tirto.id - Salah satu jenis cinta yang tak melibatkan tendensi romantis adalah cinta platonik. Ia adalah cinta yang tak bersyarat, tanpa nafsu dan birahi. Cinta platonik ini lazim dijumpai dalam hubungan anak dan orang tua, cinta antarsaudara, atau cinta dalam persahabatan.
Dilansir dari Psychology Today, cinta platonik merupakan hubungan emosi yang spesial antara dua individu. Biasanya, ia tumbuh melalui rasa kagum satu sama lain atau karena ada kesamaan minat dan sudut pandang.
Istilah cinta platonik merujuk pada nama filsuf Yunani, Plato. Kendati Plato tidak pernah melabeli cinta jenis ini dengan sebutan "cinta platonik," tetapi ia tercatat menjelaskan bahwa ada hubungan cinta tertentu yang tak melibatkan hasrat seksual.
Istilah cinta platonik sendiri pertama kali digunakan oleh Marsilio Ficino, seorang filsuf Italia pada 1469. Ficino menyatakan bahwa cinta platonik dapat berupa kasih sayang yang berkaitan dengan spiritualitas dan punya nilai mulia dalam suatu hubungan.
Cinta platonik muncul saat seseorang punya ikatan emosi dengan individu lain dengan karakteristik tertentu. Apa saja karakteristik dari cinta platonik? Laman aconsciousrethink.com menuliskannya sebagai berikut.
1. Kejujuran
Cinta platonik berlandaskan pada kejujuran. Berbeda dengan cinta romantis yang rapuh dan harus dirawat terus menerus, cinta platonik bersandarkan pada kepercayaan satu sama lain. Kedua belah pihak nyaman dengan saling terus-terang mengenai masalah yang dibicarakan secara terbuka.
Dengan bersikap jujur, bukan berarti tidak mempertimbangkan perasaan salah satu pihak, tapi ada upaya untuk tidak menutupi keluh-kesah tersebut.
Orang-orang yang memiliki cinta platonik biasanya tidak khawatir menunjukkan sisi-sisi rapuhnya. Mereka juga merasa bahwa akan ada penerimaan penuh, kendati yang disampaikan tidak sesuai dengan norma pada umumnya.
2. Penerimaan Tanpa Syarat
Cinta platonik tidak mematok harapan tertentu kepada pihak lain. Hal ini berbeda dengan cinta romantis yang meletakkan banyak harapan kepada masing-masing pasangan. Sederhananya, cinta platonik tidak membutuhkan intensi emosi yang kuat.
Tentu ada rasa khawatir jika yang dicintai berada dalam masalah atau kondisi sulit, tapi seseorang tidak setiap waktu memikirkan masalah yang dialami pihak lain tersebut.
3. Tidak Melibatkan Hasrat Seksual
Jika hubungan melibatkan hasrat seksual, maka itu sudah bertendensi romantis, bukan lagi cinta platonik. Karena itulah, jika hubungan platonik ini terjalin antara dua orang berbeda jenis kelamin, perlu ditekankan batasan tertentu untuk menjaga emosi masing-masing.
Bersikap terbuka kepada sahabat yang dicintai secara platonik, serta menetapkan batasan bahwa hubungan itu tidak akan berlanjut ke tahap romantis, penting untuk dilakukan.
Jika hubungan platonik itu berlanjut ke hubungan romantis, bukan tidak mungkin malah berujung pada retaknya relasi "platonik" yang dibangun sebelumnya.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom