tirto.id - Jika Anda termasuk golongan yang suka menyebut dengan semena-mena bahwa Valentine pada 14 Februari adalah hari perayaan kaum Yahudi, sebaiknya Anda tinjau ulang sikap tersebut. Kaum Yahudi punya hari kasih sayang versi mereka sendiri yang dinamakan Tu B’Av ditulis dalam bahasa Ibrani: ט״ו באב).
Tu B'Av diperingati tiap tanggal 15 bulan AV—bulan pada musim panas sepanjang 30 hari yang berada di urutan ke sebelas tahun sipil dan ke lima di tahun eklesiastikal dalam Kalender Yahudi. Sedangkan seturut kalender Gregorian, bulan AV jatuh antara bulan Juli s/d Agustus. Selain menjadi hari kasih sayang, perayaan Tu B'Av juga dimaknai kaum Yahudi sebagai ajang mencari jodoh sekaligus dianggap hari baik untuk menikah.
Tidak pernah jelas sejak kapan hari Tu B’Av mulai dirayakan. Penyebutan pertama tanggal 15 AV seturut perayaan Tu B’Av “hanya” pernah diungkapkan oleh Rabban Shimon ben Gamliel dalam Mishnah (catatan tentang Hukum Lisan Taurat pertama orang Yahudi yang diturunkan dari generasi ke generasi). Ia menyebut:
“Tidak ada hari yang lebih baik (yaitu lebih bahagia) bagi bangsa Israel daripada tanggal lima belas Av dan Yom Kippur, karena pada hari-hari ini putri-putri Israel/Yerusalem pergi berpakaian putih dan menari di kebun-kebun anggur. Apa yang mereka katakan: Anak muda, pertimbangkan siapa yang Anda pilih (untuk menjadi istri Anda)?”
Menurut Rabi Yehuda bar Ilai, hari Tu B’Av juga termasuk perayaan tahunan yang memperingati dicabutnya pelarangan pernikahan antar-suku pada zaman Israel Kuno, sebagaimana digambarkan dalam kisah "Daughters of Zelophehad" (Putri-putri Zelophehad).
Teori lain menyebutkan bahwa Tu B'Av menandai hari di mana generasi yang dihukum mati di padang pasir karena dosa Anak Sapi Emas (Golden Calf). Pandangan ini dikemukakan oleh Rabbi Dimi bar Yossef, berdasarkan perawian Rabbi Nachman, sebagaimana dikutip dari Haaretz.
Penghayat Talmud yang disegani di tanah Israel sekaligus pakar Halakha (kumpulan hukum agama Yahudi, termasuk hukum yang tertulis dalam Alkitab Ibrani) bernama Ulla, juga punya teori lain: Tu B'Av adalah hari peringatan keputusan Raja Hoshea, raja Israel terakhir, ketika membatalkan keputusan Raja Yerobeam yang melarang ziarah ke Kuil di Yerusalem, 50 tahun sebelumnya.
Sementara itu, menurut Rabi Matana, Tu B'Av menandai hari ketika orang-orang Romawi mengizinkan kaum Yahudi untuk mengubur ribuan orang yang dibantai di Beitar pada akhir Pemberontakan Bar Kokhba.
Kisah pembantaian tersebut bermula ketika Beitar diserbu oleh tentara Romawi pada Tisha B'Av 135 M dan sebagai hukuman atas pembangkangan orang Yahudi. Kaum Yahudi yang masih hidup juga dilarang untuk menguburkan jasad kerabat mereka selama enam hari. Namun, Tuhan dipercaya telah melindungi mayat-mayat tersebut dari pembusukan dengan kekuatan gaib-Nya.
Teori terakhir mengenai Tu B'Av yang banyak dipercaya adalah berasal dari Rabbi Jacob Bar Acha. Dia mendalilkan bahwa Tu B'Av menandai “Summer Equinox”, sebuah situasi di mana hari-hari terasa semakin pendek dan musim kemarau mendekati akhir. Menurut Bar Acha yang juga merujuk kepada Rabi Yissa, Tu B’Av adalah hari terakhir menebang kayu bakar untuk persediaan di kuil. Tradisi ini konon masih dilakukan oleh kaum petani Yahudi di beberapa kota di Suriah pada awal abad ke-20.
Dalam horison literatur, ritual perayaan Tu B’Av sempat termaktub di beberapa karya penulis Yahudi. Abraham Mapu, misalnya, novelis Ibrani pertama kelahiran Prusia, menulis dalam novelnya, "Ayit Tzavua" (kurang lebih berarti "Elang Munafik"), mengenai perayaan Tu B'Av di pantai Danau Galilea.
Penyair Y. L. Gordon menulis sebuah puisi yang menggambarkan perayaan Tu B’Av di kebun-kebun anggur Ein Gedi. Ada pula A. L. Levinsky, yang menulis perayaan Tu B’Av dengan tema futuristis, di mana ia membayangkan Israel pada tahun 2040.
Bagaimana Kaum Yahudi Merayakan Tu B’Av?
Secara prinsip, Tu B’Av merupakan perayaan bagi kaum muda Yahudi. Mereka akan merayakannya dengan melakukan hal-hal romantis sembari menari bersama. Namun demikian, tak sedikit dari mereka yang menganggap perayaan Tu B’Av sebagai bagian untuk memperkuat rohani.
Seiring berjalannya waktu, perayaan Tu B’Av memiliki perbedaan signifikan. Pada tahun 1925, komunitas Israel (kibbutzim) yang mendiami Jezreel Valley, sebuah lembah besar yang terletak di selatan Danau Galilea, merayakan Tu B’Av dengan semangat zaman Israel Kuno, salah satunya adalah para perempuan menari di kebun anggur mengenakan pakaian putih-putih. Namun, konsep perayaan tersebut tidak bertahan lama.
Sepanjang periode 1920-an hingga 30-an, pesta perayaan Tu B’Av di Tel Aviv—yang kala itu masih berada di wilayah Palestina namun telah menjadi kota populer dengan banyaknya lokasi hiburan dan industri—dilakukan oleh para kalangan atas, orang-orang terkenal, serta selebritis, dengan dresscode: pakaian berwarna putih.
Memasuki periode 1990-an, perayaan Tu B’Av menjadi amat komersil dengan pemasaran yang gila-gilaan. Banyak restoran berlomba-lomba mengadakan acara khusus, bunga dan cokelat menjadi barang wajib yang dijual dan dibeli, dan perayaan Tu B’Av seolah-olah dialihmaknakan menjadi "Hari Valentine Yahudi”. Namun demikian, daya tarik Tu B’Av tetap salah kalah dibanding hari Valentine sebenarnya yang jatuh pada tanggal 14 Februari.
Bagi kalangan Yahudi sekuler di Virginia, Amerika, hari Tu B’Av dimaknai (sekaligus dirayakan) sebagai bentuk pernyataan sikap terkait hak azasi manusia. Hari Tu B’Av, yang oleh kaum Yahudi sekuler di sana diperkirakan hadir antara tanggal 12-13 Juni, dirayakan dengan cara memperingati momen ketika Mahkamah Agung AS di Loving v Virginia menetapkan Undang-undang Perkawinan Antar Ras.
Selain itu, mereka juga menjadikan hari Tu B’Av sebagai bentuk dukungan bagi para pasangan LGBTQ untuk coming out alias mendeklarasikan orientasi seksual mereka.
Dalam hal kuliner, kaum Yahudi modern merayakan hari Tu B’Av biasanya dengan membuat koktail spesial yang dinamakan “mimosangria”: sebuah minuman perpaduan antara sangria dan mimosa. “Mimosangria” dibuat dengan memadukan antara jeruk, mint, jus delima, anggur bersoda (seperti prosecco atau sampanye), dan sedikit vodka. Minuman ini dianggap menyajikan citarasa Israel yang kuat.
Saat ini sebetulnya perayaan Tu B’Av sudah amat jarang dilakukan oleh kaum Yahudi. Lagi pula, bukankah kasih sayang antarsesama sebaiknya diperingati sepanjang hari?
Editor: Maulida Sri Handayani