tirto.id - Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Ratusan orang menjadi korban meninggal dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, pasca duel Arema FC vs Persebaya.
Partai antara Tim Singo Edan kontra Bajol Ijo merupakan pertemuan di Liga 1 2022/2023. Duel berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persebaya atas Arema. Kedua tim selama ini terlibat rivalitas yang sangat panas di atas lapangan.
Namun, Derby Jatim di Kanjuruhan, Malang, diselimuti kabar duka setelah wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Kekalahan Arema FC di kandang sendiri diwarnai ratusan penonton kehilangan nyawa.
Berdasarkan catatan, jumlah korban meninggal di Kanjuruhan jadi salah satu tertinggi di dunia. Pada 1964, peristiwa serupa pernah terjadi di Estadio Nacional, Lima, Peru, yang menelan 328 korban jiwa.
Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022
Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di lanjutan pekan ke-11 Liga 1 2022/2023. Laga kick-off pukul 20.00 WIB malam hari. Sekira 42 ribu tiket dilaporkan terjual habis.
Arema menelan kekalahan. Padahal, tuan rumah sempat menciptakan comeback. Selama 32 menit berjalan, Persebaya unggul 2 gol. Tim Singo Edan lantas menyamakan skor menjadi imbang 2-2 sebelum turun minum babak pertama. Setelahnya, Persebaya kembali unggul 3-2 di menit 50 dan menjadi hasil akhir laga.
Skor ini berbuntut kekecewaaan bagi tuan rumah. Para suporter terpantau turun dari tribun dan tampak meluapkan kemarahan ke para pemain yang masih berada di lapangan. Jumlah penonton yang turun semakin banyak.
Nahasnya, pihak keamanan lalu mencoba untuk membubarkan massa dan disertai tembakan gas air mata. Alhasil, tembakan itu menimbulkan kekacauan di area dalam stadion.
Penonton mendadak panik usai terkena gas air mata. Mereka berdesak-desakan demi ingin segera keluar dari stadion. Situasi ini membuat banyak yang terinjak-injak hingga mengakibatkan jatuh korban jiwa 135 orang ditambah ratusan lain luka-luka.
Pasca kejadian, pemerintah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Ketua TGIPF adalah Mahfud MD. Ia menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhum) saat itu. Tugas utama TGIPF yakni mengumpulkan fakta di lapangan guna dijadikan bahan rekomendasi.
Anggota TGIPF terdiri dari akademisi, pengamat sepak bola, jurnalis, hingga mantan pemain sepak bola. Dalam rilis beberapa pekan setelah tragedi Kanjuruhan, mereka menemukan fakta bahwa peristiwa itu terjadi karena desak-desakan setelah tembakan gas air mata.
Salah satu konsentrasi kepanikan massa terjadi di gate 13 Kanjuruhan. Sebanyak 40 persen korban harus kehilangan nyawa di area ini.
"Dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan, itu penyebabnya,” kata Mahfud MD dalam keterangan pers tanggal 14 Oktober 2022.
TGIPF merekonstruksi sekitar 32 Closed-Circuit Television (CCTV). Menurut Mahfud MD, peristiwa Kanjuruhan 2022 bisa terjadi secara tragis. Para korban berjatuhan saat hendak menyelamatkan diri dan saling berebut keluar area stadion.
"Korban yang jatuh itu proses jatuhnya jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun di medsos,” kata Mahfud.
"Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar, yang satu tertinggal balik lagi untuk nolong, terinjak-injak meninggal. Ada juga yang memberi bantuan napas, kena semprot [gas air mata] meninggal. Lebih mengerikan dari yang beredar karena ini terlihat di CCTV,” tambahnya.
Pada Kamis, 9 Maret 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya menjatuhkan vonis pidana kepada dua terdakwa tragedi Kanjuruhan.
Abdul Haris, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, dijatuhi vonis hukuman 1 tahun 6 bulan pidana penjara. Sedangkan Suko Sutrisno, selaku petugas keamanan, mendapatkan vonis 1 tahun pidana penjara.
Tak hanya itu, hasil sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya juga memutuskan hukuman terhadap mantan Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasdarmawan dengan pidana selama 1 tahun dan 6 bulan," ucap Abu Ahcmad Sidqi Amsya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, dikutip Antaranews, Kamis, 16 Maret 2023.
"Hal yang memberatkan yaitu membuat suporter trauma untuk menonton bola," lanjut Abu Ahcmad.
Hakim menilai terdakwa terbukti bersalah hingga mengakibatkan orang lain meninggal, mengalami luka berat, luka sedemikian rupa, dan sakit sementara.
Hasdarmawan dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP, dan Pasal 360 ayat (2) KUHP tentang Keolahragaan.
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Beni Jo & Yulaika Ramadhani