tirto.id - Mungkin tak banyak yang pernah mendengar nama Chacken Matulatuwa. Bagi yang mengenalnya sekilas, mungkin mendengar kiprahnya sebagai komposer.
Awalnya, saya, sama seperti banyak orang Indonesia lain, tidak tahu sama sekali soal siapa Chacken. Yovie Widianto yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif, dan musisi Dennis Nussy yang mengenalkan saya pada kiprah Chacken.
Sore itu, kami bertemu dengan ahli waris untuk pemberian apresiasi berupa uang tunai dari organisasi Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) yang diwakilkan oleh Endah Widiastuti dan Febrian Nindyo.
“Saat lagu 'Indonesia Jaya' dimainkan di Lomba Cipta Lagu Pembangunan Tingkat Nasional, kakak sepupu saya, bang Elfa Secioria yang bermain, dan istri saya, Deni, jadi backing vocal,” kenang Yovie tentang salah satu lagu ciptaan Chacken paling populer.
Namun Chacken bukan hanya seorang komposer. Ia proaktif terlibat untuk memetakan nasib musik tanah air di masa mendatang. Keluarganya bersaksi, lewat rekam jejak yang berhasil mereka himpun dari berbagai arsip, Chacken M bukan hanya menyalurkan hasrat berkeseniannya saja.
Ia aktif terlibat dalam penataan, terlibat menjadi formatur perumus, dan juga pengurus serta anggota untuk organisasi musik seperti Paguyuban Pencipta Lagu & Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) dan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) yang menjadi Lembaga Manajemen Kolektif Karya Cipta Indonesia (KCI) di kurun waktu 1978-2000.
Chacken juga aktif berhubungan dengan pemerintahan. Mulai dari Pemda DKI Jakarta dalam acara “Pengantar Pengetahuan Musik” oleh Dinas Kebudayaan tahun 1978, Pembinaan Seni dan Budaya nasional dalam bidang Musik Siaran ABRI Puspen Hankam tahun 1980, Upacara Pembukaan Musyawarah Kesejahteraan Sosial Angkatan III tahun 1986, hingga aktif di Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS) bersama Menteri Penerangan RI Harmoko tahun 1987 dan 1989.
Hal yang menarik di rentang tahun 1985-1989, Chacken tercatat menghadiri dan menginisiasi pertemuan-pertemuan yang mungkin menjadi cikal bakal sistem royalti berjalan hingga saat ini di Indonesia. Bahkan sempat ada pertemuan di Glodok, tempat “sakral” bisnis musik Indonesia.
Tepatnya tanggal 23 November 1985 Chacken M menghadiri serta menjadi penggagas pertemuan “Dari Hati ke Hati Antar Pencipta Lagu” yang bertempat di Coffee Shop lobby lantai 2 Glodok Plaza Jakarta.
Lalu tanggal 14 Desember 1985 Chacken M memulai rapat formatur perumusah wadah pencipta lagu PAPPRI dengan dihadiri oleh, antara lain, Enteng Tanamal dan Januar Isahk. Calon-calon pengurus organisasi tersebut di antaranya Onny Suryono, Darma Oeratmangun, Chacken sendiri, Ariwibowo, Yonas Pareira, hingga Franky Sahilatua. Mereka membuahkan program kerja, peraturan dan tata tertib organisasi. Rapat ini diselenggarakan di Studio YOAN Record di bilangan Bangka, Jakarta Selatan. Sampai bulan Januari 1986, setidaknya empat pertemuan penting terjadi secara intens di organisasi ini.
Namun bagi saya, peristiwa yang tidak kalah penting adalah sepak terjang Chacken tanggal 1 Agustus 1995. Chacken menjadi ketua Koperasi Seniman Musik Indonesia (KOSMI) bersama Candra Darusman sebagai bendahara. Koperasi ini didirikan dengan keputusan DPP PAPPRI Nomor 005/SK/PVIII/1995.
Alami Banyak Kecurangan
Sayangnya, kisah perjuangan Chacken harus dinodai dengan banyaknya kecurangan yang terjadi padanya. Ia seakan dipaksa mengubur mimpinya karena realita industri musik Indonesia yang seringkali banyak kebusukan. Jerih payahnya digarong oleh pihak yang seharusnya mensejahterakan musisi dan para pencipta lagu.
Sally Anthina Leonora Matulatuwa, anak Chacken, bercerita betapa marahnya dia ketika mengetahui ada satu orang oknum yang mencatut surat kuasa dan mengaku sebagai manajer Chacken agar bisa menerima royalti. Tak tanggung-tanggung, oknum ini juga masuk ke dalam kepengurusan KCI yang menaungi hak royalti Chacken M hingga tahun 2022.
"Saat lagu Papi dipakai salah satu BUMN, ada yang mengaku sebagai perwakilan sehingga memberikan izin penggunaan lagu tanpa Papi atau ahli waris ketahui. Kami di keluarga tidak mendapat apa-apa. Hubungan kami jadi tidak baik sebagai saudara. Tapi kami pun tidak bisa berbuat apa-apa karena masih keluarga. Kami hanya coba mengikhlaskan saja,” kata Sally.
Lebih lanjut Sally juga mengungkapkan di era kepemimpinan Candra Darusman di KCI, laporan royalti Chacken M terlaporkan dengan detail. Sayangnya lain pemimpin lain kebijakan dan perlakuan.
Ajeng Febrina Maria, putri sulung Chacken, menuturkan dirinya pernah menerima royalti Papi hanya dengan selembar kwitansi saja.
“Itu pun saya disuruh tunggu lama, katanya mau dihitung dulu, pas dikasih hanya satu lembar kwitansi saja, tidak ada informasi dan detail jumlahnya dihitung dari mana saja,” sambung Ajeng.
Kisah penggarongan royalti itu hanya sedikit cerita dari sederet kisah-kisah ketidakadilan yang dikisahkan anak-anak Chacken. Intinya sama: soal kesewenang-wenangan terhadap hak orang lain.
Dua tahun lalu, keluarga akhirnya memutuskan untuk mencabut kuasa dari LMK yang menaungi karya Chacken. Dibawalah karya-karya Chacken ke Musica, dan ahli waris menunjuk WAMI sebagai LMK baru. Ada perubahan signifikan dalam hal transparansi. Setiap bulan laporan yang diterima mulai detail. Namun sayangnya terjadi pengurangan pendapatan karena mendadak lagu-lagu Chacken tidak lagi banyak diputar di pusat-pusat perbelanjaan.
Saya jadi penasaran, sekuat itukah pemain lama di bisnis royalti ini? Hingga mampu memengaruhi daya putar? Atau karena sistem yang mengakar dan ketidaktahuan para pengguna lagu? Luasnya Indonesia dengan pengetahuannya yang beragam menjadi tantangan tersendiri.
Rasanya memang menyedihkan jika kita merayakan Hari Musik Nasional sembari terus melihat sengkarut royalti di Indonesia terus terjadi. Pekerjaan rumah masih banyak dan panjang. Jika benang kusut ini tak segera diurai, kita harus siap terima kalau persoalan hak cipta dan royalti ini masih akan jalan di tempat.
Bagi musisi dan pencipta lagu, rasanya penting untuk ikut memperjuangkan keadilan dengan kemampuan yang kita bisa. Hal ini bisa dimulai dari kemauan kita sebagai pembuat karya untuk memahami sistem proteksi dan distribusi apa yang dipakai. Jangan lupa libatkan orang-orang kepercayaan kalian di sini, termasuk anak atau keluarga dekat. Karena kelak mereka sebagai ahli waris harus tahu betul bagaimana mengelola aset kekayaan intelektual orang tuanya.
Rasanya penggalan lirik "Indonesia Jaya" yang dibuat oleh Chacken dan masuk dalam album 12 Terbaik Lomba Cipta Lagu Pembangunan 1987 ini masih relevan.
Hidup tiada mungkin
Tanpa perjuangan
Tanpa pengorbanan
Mulia adanya...
Selamat Hari Musik Nasional!
Editor: Nuran Wibisono