tirto.id - Virus Omicron merupakan varian baru dari SARS-CoV-2 yang merebak di Afrika Selatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian yang ditemukan di awal Bulan November 2021 ini menjadi Variant of Concern (VoC).
Deteksi Varian Omicron Pertama Kali
Dr Angelique Coetzee, seorang dokter di Afrika Selatan merupakan salah satu orang pertama yang mencurigai jenis virus corona berbeda di antara para pasiennya.
Ia menyatakan pada hari Minggu (28/11/2021) bahwa gejala varian Omicron sejauh ini ringan dan dapat dirawat di rumah, demikian seperti dikutip Reuters.
Coetzee yang juga ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan ini menyebutkan, dia melihat tujuh pasien di kliniknya yang memiliki gejala yang berbeda dari varian Delta yang dominan, meskipun itu terlihat sangat ringan.
Saat ini, varian Omicron yang terdeteksi telah diumumkan oleh Institut Nasional Penyakit Menular (NICD) Afrika Selatan pada 25 November berdasarkan sampel yang diambil dari laboratorium sejak 14 hingga 16 November.
Gejala Varian Omicron
Coetzee mengatakan, seorang pasien pada 18 November lalu di kliniknya mengaku merasakan sangat lelah selama dua hari berturut-turut dengan nyeri tubuh dan sakit kepala.
"Gejala pada tahap itu sangat terkait dengan infeksi virus normal. Dan karena kami belum melihat COVID-19 selama delapan hingga 10 minggu terakhir, kami memutuskan untuk melakukan tes," katanya.
Ia juga menambahkan jika pasien dan keluarganya ternyata menjadi positif.
Pada hari yang sama, ada lebih banyak pasien datang dengan gejala yang sama, saat itulah dia menyadari ada sesuatu yang lain terjadi dan sejak itu, tiap hari ada dua hingga tiga pasien datang melaporkan hal serupa.
"Kami telah melihat banyak pasien Delta selama gelombang ketiga. Dan ini tidak sesuai dengan gambaran klinis," imbuh Coetzee.
"Sebagian besar dari mereka melihat gejala yang sangat, sangat ringan dan sejauh ini tidak ada yang menerima pasien untuk operasi. Kami telah dapat merawat pasien ini secara konservatif di rumah," tambahnya.
Lebih lanjut Coetzee menjelaskan, tidak seperti Delta, pasien belum melaporkan kehilangan penciuman atau rasa dan tidak ada penurunan besar dalam kadar oksigen dengan varian baru.
Pengalamannya sejauh ini adalah bahwa varian tersebut mempengaruhi orang yang berusia 40 tahun atau lebih muda.
Hampir setengah dari pasien dengan gejala Omicron yang dirawatnya tidak divaksinasi.
"Keluhan klinis yang paling dominan adalah kelelahan yang parah selama satu atau dua hari. Dengan mereka, sakit kepala dan tubuh pegal-pegal," tambahnya.
Info Terbaru Omicron dari WHO
Para peneliti di Afrika Selatan dan di seluruh dunia sedang melakukan penelitian untuk lebih memahami banyak aspek Omicron dan akan terus membagikan temuan penelitian ini saat tersedia.
Penularan: Belum jelas apakah Omicron lebih mudah menular (misalnya, lebih mudah menyebar dari orang ke orang) dibandingkan dengan varian lain, termasuk Delta.
Jumlah orang yang dites positif telah meningkat di wilayah Afrika Selatan yang terkena varian ini, tetapi studi epidemiologi sedang dilakukan untuk memahami apakah itu karena Omicron atau faktor lainnya.
Tingkat keparahan penyakit: Belum jelas apakah infeksi Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan infeksi varian lain, termasuk Delta.
Data awal menunjukkan ada peningkatan tingkat rawat inap di Afrika Selatan, tetapi ini mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah keseluruhan orang yang terinfeksi, bukan akibat infeksi spesifik dengan Omicron.
Saat ini tidak ada informasi yang menunjukkan bahwa gejala yang terkait dengan Omicron berbeda dari varian lainnya.
Infeksi awal yang dilaporkan terjadi di antara mahasiswa, individu yang lebih muda yang cenderung memiliki penyakit yang lebih ringan, tetapi memahami tingkat keparahan varian Omicron akan memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu.
Semua varian COVID-19, termasuk varian Delta yang dominan di seluruh dunia, dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian, khususnya bagi orang-orang yang paling rentan, sehingga pencegahan selalu menjadi kunci.
Efektivitas infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya
Bukti awal menunjukkan bahwa mungkin ada peningkatan risiko infeksi ulang dengan Omicron (Orang yang sebelumnya COVID-19 dapat terinfeksi ulang lebih mudah dengan Omicron), dibandingkan dengan varian kekhawatiran lainnya, meski informasinya terbatas.
Efektivitas vaksin: WHO bekerja sama dengan mitra teknis untuk memahami dampak potensial dari varian ini pada tindakan pencegahan yang ada, termasuk vaksin.
Vaksin tetap penting untuk mengurangi penyakit parah dan kematian, termasuk melawan varian dominan yang beredar, Delta. Vaksin saat ini tetap efektif melawan penyakit parah dan kematian.
Efektivitas tes saat ini: Tes PCR yang banyak digunakan terus mendeteksi infeksi, termasuk infeksi dengan Omicron, seperti yang telah terlihat dengan varian lain juga.
Studi sedang berlangsung untuk menentukan apakah ada dampak pada jenis tes lain, termasuk tes deteksi antigen cepat.
Studi sedang berlangsung
Saat ini, WHO sedang berkoordinasi dengan sejumlah besar peneliti di seluruh dunia untuk lebih memahami Omicron.
Studi saat ini sedang berlangsung untuk melihat penularan, tingkat keparahan infeksi (termasuk gejala), kinerja vaksin dan tes diagnostik, serta efektivitas pengobatan.
WHO mendorong negara-negara untuk berkontribusi dalam pengumpulan dan pembagian data pasien rawat inap melalui Platform Data Klinis WHO COVID-19 untuk menggambarkan karakteristik klinis dan hasil pasien dengan cepat.
Pencegahan Omicron di Indonesia
Di Indonesia, untuk mencegah penyebaran Omicron, Satgas Penanganan Covid-19 telah mengeluarkan Surat Edaran No.23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).
Surat Edaran ini berlaku efektif mulai tanggal 29 November 2021 sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor 20 Tahun 2021 serta Addendum Surat Edaran Nomor 20 Tahun 2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito menyebutkan perlunya penyesuaian mekanisme pengendalian terhadap perjalanan internasional.
“Pada prinsipnya, untuk bisa beradaptasi dengan baik, kebijakan COVID-19 pun harus adaptif dengan dinamika virusnya termasuk dinamika variannya yang terjadi secara global,” ujar Wiku dikutip dari laman resminnya.
Editor: Iswara N Raditya