tirto.id - Pada satu pagi di sebuah wahana permainan air di Jakarta, anak-anak terlihat ceria di pinggir kolam renang dengan sebagian mengenakan baju ala mermaid atau putri duyung yang sedang tren. Seorang bocah perempuan menyelupkan kepalanya ke dalam kolam sambil berteriak: “Aku Ariel si Putri Duyung, aku bisa bernapas di dalam air.”
Harapan spontan bocah sepuluh tahun itu untuk jadi manusia setengah duyung dan bernapas bebas di air tanpa alat bantu apapun sudah lama jadi pemikiran para ilmuan di dunia. Namun, impian ini bukan hal yang mudah karena manusia harus bekerja keras melawan khitah dasarnya sebagai makhluk yang bernapas di darat.
Beragam upaya manusia menciptakan terobosan untuk bisa menggapai impian tersebut masih terus dilakukan hingga kini. Teknologi menyelam saat ini masih tak praktis bagi orang dengan segala peralatan tabung oksigen hingga masker dan lainnya.
Pada 2014 lalu pernah ada temuan material sintesis dari para peneliti di University of Southern Denmark, yang diklaim mampu mengumpulkan oksigen dari air di sekitar untuk memberikan pasokan oksigen ke pengguna. Namanya “Aquaman Crystal”.
"Material ini bisa menghadirkan oksigen tiga kali lebih banyak dari tabung oksigen yang sudah ada sekarang," tutur salah satu peneliti, Profesor Christine McKenzie, dinukil dari laman sites.psu.edu.
Sebelumnya telegraph.co.uk, pernah mengulas soal Aquaman Crystal tak hanya bisa menyerap oksigen dari air namun dari sumber terdekat lainnya seperti udara, karena materi ini mengandung kobalt sebagai pengikat molekul.
Cara kerjanya mirip dengan fungsi hemoglobin dalam aliran darah, dimana oksigen diambil oleh logam - dalam hemoglobin memakai besi, sementara Aquaman Crystal dengan kobalt. "Menarik, material ini dapat menyerap dan melepaskan oksigen berkali-kali tanpa kehilangan kemampuan. Seperti mencelupkan spons ke dalam air, meremas air keluar dan mengulangi prosesnya, lagi dan lagi," kata Christine McKenzie dikutip darisciencedaily.com
Kristal ajaib ini tak memiliki pengaruh saat terjadi reaksi dengan oksigen, maka material kristal ini dapat digunakan berkali-kali sebagai wadah penampung oksigen. Juga untuk mengikat, menyimpan dan menyalurkan oksigen, seperti hemoglobin buatan pada darah. Namun, Belum diketahui secara pasti bagaimana bentuk dan ukuran kristal yang direncanakan sebagai alat bantu pernapasan pada manusia. Namun, jangan bayangkan penggunaannya sangat sederhana.
Misalnya bila ukuran kristal sebesar biji kacang hijau, maka setidaknya wadah khusus untuk mengumpulkan kristal-kristal itu agar bisa diletakkan di mulut atau hidung saat menyelam di air. Semacam masker khusus atau alat bantu napas yang biasa digunakan untuk snorkeling yang di dalamnya diberi aquatic crystal. Artinya jangan berpikir dengan kristal ini manusia bisa punya kemampuan bernapas di air ala mermaid tanpa alat bantu apapun.
Setelah tiga tahun berselang, upaya pengembangan alat masker khusus ini belum ada kejelasan. Tim peneliti University of Sydney, Australia sempat melakukan pengembangan masker ini, tapi belum menghasilkan sesuatu yang nyata. Ini barangkali karena karakter dari kristal yang kinerjanya bisa terpengaruh akibat perubahan tekanan, dan suhu di dalam air. Sehingga para ilmuwan harus melakukan pengujian yang tak sembarangan sebelum kristal ini dinyatakan aman bagi manusia demia ambisi bernapas di air.
Ambisi Berbuah Manipulasi
Maret 2016, sebuah perusahaan meluncurkan ulang alat yang lagi-lagi diklaim bisa digunakan untuk bernapas di air bernama Triton. Masker Triton yang bentuknya menyerupai kotak kecil yang ditempel di tengah gading ini sudah luncur sejak 2013.
CNBC pernah menulis bahwa perusahaan sang pengembang menjanjikan pengguna bisa bernapas di bawah air selama 45 menit pada kedalaman maksimum 15 kaki. Untuk meyakinkan publik atas inovasinya, mereka menampilkan video berdurasi 12 menit yang memperlihatkan seorang pria berenang menggunakan perangkat yang diduga merupakan maket Triton.
Karena iklan yang begitu meyakinkan dan masif, pada 2013 mereka berhasil mengumpulkan modal dari para investor. Sayangnya, tiga tahun kemudian, produk ini tak kunjung hadir di pasaran. Untuk menghindari rasa curiga publik, maka pengembang mulai mengembalikan investasi awal para investor sebesar $900.000.
Namun, hingga peluncuran ulang di tahun lalu, masih ada saja yang menginvestasikan dana untuk pengembangan produk ini sebesar $300.000. Perusahaan menjanjikan pengiriman produk jadi Triton pada Desember 2016. Sayangnya tidak diketahui secara pasti, apakah pengiriman produk jadi tersebut benar dilakukan atau harus kembali tertunda. Rencananya, jika tetap berjalan, maka masker Triton akan dibanderol dengan harga $399 per unit. Masker Triton, seperti insang buatan yang menggunakan filter dengan lubang lebih kecil dari molekul air tapi tapi diklaim bisa dilewati oksigen.
Menanggapi kejadian ini, Stephan Whelan, pendiri komunitas menyelam DeeperBlue, mengingatkan agar orang-orang tak mudah percaya dengan alat ini karena diyakini bakal tak sesuai dengan yang dijanjikan. "Jadi harus hati-hati meski hanya menaruh 1 dolar untuk produk ini," kata Whelan.
Teknologi agar manusia dapat bernapas di air selayaknya putri duyung masih jauh dari harapan. Sang bocah yang memakai pakaian mermaid di kolam renang nampaknya harus lebih bersabar untuk bisa menjadi "putri duyung" dengan bantuan sains, dan masih butuh waktu.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra