tirto.id - Perguruan Tinggi Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Tangerang, Banten, tampak lengang. Belum ada kegiatan apa pun di kampus milik Kementerian Hukum dan HAM tersebut.
Gerbang masuk kampus yang terbuat dari pagar besi setinggi dua meter dalam keadaan terkunci saat saya mendatangi lokasi tersebut, Rabu (17/7/2019) kemarin. Hanya ada seorang petugas keamanan tanpa seragam bernama Ali yang sedang leyeh-leyah di pos jaga.
"Belum ada kegiatan apa-apa di sini. Saya cuma disuruh jaga," ujar Ali.
Sejauh mata saya memandang, hanya terlihat satu bangunan besar dan satu bangunan yang ukurannya lebih kecil. Kedua bangunan itu sama-sama dihiasai kaca berwarna biru tua.
Hanya beberapa mobil dan sepeda motor yang terparkir di dalam kompleks perguruan tinggi tersebut.
Pada sisi barat kampus, papan-papan proyek masih berdiri tegak. Sementara pada bagian tengah, terpampang batu hitam bertuliskan: "Diresmikan pada 9 Juli 2019 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H Laoly."
Keberadaan kampus Poltekip dan Poltekim ini jadi pangkal konflik antara Menkumham Yasonna Hamonangan Laloly dengan Wali Kota Tangerang Arief R. Wismansyah.
Yasonna sebelumnya menyindir Pemerintah Kota Tangerang di bawah kepemimpinan Arief sengaja menyulitkan proses perizinan meski pembangunan gedung perguruan tinggi itu sudah rampung. Yasonna juga menyebut Arief "cari gara-gara" dengan mewacanakan kawasan milik Kemenkumham akan dijadikan tata ruang persawahan.
"Kepala BPSDM Hukum dan HAM supaya tidak mengurus izin-izin yang berkaitan dengan ini karena pak wali kota agak kurang ramah dengan Kemenkumham," kata Yasonna saat berpidato dalam acara peresmian Poltekip dan Poltekim di Tangerang, Selasa (9/7/2019).
Arief tak terima dengan pernyataan Yasonna. Politikus Partai Demokrat itu mengklaim tak berani memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) lantaran terganjal regulasi Pemerintah Provinsi Banten.
"Sampai saat ini, izinnya tidak kami keluarkan karena memang bertabrakan dengan tata ruang," ujar Arief saat saya temui di kantornya, Rabu kemarin.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah, lanjut Arief, area yang dijadikan perguruan tinggi oleh Kemenkumham itu merupakan area yang diperuntukan bagi ruang terbuka hijau (RTH).
"Sedangkan beliau [Yasonna], kan, mau bangun sekolah. Kami dari 2017 sedang melakukan perubahan tata ruang, yang sekarang tinggal menunggu pengesahan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangerang Mohammad Noor enggan berkomentar mengenai IMB Poltekip dan Poltekim.
"Waduh saya belum tahu. Nanti, deh. Kalau mau dicek, proses dulu," ujar Noor singkat.
Lapas Jadi Korban
Oleh karena tersinggung dengan ucapan Yasonna itu, Arief menghentikan sejumlah pelayanan publik di kantor milik Kemenkumham Kota Tangerang. Pelayanan yang dihentikan berupa penerangan jalan, pengangkatan sampah, dan perbaikan drainase.
"Ya, sudah, kalau pemkot dianggap tidak ramah, sementara pelayannya kami berhentikan," kata Arief.
Pemkot Tangerang menghentikan pelayanan untuk 10 kantor di bawah naungan Kemenkumham, yakni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Anak, Lapas Kelas I, Lapas Wanita, Lapas Pemuda, Lapas anak wanita, Kantor Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN), Politeknik, dan Imigrasi.
"Layanan kami berhentikan sementara, sampai mereka minta [dilanjutkan], orang mereka tidak minta," ujar Arief.
Kepala Lapas Anak Wanita Kelas II B Tangerang, Prihartati mengatakan sampah-sampah dari lapas tidak diambil petugas dari Dinas Kebersihan Kota Tangerang sejak Selasa (16/7). Menurut dia, biasanya ada petugas dengan truk yang masuk ke area lapas untuk mengambil sampah.
"Akhirnya kami yang bawa sampah ke luar, pakai gerobak. Urusan mau diangkut atau tidak, itu urusan mereka," ujar dia kepada saya.
Prihartati mengatakan Pemkot Tangerang sejauh ini baru menghentikan pelayanan angkut sampah saja, sementara penerangan jalan belum dimatikan.
"Kalau mereka berani matikan itu gelap gulita, lah, jalan. Nanti tindak kejahatan meningkat lagi, siapa yang susah lagi, kami juga," pungkasnya.
Saling Lapor Polisi
Tak berhenti sampai di situ, konflik antara Yasonna dan Arief berbuntut ke ranah hukum. Tim hukum Kemenkumham kemudian melaporkan Arief ke polisi terkait sengketa lahan.
"Intinya kami dari Kemenkumham memang mengadukan Wali Kota Tangerang Arief R. Wismansyah ke Polres Metro Tangerang Kota karena telah melakukan pelanggaran hukum," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham, Bambang Wiyono, di Polres Metro Tangerang Kota, Selasa (16/7).
Tak mau kalah, Arief pun melaporkan balik Yasonna lantaran pembangunan kampus dinilai tak memiliki izin dan melanggar tata ruang. "Itu sudah terbangun, tapi tidak memiliki izin dan melanggar UU tata ruang karena tata ruangnya RTH," ujar Arief.
Arief mengklaim sudah berupaya menyelesaikan persoalan aset-aset Kemenkumham tersebut. Namun, kata dia, tak pernah ada kesepakatan setelah belasan kali pertemuan dengan pihak Kemenkumham.
"Ya, sudah, kalau mereka mau pakai jalur polisi untuk mengidentifikasi masalah," ujarnya.
Konflik antara elite pemerintah pusat dan daerah yang merembet ke pelayanan publik ini disesalkan anggota Ombudsman RI Alvin Lie. Menurut Alvin, pelayanan publik adalah hak masyarakat dan seharusnya tak terdampak konflik keduanya.
"[Ini] berdampak terhadap hak rakyat untuk mendapatkannya [pelayanan publik]," kata Alvin Lie, kemarin.
Ia pun tak ambil pusing jika keduanya masih tetap ingin berkonflik, asalkan pelayanan publik tidak jadi senjata untuk melemahkan salah satu pihak.
"Untuk kedua belah pihak silakan bertikai kalau perlu sampai pengadilan," ujarnya.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo berencana memanggil Wali Kota Arief terkait perseteruannya dengan Yasonna, Kamis (18/7/2019) hari ini. Pemanggilan ini dilakukan untuk memediasi konflik antara Yasonna dengan Arief.
"Kami juga akan memanggil gubernur [Banten], supaya ikut memberikan pembinaan," kata Tjahjo, kemarin.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan