Menuju konten utama

Mengendus Kejanggalan Keuangan Komnas HAM

BPK menemukan sejumlah kejanggalan penggunaan uang di Komnas HAM yang nilainya mencapai Rp1,19 miliar. Juga ada laporan tanpa bukti pertanggungjawaban keuangan sebesar Rp1,01 miliar. Komnas HAM sudah mengembalikan Rp250 juta.

Mengendus Kejanggalan Keuangan Komnas HAM
Kantor Komnas HAM, Jakarta. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI merilis hasil pemeriksaan keuangan terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di tahun 2015. Kesimpulannya, BPK menyatakan disclaimer atas laporan keuangan Komnas HAM. Diclaimer berarti, BPK menolak memberikan opini lantaran sejumlah bukti keuangan yang belum lengkap.

Hasil pemeriksaan yang ditandatangi pada 24 Mei 2016 itu pun menunjukkan sejumlah kejanggalan. Misalnya, BPK menemukan sejumlah kegiatan fiktif, penyalahgunaan anggaran, kelebihan pembayaran honor dan proyek, serta laporan penggunaan uang tanpa bukti. BPK menaksir ada kerugian negara yang mencapai Rp1,19 miliar di Komnas HAM.

Kerugian negara berasal dari pelaksanaan kegiatan fiktif sebesar Rp820,25 juta, penyalahgunaan sewa rumah dinas komisioner sebesar Rp330 juta, pembayaran uang saku rapat di dalam kantor yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp22,37 juta, dan pembayaran honor pegawai yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp25,34 juta.

Laporan kegiatan fiktif yang dilakukan itu, terbukti dari temuan nota fiktif dan nota palsu. Nota fiktif adalah nota asli yang bukan dikeluarkan secara resmi oleh rekanan pihak ketiga yang bekerja sama dengan Komnas HAM. Selain itu, stempelnya pun berbeda dengan stempel asli rekanan pihak ketiga. Sedangkan nota palsu tak lain nota yang tidak diketahui dan tidak ditemukan alamat rekanan pihak ketiga yang sesuai tertera pada nota.

Temuan BPK menunjukkan, terdapat 585 nota fiktif senilai Rp680.257.815 yang terbagi di tiga tempat, yakni di Jakarta sebanyak 464 nota fiktif senilai Rp 634.257.715, di Ambon 101 nota fiktif senilai Rp36.019.000 dan di Jayapura sebanyak 20 nota fiktif senilai Rp9.283.000. Sedangkan untuk nota palsu, BPK menemukan 86 nota yang berasal dari Jakarta senilai Rp139.995.900.

Fotokopi Hingga Servis Motor

Temuan nota fiktif dan palsu BPK tidak hanya berasal di satu biro yang ada di Komnas HAM. Dari empat biro yang ada di Komnas HAM, yakni Biro Perencanaan, Pengawasan Internal dan Kerjasama, Biro Umum, Biro Administrasi Penegakan HAM, serta Biro Dukungan Pemajuan HAM, semuanya ditemukan nota fiktif dan palsu dalam kegiatannya.

Nota-nota itu pun beragam penggunaannya, mulai dari fotokopi, pembelian alat tulis kantor (ATK), konsumsi, hingga servis kendaraan bermotor. Untuk kegiatan di Jakarta, didapati nota fiktif fotokopi dan pembelian ATK yang dilakukan oleh Biro Administasi Penegakan HAM. Ada banyak nota fotokopi fiktif. Salah satunya dari Berkah Foto Copy sebesar Rp2,4 juta tertanggal transaksi 30 Juni 2015.

Tidak hanya di Biro itu saja, di Biro lainnya juga ditemukan nota fotokopi fiktif yang jumlahnya beragam. Adapun total nota fiktif fotokopi dan pembelian ATK di Jakarta senilai Rp590 juta yang terbagi dalam 348 nota fiktif.

Selain itu, ada juga nota fiktif pembelian konsumsi. Nota fiktif itu berasal dari Biro Administrasi Penegakan HAM dan Biro Perencanaan dan Kerjasama. Misalnya nota fiktif tertanggal 10 Desember 2015 dari Ayam Kremes Kraton senilai Rp1,7 juta dari Biro Administrasi Penegakan HAM. Ada juga nota fiktif tertanggal 2 November 2015 dari Ayam Bakar Mas Mono senilai Rp1,8 juta dari Biro Perencanaan dan Kerjasama. Total nota fiktif pembelian konsumsi di Jakarta mencapai Rp44,9 juta.

Nota fiktif juga didapat dari Sekretariat Pewakilan Maluku dan Papua. Penggunaannya nota fiktif nyaris sama, yakni untuk fotokopi dan pembelian ATK, serta pembelian konsumsi. Dari Sekretariat Perwakilan Maluku misalnya, didapati nota fiktif fotokopi dan ATK senilai Rp11,5 juta, sementara untuk konsumsi total nilainya Rp24,4 juta. Di sekretariat perwakilan Papua, nota fiktif didapati dari fotokopi dan pembelian ATK senilai Rp2,8 juta dan servis kendaraan bermotor senilai Rp6,4 juta.

Sedangkan untuk nota palsu yang tidak ditemukan alamat sesuai tertera pada nota, didapat dari Biro Perencanaan dan Kerjasama dan Biro Administrasi Penegakan HAM. Totalnya mencapai Rp139,9 juta.

Keterlibatan PNS dan Staf

Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat mengungkapkan, temuan BPK terkait nota fiktif itu sebagian terjadi lantaran adanya sejumlah kegiatan Komnas HAM yang tidak terencana dalam anggaran. Namun, dia juga mengakui jika ada indikasi sebagian nota fiktif itu dilakukan untuk kepentingan pribadi.

“Sampai hari ini kita masih belum memanggil satu-satu pelaksana program dan penanggung jawab program, karena kegiatan banyak sekali,” kata Imdadun Rahmat kepada tirto.id, di kantornya, pada Senin (10/10/2016).

Pernyataan Imdadun agaknya sejalan dengan hasil pemeriksaan BPK. Berdasarkan konfimasi yang dilakukan BPK kepada Kepala Perwakilan Komnas HAM di Papua dan Maluku, dana dari nota fiktif memang digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak dianggarkan di perwakilan. Namun, untuk di Jakarta tidak ada penjelasan.

“Untuk sampai mendapatkan keterangan yang pasti tentang seberapa besar dana yang digunakan untuk kepentingan negara dan seberapa besar yang bocor untuk pentingan di luar kepentingan negara, belum bisa ada angkanya,” tambah Imdadun.

Imdadun menegaskan, pihaknya kini sudah membentuk tim pembenahan internal untuk mengusut siapa pelaku-pelaku pembuat nota fiktif dan palsu tersebut. Jika dicermati, kegiatan dengan nota fiktif dan palsu dilakukan di struktur biro, bagian dan sub bagian. Orang-orang yang ada di struktur tersebut adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) eselon II hingga IV dan pegawai non-PNS.

Meski demikian, Imdadun tidak bisa memastikan apakah semua pelanggaran hanya dilakukan oleh pegawai PNS atau non-PNS. Pihaknya masih mendalami kemungkinan adanya keterlibatan Komisioner di balik nota fiktif dan palsu itu.

“Untuk sementara karena belum tahu siapa pelakunya, maka yang bertanggung jawab secara struktural adalah Kepala Biro. Kepala Biro itu PNS. Mulai dari eselon II hingga yang terendah itu eselon IV,” terangnya.

Peringatan Keras dan Sanksi

Menindaklanjuti temuan dari BPK, Ketua Komnas HAM memberikan peringatan keras kepada semua kepala biro yang ada di Komnas HAM. Biro-biro yang tersangkut dengan nota fiktif dan palsu harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang terjadi. Mereka pun harus mengembalikan uang sejumlah kerugian negara yang ditaksir oleh BPK.

Sampai Oktober 2016, Komnas HAM sudah mengembalikan sekitar Rp250 juta ke negara. Sisanya sebanyak Rp500 juta akan dikembali kemudian, sembari melakukan pemeriksaan internal untuk mencari siapa pelaku pembuat nota fiktif dan palsu.

“Ini kan proses, masih proses. Kita dikasih batas waktu oleh BPK untuk segera menindaklanjuti. Komnas serius harus membentuk dua tim sekaligus, tim pembenahan internal dan tim dewan kehormatan untuk mendalami apakah ada dugaan korupsi atau tidak. Untuk pembenahan internal perlu waktu yang lebih panjang, karena banyak sekali,” tuturnya.

Selain temuan kerugian negara, BPK juga menemukan adanya laporan tanpa bukti pertanggungjawaban keuangan sebesar Rp1,01 miliar yang terdiri dari Rp87,35 juta dalam pengadaan jasa konsultasi pengembangan aplikasi pengaduan secara online dan honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Komnas HAM tahun 2015 sebesar Rp925,79 juta.

Sangat disayangkan, jika kelak terbukti lembaga negara seperti Komnas HAM justru menjadi sarang orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka dengan mudah memakai uang negara tanpa pertanggungjawaban yang jelas dan transparan. Tentu merupakan kondisi yang mengkhawatirkan bagi kepercayaan publik terhadap komisi yang berjuang menegakkan HAM.

Baca juga artikel terkait KOMNAS HAM atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Indepth
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti