tirto.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam pengelolaan Jakarta. Ia mengatakan Jakarta kini lebih kumuh daripada Kota Beijing.
Saat rapat kerja Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia di Jakarta, Selasa (26/11/2019), Tito membahas tentang situasi global dan perang dagang AS-China. Dalam pemaparan, Tito mengaku ibu kota Cina, Beijing maupun Shanghai kini jauh lebih baik daripada ibu kota Indonesia, Jakarta.
"Saya yakin Pak Anies sering ke China, kebalik Beijing-Shanghai, kalau kita lihat ke Jakarta kayak kampung dibanding dengan Shanghai," Kata Tito di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Tito mengatakan, dirinya sempat sekolah di luar negeri pada 1998 lalu. Saat menjalani sekolah tersebut, Tito selalu mendengar ancaman ekonomi dan militer China. Ia sempat meremehkan situasi Tiongkok itu. Kini, justru posisi berbeda.
"Kita 98 mungkin, ah ini negara dengan Jakarta saja Beijingnya kita lihat sudah seperti kampung. Sekarang kebalik-balik," Kata Tito.
Tito juga menyinggung soal stabilitas Jakarta. Ia mengaitkan situasi ekonomi Hongkong yang didemo berbulan-bulan masih bisa bertahan sementara Jakarta langsung bergolak begitu demo berlangsung 3 hari. Namun, Tito tetap mengapresiasi langkah kepolisian dan Pemprov DKI Jakarta dalam menangani demo.
"Kita lihat Hong Kong, keamanan terganggu. Ekonomi luar biasa mereka, pusat ekonomi. Tapi demo enggak habis-habis 2 bulan. Polisinya kenal sama saya. Saya harus menyampaikan kedukaan karena tugas berat Anda, atau saya harus sampaikan congratulate hormat karena Anda memiliki tantangan. Enam bulan saya kira jadi polisi di sana setengah mati," kata Tito.
"Mas Anies diminta untuk bagaimana demo di Bawaslu, demo di DPR 3 hari, itu saja sudah setengah mati kita. Sudah kita [polisi] selesai, Mas Anies bersih-bersihin itu, pagi-pagi sudah clear. Terima kasih Mas Anies dan pasukan Oranye-nya," ucap dia.
Tito menuturkan pemerintah punya pekerjaan rumah dalam menjaga stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Sebab mulai ada keraguan terhadap sistem di negara-negara demokrasi.
Saat ini, negara demokrasi tengah mengalami stagnan sementara negara non-demokrasi seperti China sedang mengalami lompatan-lompatan dalam urusan ekonomi dan militer.
"Ini tantangan bagi kita, kalau kita bisa membuktikan, maka masyarakat akan melihat demokrasi jadi baik. Tapi kalau kesejahteraan tidak bisa dibangun di atas sistem demokrasi, maka masyarakat akan mencari alternatif yang lain. Makanya muncul tawaran khilafah, tawaran kembali ke sistem semi-otoriter, itu muncul," pungkas Tito.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri