus setelah film tersebut tayang.

"Tapi kok pas penggerebekan kemarin penyidik masih menemukan file masternya. Berarti itu menyalahi surat perjanjian antara PH sama aku," tutur Siskaeee dengan nada marah.

Bahkan Siskaeee kerap diminta untuk beradegan menggunakan pakaian G string hingga telanjang. Ia terus menolak. Hanya ada satu adegan menanggalkan pakaian ketika mandi, itu pun ia tutup menggunakan nipple pads.

Bentuk eksploitasi yang dialami oleh Siskaeee yakni namanya dicatut dalam film Kramat Tunggak 2 yang diperankan oleh orang lain tanpa persetujuannya. Alasannya tak ingin ikut bermain di film kedua karena film pertama mengalami eksploitasi.

"Yang saya bisa katakan itu adalah film semi porn dewasa gitu kan, cuma judulnya ada namaku. Jadi aku merasa kecewa dan merasa dieksploitasi di situ," ujarnya.

Sejumlah bentuk eksploitasi yang menimpanya itu berdampak terhadap psikisnya, jadwal pekerjaannya teritunda, hingga job pekerjannya yang hilang. Tak hanya itu, keluarganya juga menjadi khawatir lantaran Siskaeee baru saja tersandung kasus pornografi.

Tak hanya dirinya, Siskaeee juga bercerita pemeran lain juga kerap mengalami pelecehan seksual. Bahkan, sutradara mengambil video behind the scene tanpa ada persetujuan pemeran dan adegan tersebut bocor ke publik.

Tak hanya Siskaeee, korban lainnya yaitu selebgram bernama Virly Virginia. Saya bertemu dengan Virly di sebuah kafe di kawasan Jakarta Timur. Raut wajahnya tampak stres menghadapi kasus yang saat ini tengah menimpanya. Perempuan yang mengenakan kemeja warna peach nampak berusaha tegar bercerita dengan saya.

Ia bercerita, awalnya dihubungi oleh Irwansyah pada Desember 2022 dengan dalih membuat konten di Youtube dengan fee sebesar Rp2 juta perhari. Pembayaran di awal sebesar Rp500 ribu. Terkadang jika Virly melakukan syuting tak sampai sehari, manajemen mengurangi upahnya dengan hanya membayar Rp1 juta saja.

Selama proses syuting, ia diminta mengenakan pakaian seksi. Bahkan pernah diminta untuk menanggalkan seluruh pakaian untuk dilakukan pengecekan tubuh. Ketika beradegan, tubuhnya dipegang-pegang oleh pemeran lain, termasuk Irwansyah yang berperan sebagai sutradara. Virly berulang kali menolak dan mempertanyakan pelecehan tersebut.

“Ini udah enggak benar nih. Terus dia bilang, ‘enggak perlu takut, ini legal kok. Nanti ditutupin (Bagian telanjangnya)’. Eggak tahu kenapa setiap dia ngomong itu, kita kayak orang kesirep (Termakan omongan),” kata Virly kepada Tirto, Selasa (10/10/2023).

Selama memerankan adegan, Virly tidak pernah mendapatkan skrip. Semua diarahkan langsung oleh sang sutradara. Bahkan pernah pada suatu waktu sang sutradara memanggil tukang kebun dan tukang sapu sebagai pemain extras. Mereka beradegan menggerayangi tubuh Virly dan berhubungan badan.

“Kita mesti beneran ngangkang. Kadang dibilang jijik sih jijik. Tapi ya bagaimana, memperankan kan mesti all out,” ujarnya dengan nada pasrah.

Bahkan Virly mengaku pernah diminta untuk memegang kemaluan Irwansyah.

“Namanya pelecehan, saya pernah marah. Dan di situ bilang, udah deh gue mau dibayar, enggak dibayar terserah. Akhirnya Irwansyah bujuk ‘janji nggak akan ada kayak gini-ginian lagi’,” terangnya.

Namun, kenyataannya Virly dan sejumlah talent lainnya terus-menerus mendapatkan pelecehan seksual.

Selama menjalani syuting dengan rumah produksi tersebut, Virly mengaku hanya mendapat skrip saat Film “Keramat Tunggak” saja. Kendati mendapat skrip, ia tetap saja masih diminta beradegan di luar naskah.

Hal yang membuatnya tak terduga, ketika ia dipaksa berciuman dengan Siskaeee dan akhirnya melakukan adegan threesome (berhubungan seks tiga orang) bersama seorang pria.

Pelecehan dan kekerasan secara verbal juga kerap kali dialami oleh Virly dan para talent lainnya oleh Irwansyah.

“Anjing lo Vir, gitu aja enggak bisa, mana ekspresinya keluarin."

“Lo pernah ng*** [berhubungan seksual] enggak? Lo harus keluar dong.”

Hal yang membuatnya semakin miris, ketika terdapat pemeran perempuan di bawah umur yang juga mengalami eksploitasi seksual.

“Gara-gara [bermain] film itu dan tersebar, (Talent) sampai dikeluarkan di sekolah. Dia sempat dijanjikan disekolahin oleh Irwan, tapi keburu ketangkep,” tuturnya.

Irwansyah juga sering mengambil video dengan meminta para talent menunjukkan bagian payudaranya untuk dibuat story di akun Instagramnya.

“Kadang para talent ada dengan sukarela membuka gitu, liatin belahannya doang. Dia melakukan pelecehan itu ketika istrinya (Sarah) tidak ada. Pas ada (Istri) dia pura-pura cuek dengan talent,” tuturnya.

Hal yang paling membuatnya khawatir, saat ini video behind the scene (BTS) sejumlah syuting yang pernah diperankannya tersebar keluar setelah kasus ini mencuat. Apalagi scene tersebut dikabarkan banyak potongan video vulgar para talent.

“Yang jelas itu kan bukan kesalahan kami. Padahal selama saya syuting sejak Mei, 2022 tak pernah bocor. Memang berarti yang harus diungkap adalah siapa yang menyebarkan yang harus ditangkap jadi tersangka, bukan para talentnya,” imbuhnya.

Seharusnya, kata dia, bukan hanya lima pelaku saja yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Seperti diketahui, polisi saat ini telah menetapkan lima tersangka: I (sutradara admin dan pemilik situs), JAAS (kameramen), AIS (editor), AT (penata suara), serta SE (sekretaris dan pemeran).

Ia mengatakan, banyak kru film yang terlibat dalam proses syuting tersebut. Virly pun menunjukkan sejumlah jabatan para Karyawan Kelas Bintang per Februari 2023: Irwansyah & Sara Christina (Owner); C (Tim Kreatif); TM & J (Sutradara), S (Desain Grafis); A & H (Editor); K & I (DOP); B (Kepala Produksi); A (Kepala Gudang); E (Talentt Kordinator); P (Legal); S (Marketing & Promotion); D (Staff Umum); A (Digital Web); R (Promotion Digital).

“Buat saya sih kenapa talent yang jadi korban. Ini segini banyak kan mereka semua mengetahui, mereka yang membuat, ya mereka harus bertanggung jawab juga,” tegasnya.

Infografik EXPOSE Ekploitasi Pemeran Video Porno

Infografik EXPOSE Ekploitasi Pemeran Video Porno. tirto.id/Parkodi

Relasi Kuasa & Ketidakberdayaan Talent

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menilai eksploitasi seksual yang dialami oleh para talentt rumah produksi Kelas Bintang karena adanya relasi kuasa yang dilakukan oleh pelaku kepada para korban yang merupakan bawahan mereka.

“Betul, karena talentt memiliki ketergantungan terhadap penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi kepada Tirto, Rabu (11/10/2023).

Ia menyatakan jika para talent diminta memerankan adegan di luar skrip, Itu artinya ada pelanggaran hubungan kerja, di mana pekerja dalam posisi yang lebih tidak berdaya dibandingkan pemberi kerja.

“PH sebagai pemberi kerja mengambil keuntungan dari lemahnya posisi tawar sebagai artis dengan iming-iming janji misalkan dalam pemberitaan akan dilakukan preview sebelum ditayangkan,” ucapnya.

Saat ini, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) dan/atau Pasal 34 Ayat (1) juncto Pasal 50 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lalu Pasal 4 Ayat (1) juncto Pasal 29 dan/atau Pasal 4 Ayat (2) juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 7 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 8 juncto Pasal 39 dan/atau Pasal 9 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kemudian berdasar penelusuran polisi, ada 12 artis yang berkelindan dalam perkara ini.

Menurutnya, seharusnya pihak kepolisian tidak hanya menindak manajemen rumah produksi dengan UU ITE dan UU Pornografi saja, tetapi perilakunya itu juga bisa dijerat dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dalam pasal 12 UU TPKS menjelaskan, “Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain”.

Ia menyatakan, jika dalam skrip tidak ada adegan intim dan pelanggaran kesepakatan kerja “Dapat dikategorikan eksploitasi seksual, karena perusahaannya dengan cara tipu muslihat atau hubungan keadaan dalam hal ini kontrak kerja atau memberi bayaran dengan maksud mendapatkan keuntungan atau memanfaatkan organ tubuh seksual yaitu misal payudara dan vagina, dengan orang lain,” tegasnya.

Atas peristiwa eksploitasi seksual tersebut, Komnas Perempuan meminta kepada Polda Metro Jaya untuk memeriksa kesepakatan kerja antara para talent dengan rumah produksi pornografi tersebut.

Misalnya apakah terdapat pelanggaran terhadap klausula kontrak kerja atau apakah para pihak menyepakati skenario film dan bagaimana adegan dilakukan. Selain itu, apakah ada tim penilai yang memastikan jika ada adegan intim yang tidak akan keluar dari skenario yang disepakati, serta hak dan kewajiban para pihak. Hal ini menjadi penting untuk menentukan siapa pelaku dan siapa korban.

“Kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, khususnya talent dan PH untuk memiliki pengetahuan dasar tentang perjanjian kerja, hak dan kewajiban, dan bagaimana menyampaikan keluhan atau complain Ketika dinilai ada pelanggaran kesepakatan,” pungkasnya.

Selain kasus tersebut, dalam empat tahun terakhir, terdapat beberapa nama publik figur atau selebgram yang terlibat dalam konten pornografi: Dea “Only Fans”; Fransiska Candra alias Siskaeee; Virly Virginia, dan Anisa Tasya Amelia atau Meli 3GP. Sementara dalam lima tahun terakhir, menemukan beberapa nama yang terjerat yaitu Rebecca Klopper dan Gisella Anastasia.

Tak hanya di Indonesia, kasus eksploitasi seksual ini juga terjadi dalam Industri Porno Jepang atau Japan Adult Video (JAV). Dikutip dari The Guardian, pada 2016 lalu, Pemerintah Jepang meluncurkan survei pertamanya mengenai rekrutmen perempuan muda yang rentan dalam industri ini.

Ditemukan bahwa 200 dari 20.000 yang disurvei telah menandatangani kontrak berkedok “modeling”, dan lebih dari 50 orang kemudian diminta untuk berpose telanjang atau berhubungan seks di depan kamera.

Sementara itu pada tahun 2016, sebanyak 100 perempuan mencari bantuan dari Lighthouse, sebuah LSM di Jepang yang mendukung korban perdagangan manusia, dan Kelompok Penentang Pornografi dan Kekerasan Seksual.

Angka tersebut mengalami peningkatan drastis dari tahun 2015 yaitu 62 kasus dan pada tahun 2104 sebanyak 36 kasus.

Dalam sebuah kasus besar yang mengakibatkan penangkapan tiga pencari bakat, seorang wanita dipaksa tampil di lebih dari 100 film. Jika menolak, keluarganya akan diberitahu. Bahkan, beberapa korban mengatakan mereka dipaksa melakukan hubungan seks tanpa perlindungan, atau diperkosa beramai-ramai.

Beberapa dari mereka yang mencoba kabur dari lokasi syuting dan tertangkap, kerap disekap di dalam hotel atau ditempatkan di remote area yang tidak memungkinkan untuk kabur.

KPPPA akan Dalami

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengatakan akan mendalami laporan korban yang diberikan kepada pihak kepolisian perihal kejadian yang sesungguhnya. Sejauh ini, KPPPA mengakui belum memiliki penanganan secara khusus di industri hiburan.

“Secara umum KPPPA melakukan sosialisasi dengan berbagai strategi, kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan Kementeriaan Ketenagakerjaan untuk kekerasan di tempat kerja,” kata Asisten Deputi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) KPPPA, Priyadi Santosa kepada Tirto, Jumat (6/10/2023).

Ia mengaku sejauh ini belum memiliki data secara spesifik eksploitasi atau pelecehan seksual di dunia industri. Akan tetapi, KPPPA memiliki Data Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan pada Tahun 2023.

Data kekerasan terhadap perempuan (KTP) sebanyak 4.655 kasus dengan korban sebanyak 4.737 orang. Dari jumlah terebut, sebanyak 886 orang atau 18,7% orang merupakan korban kekerasan seksual.

Sementara itu data total pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2021 yakni 1.010 kasus. Sedangkan pada tahun 2022 yakni 2.346 kasus. Priyadi mengaku saat ini belum memiliki langkah pencegahan secara spesifik di dunia industri. Sementara itu, kasus tersebut akan ditindak dengan UU TPKS 12/2022.

“Kalau penanganan sudah ada pula aturan mainnya, bisa lapor ke UPTD PPA setempat di Kabupaten/kota atau ke kami layanan SAPA 129 selanjutnya akan diidentifikasi berdasar kasusnya dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait FILM DEWASA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri