tirto.id - Setelah pernah bikin geger para ibu dengan memperkenalkan lotus birth, teknik Baby Led Weaning (BLW), dan bare foot kepada anaknya, penyanyi Andien kembali melakukan hal yang dianggap 'nyeleneh' oleh warganet. Kini, sembari memamerkan foto sebelum tidur yang memakai plester di mulut, Andien membuat 'kuliah singkat' soal manfaat-manfaat buteyko breathing.
Rekam gambar Andien, suami, dan anaknya, Kawa, yang sedang memakai plester di mulut dibubuhi pemaparan soal buteyko. Ia mengaku sudah beberapa bulan terakhir tidur dengan mulut terplester dan mendapat manfaat dari metode tidurnya itu. Kata Andien, ia tidur dengan lebih pulas, tidak batuk karena tenggorokan kering. Ketika bangun, badannya pun terasa segar dan tidak bau mulut.
"Ada 200 penyakit kronis yang diakibatkan cara bernapas yang salah," tulis Andien di unggahan cerita Instagramnya.
Ketika tidur, ia melanjutkan, manusia punya tendensi bernapas lewat mulut, mengorok, atau tidur sambil membuka mulut. Periode tidur adalah waktu ketika manusia melakukan pernapasan mulut (mouth breathing) dalam waktu yang lama. Padahal, klaim Andien, bernapas lewat mulut banyak menimbulkan dampak negatif, termasuk bentuk muka yang tidak proporsional.
"Aku udah membuktikan saat mampet hidung karena flu dan sinus ... Eh, gak taunya diplester malah hidungnya sedikit demi sedikit ada celah untuk masuk udara. Badan kita memang segitu pinternya, ya."
Unggahan itu kemudian direspon positif oleh beberapa pengikut Andien, beberapa diantaranya adalah Alice Norin dan Menur Soekarno. Mereka mengaku telah melakukan metode tersebut dan memberikan testimoni serupa.
Tapi, warganet justru kontra dengan Andien. Apalagi, ketika penyanyi jazz itu turut mengajak anaknya tidur dengan mulut diplester.
"Nanti gimana kalau anaknya muntah atau kehabisan napas di tengah tidur?"
"Andien ini publik figur tapi sering posting yang aneh-aneh, gimana kalau banyak yang ikutin?"
"Tulang muka tidak akan berubah ketika sudah dewasa. Bukannya sudah permanen ya?"
Tak hanya dari warganet, metode plester mulut Andien juga mendapat tentangan keras dari Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher RSCM, Dewi Boedhiyono. Ia mengatakan bahwa penyumbatan di area hidung, rongga, hingga saluran paling belakang hidung adalah salah satu penyebab bernapas dengan mulut ketika tidur.
Gangguan ini disebut dengan Sleep Disorder Breathing (SDB) atau Obstructive Sleep Apneu (OSA). Saat bernapas dalam tidur, otot sekitar tenggorokan akan menyempit dan membuat pasokan oksigen berkurang. Mereka yang memiliki kondisi hidung tersumbat (SDB dan OSA) akan semakin sulit mendapat oksigen saat tidur, sehingga mereka sering kali memenuhi cakupan oksigen dalam tubuh dengan bernapas melalui mulut.
"Itulah sebabnya individu yang memiliki SDB dan OSA akan kesulitan mengalami deep sleep atau tidur yang dalam," ungkap Dewi.
Ia melanjutkan, tindakan menutup mulut dengan plester sangat tidak dianjurkan pada individu yang memiliki SDB atau OSA. Menutup mulut akan membuat sumbatan lebih parah sehingga penderita bisa mengalami henti napas (apneu). Atas pro-kontra ini, Dewi menyarankan masyarakat untuk berkonsultasi ke dokter spesialis THT jika memiliki gejala bernapas lewat mulut atau mengorok saat tidur.
"Jangan coba memplester tanpa tahu kondisi sebenarnya. Kalau punya sumbatan, apalagi 100 persen, dan mulutnya diplester, dari rongga mana lagi harus bernapas?"
Nose Breathing vs Mouth Breathing
Selama ini, meski sering dikritik, Andien selalu teguh mempertahankan metode-metode kesehatan tak lazim untuk keluarganya. Guna memperkuat argumen, ia seringkali mencantumkan jurnal-jurnal rujukan. Lantas, bagaimana dengan teknik pernapasan buteyko?
Jika dilihat dari laman Buteyko Breathing, metode buteyko adalah teknik pernapasan hidung yang memaksimalkan udara masuk dalam jumlah efektif. Metode ini merupakan terapi alternatif yang banyak digunakan untuk menangani asma dan masalah pernapasan lainnya. Buteyko diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950-an oleh seorang dokter bernama Konstantin Buteyko dari Rusia.
Metode buteyko yang diklaim dapat menyembuhkan asma pernah diteliti oleh Opat, dkk. The Journal of Asthma (2000) menerbitkan studi yang meneliti 36 subjek dengan asma ringan dan sedang. Sampel dibagi menjadi dua kelompok untuk kemudian diamati perkembangan asmanya. Hasilnya, kelompok yang menggunakan teknik buteyko mendapat peningkatan kualitas hidup dibanding kelompok yang diberi plasebo.
"Intensitas penggunaan bronkodilator juga ikut berkurang," simpul peneliti.
Ketika mengatakan bahwa teknik bernapas lewat hidung, Andien bisa jadi benar. Penelitian di jurnal Neuroscience (2018) baru-baru ini mengungkapkan bahwa sampel yang bernapas dengan pernapasan hidung punya ingatan lebih tajam dan tepat ketika menebak aroma, dibandingkan mereka yang bernapas menggunakan mulut.
Kemungkinan kondisi tersebut terjadi karena hidung memiliki rangsang saraf yang mengatur penciuman. Proses bernapas lewat hidung, akan mengaktifkan hippocampus di otak yang berperan dalam proses mengolah memori. Laman Live Strong juga menyatakan, ketika pernapasan dilakukan melalui hidung, maka udara yang masuk ke paru-paru akan lebih dulu disaring, serta dihangatkan oleh lubang hidung dan sinus.
Menghembuskan napas melalui hidung – yang punya rongga lebih kecil dari mulut – menciptakan tekanan udara lebih besar, sehingga pernafasan menjadi lebih lambat. Kondisi ini memberi waktu tambahan bagi paru-paru untuk mengekstraksi oksigen dalam jumlah yang lebih besar.
Sementara itu, studi yang dilakukan Petruson dan Bjurö menyimpulkan bahwa metode pernapasan hidung membuat udara yang terserap melalui hidung meningkat 29 persen. Mereka meneliti metode pernapasan hidung pada orang yang berolahraga. Sebagai catatan, orang kerap bernapas lewat mulut saat berolahraga. Hasilnya, teknik tersebut mengurangi kerja pernapasan dan akhirnya menurunkan tekanan darah sistolik selama latihan.
Perlukah Tidur dengan Plester Mulut?
Inti dari teknik buteyko adalah mengatur pernapasan menggunakan hidung agar oksigen yang masuk seimbang dengan karbon dioksida yang keluar. Hingga saat ini, memang belum ada penelitian yang mendukung aktivitas tidur dengan plester mulut untuk membiasakan pernapasan hidung. Namun, pakar teknik pernapasan buteyko, Gobind Vashdev mengatakan penggunaan plester mulut saat tidur hanya metode untuk membantu adaptasi pernapasan hidung.
"Rata-rata manusia tidur delapan jam. Artinya, 1/3 waktu harian berada di fase tidur. Ada banyak kerugian ketika waktu yang panjang itu digunakan untuk pernapasan mulut," ujar Gobin saat diwawancarai Tirto, Sabtu (13/7/2019).
Plester mulut tidak perlu digunakan pada mereka yang memang sudah terbiasa bernapas lewat hidung. Tapi ketika tidur kita seringkali tidak menyadari ketika bernapas dengan mulut. Plester berguna untuk merapatkan mulut saat berada di fase tidak sadar. Gobind juga menyarankan penggunaan plester yang memiliki banyak pori, bukan lakban atau isolasi.
Penempelan plester pada mulut bisa disesuaikan dengan kenyamanan tiap individu, tidak melulu harus horizontal mengikuti garis bibir, tapi bisa juga vertikal. Dengan begitu, mulut masih memiliki celah yang tersisa di sudut bibir, yang penting, kedua bibir mengatup. Jika mulut terbuka dalam posisi tidur, maka lidah cenderung terdesak ke arah belakang sehingga meningkatkan risiko sleep apnea.
"Coba tes, kalau tenggorokan kering dan bau mulut saat bangun, itu tandanya kamu bernapas dengan mulut saat tidur," kata Gobind.
Catatan penting, meski dipercaya menyembuhkan pilek, asma, mengorok, dan gangguan pernapasan lain, metode ini tak bisa diterapkan pada semua kondisi tubuh. Gobind bahkan tak menyarankan orang dengan epilepsi menggunakan plester horizontal dalam buteyko, begitu juga gangguan pernapasan lainnya.
Jadi, bagi Anda yang mau mencoba teknik buteyko, pastikan dulu kondisi kesehatan Anda cukup memungkinkan untuk mengikuti metode ini.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara