tirto.id - Bagi Johnny Sins, jadi bintang porno merupakan bentuk dedikasi. Ia percaya bahwa dunia porno adalah dunia yang layak diseriusi serta dikerjakan dengan totalitas maupun profesionalitas yang tinggi. Bila itu semua sudah terpenuhi, kesuksesan akan datang dengan sendirinya.
Kerja keras Johnny di dunia porno dirintis sejak 2006. Sampai saat ini, total, pria yang kerap dijuluki “Vin Diesel film porno” tersebut bermain di lebih dari 500 judul.
Tentu pencapaian ini tak datang dalam satu malam. Johnny bergelut dengan proses yang panjang. Untuknya, tubuh yang prima merupakan investasi jangka panjang sekaligus cara bertahan di dunia pornografi. Maka dari itu, Johnny tak ragu memacu dirinya sampai di atas batas.
Di pagi hari, misalnya, Johnny menyantap yogurt, rebusan kale, enam butir telur, susu yang dicampur oatmel, dua liter air, dan ditutup dengan menenggak beberapa vitamin—dari C, D, sampai minyak ikan. Setelahnya, Johnny baru masuk ke latihan fisik: naik sepeda maupun angkat barbel. Rutinitas ini dilakukannya dengan konsisten.
Johnny sadar usianya tak lagi muda. Oleh karenanya, menjaga tubuh menjadi satu-satunya resep agar dirinya mampu tampil penuh stamina ketika di ranjang sekaligus punya jalan karier yang terbentang panjang.
Mengalami Perubahan
Dari kisah Johnny, muncul satu pertanyaan: berapa lama sebetulnya durasi karier bagi bintang porno? Menjawab pertanyaan tersebut bukan perkara yang mudah. Pasalnya, menghitung lama karier aktor atau aktris porno kurang lebih sama seperti mencari besar pendapatan yang dihasilkan dalam industri ini.
Tidak banyak peneliti yang mencurahkan fokusnya untuk mengulik segala hal yang berkaitan dengan porno. Di benak dan pandangan mereka, porno masih jadi sesuatu yang tabu, asing, dan tak lebih dari sekadar ajang tukar birahi sekaligus lendir. Titik.
Namun, perspektif semacam itu tak berlaku bagi jurnalis bernama Jon Millward. Enam tahun silam, Millward mempublikasikan hasil penelitian yang kelak punya sumbangsih besar dalam dunia porno. Judulnya: “Deep Inside: A Study of 10.000 Porn Stars.”
Penelitian Millward bersumber dari Internet Adult Film Database, situs yang memiliki koleksi informasi 120 ribu judul film serta 115 ribu aktor maupun aktris porno di Amerika. Dari data itu, Millward melakukan serangkaian analisis terhadap 10 ribu bintang porno. Rinciannya: 7.000 perempuan dan 3.000 laki-laki.
Ada banyak hal (menyenangkan) yang dibahas Millward dalam risetnya. Ia, ambil contoh, mengkaji warna rambut yang paling populer di kalangan aktris porno. Lalu, ia juga mendedah secara detail dari mana saja aktris porno ini dilahirkan (California menempati urutan pertama). Penelitian Millward pun turut menghitung seberapa sering para bintang porno melakukan seks dengan gaya tertentu.
Ihwal durasi karier aktor maupun aktris dalam industri porno tak lupa juga dijelaskan dalam riset Millward. Temuannya mengatakan, makin ke sini, masa karier aktor dan aktris porno makin pendek. Di era 1970-an, aktor porno punya rentang karier sepanjang 12 tahun. Tapi, memasuki milenium, angkanya menyusut cuma jadi empat tahun saja.
Aktris porno setali tiga uang. Sekitar 40 tahun yang lalu, para aktris dapat bermain di industri porno selama kurang lebih sembilan tahun. Seiring waktu, durasinya kian pendek dan hanya berkisar di angka tiga.
Di saat bersamaan, data yang dihimpun Millward juga memperlihatkan bahwa usia rata-rata perempuan manakala ia masuk ke industri porno adalah 22 tahun. Sedangkan laki-laki: 24 tahun—turun lima angka dari yang terjadi pada era 1970-an (29 tahun). Hitung-hitungan sederhananya, bila aktris porno memulai kariernya pada umur 22, maka ia diprediksi hanya bisa bertahan sampai umur 25 tahun.
Pendeknya durasi karier aktor dan aktris porno di era kiwari tak bisa dilepaskan dari meningkatnya persaingan di dalam industri. Para pemain dituntut untuk selalu tampil maksimal. Bila tak memuaskan, bersiaplah digantikan dengan yang jauh lebih segar—dan muda.
Infgrafik karir bokep. tirto.id/Nauval Singkat dan Tak Jarang Malah Menyiksa
Menurut penelitian Millward, laki-laki lebih sulit masuk dalam industri porno dibanding perempuan. Agar bisa bermain di film porno, laki-laki harus punya relasi orang dalam dan kenalan sesama aktor maupun aktris.
Meski begitu, bagi perempuan kondisinya tak lantas jadi serba mudah. Dalam perjalanan kariernya di industri porno, perempuan punya potensi besar untuk mendapatkan hal-hal yang tidak diinginkan: dari perisakan, pelecehan, sampai kekerasan.
Adult Video News, pada 2010, meneliti 50 film porno dengan jumlah viewers paling banyak. Hasilnya, film-film itu, mayoritas, mengandung unsur kekerasan, secara fisik maupun verbal, kepada aktrisnya. Ada yang ditampar, dipaksa melakukan oral, sampai dipanggil dengan sebutan “jalang” atau “pelacur.”
Kondisi kian diperburuk dengan lingkungan kerja yang sama sekali tak ramah dengan para aktris-aktris porno ini. Paham ada adegan yang memuat kekerasan, misalnya, para kru di balik layar justru memaksa sang aktris untuk terus melanjutkannya. Mereka seolah tak peduli bahwa perlakuan itu bikin aktris-aktris menderita.
Walhasil, dari sini, aktris porno tak punya pilihan banyak selain pensiun lebih cepat, atau, yang paling ekstrem, mengakhiri hidupnya sendiri saking tak kuatnya menahan beban dan tekanan, seperti yang menimpa August Ames pada 2017 silam.
Ketika sudah tak lagi berkarier di dunia porno, para aktris ini seperti menyambut hidup baru—yang sebetulnya juga tak jauh dari dunia porno. Christy Canyon, bintang porno yang populer pada era 1980-an, misalnya, memilih untuk jadi penyiar radio Playboy dan berbisnis kecil-kecilan.
Lain Christy, lain pula Tera Patrick. Hari-harinya selepas pensiun diisi dengan tur buku, menjadi DJ (Disc Jockey), serta mengoperasikan perusahaan porno miliknya sendiri. Sementara Jesse Jane tak akan pergi jauh dari industri porno bila masa pensiunnya tiba.
“Ketika aku pensiun [dari dunia porno], mungkin aku tak akan benar-benar meninggalkan industri ini mengingat apa yang telah aku lewati selama 11 atau 12 tahun belakangan,” jelasnya kepada CNBC.
Industri porno tak semata soal nafsu. Ia juga berbicara tentang orang-orang yang kalah, yang bertahan hidup dari segala ketidakberuntungan, dan yang berupaya membangun kembali mimpi-mimpinya.
Editor: Nuran Wibisono