Menuju konten utama

Mendengkur: Gangguan Tidur Sepele yang Dapat Memicu Kematian

Kekurangan oksigen akibat mendengkur dapat memicu serangan jantung hingga stroke.

Mendengkur: Gangguan Tidur Sepele yang Dapat Memicu Kematian
Ilustrasi tidur mendengkur. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Meskipun terlihat sepele, nyatanya gangguan tidur bisa memicu efek kesehatan lain yang jauh mematikan, termasuk penyakit katastropik.

Sleep apnea merupakan salah satu gangguan tidur yang lazim terjadi, terutama pada pria.

Dalam sebuah studi lokal publikasi Straits Times (2016), diperkirakan 1 dari 3 orang di Singapura memiliki obstructive sleep apnea derajat sedang hingga berat.

Gangguan ini terjadi pada saluran pernapasan ditandai dengan dengkuran keras kemudian jalan napas (apnea) terhenti selama 10 detik.

Walhasil tubuh mengalami penurunan kadar oksigen sebanyak 4-5 persen.

"Kondisi tersebut membuat otak memberi perintah mendadak pada tubuh untuk bernapas kembali (arousal)," terang Fauziah Fardizza, dokter spesialis THT - bedah kepala dan leher konsultan laring faring dari RS Pondok Indah.

Dalam diskusi virtual yang digelar pada Rabu, (27/10/2021) kemarin, Fauziah menerangkan, perintah otak tersebut memicu gejala lain seperti tersedak, batuk, atau terengah-engah, layaknya orang mengambil napas setelah tenggelam.

Pemicu Kematian

Pernahkah Anda mendapat komplain soal suara mendengkur saat tidur, atau justru merasa terganggu karena pasangan atau keluarga mengalami hal tersebut?

Mendengkur pada orang dewasa lazim terjadi akibat langit-langit lunak dan lidah jatuh ke bagian belakang mulut.

Respons mendengkur terjadi ketika jalan napas tertutup sebagian. Namun saat tertutup total maka akan terjadi henti napas (apneu).

"Jika proses ini terjadi berulang-ulang, akan terjadi sumbatan aliran udara ke paru-paru, sehingga kadar oksigen di tubuh menurun," lajut Fauziah.

Kurangnya oksigen dalam tubuh memicu lebih banyak implikasi kesehatan lain. Termasuk peningkatan risiko serangan jantung mendadak atau stroke.

Sleep apnea wajib diwaspadai, katanya, karena dapat meningkatkan risiko kematian dini sebesar 46 persen.

Fauziah memaparkan beberapa implikasi kesehatan jangka panjang akibat sleepapnea.

  1. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
  2. Penyakit jantung atau kelainan irama jantung
  3. Stroke
  4. Diabetes melitus
  5. Kerusakan saraf kognitif (kehilangan memori)
  6. Menurunnya prestasi di sekolah, pada anak-anak
  7. Demensia dini
  8. Depresi
  9. Kecelakaan lalu lintas ketika sedang mengendarai kendaraan bermotor
Mendengkur harus diwaspadai ketika dalam satu periode terdapat arousal (kondisi terbangun tiba-tiba), biasanya disertai tersedak, batuk, atau terengah-engah.

Gejala sleep apnea lainnya dapat diamati dengan ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Mendengkur keras
  2. Terdapat periode henti napas sesaat ketika tidur
  3. Mendengus, terengah-engah, atau tersedak saat tidur
  4. Sakit kepala di pagi hari
  5. Terbangun lelah di pagi hari
  6. Siang atau malam kantuk dan lesu
  7. Tidur gelisah atau posisi tidur aneh pada anak
Pada anak, gejalanya terlihat pada kebiasaan bernapas melalui mulut di waktu sehari-hari ataupun saat tidur.

Kejadian saat Pandemi

Sleep apnea terjadi akibat penyempitan jalan napas karena kekuatan otot pernapasan melemah dan daerah tenggorokan memiliki kelebihan jaringan lunak.

"Misalnya pada kasus obesitas (kelebihan berat badan), ini risikonya tinggi mengalami sleep apnea.

Studi yang dilakukan Berawi, dari Universitas Lampung (2019) menyebut obesitas meningkatkan risiko sleep apnea hingga 4,6 kali.

Peluang risiko juga lebih besar menimpa laki-laki ketimbang perempuan, dengan perbandingannya 3:1. Selain itu penderita diabetes melitus (DM) juga memiliki risiko sleep apnea tiga kali lipat lebih besar.

Fauziah menerangkan, kemungkinan terdapat kausalitas angka kejadian sleep apnea dengan pandemi Covid-19. Pembatasan akibat pandemi membikin sebagian orang mengalami kenaikan berat badan.

Survei di Inggris membuktikan fenomena ini. Lebih dari 40 persen orang dewasa mengalami kenaikan berat badan rata-rata tiga kilogram selama pandemi.

"Pandemi bikin tambah gemuk sehingga lemak lebih banyak menempati struktur orofaring (hidung dan tenggorokan). Akibatnya saluran tersebut lebih sempit dan memicu sleep apnea," papar Fauziah. "Ada keterikatan secara tidak langsung," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait MENGATASI NGOROK atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Dhita Koesno