Menuju konten utama

Mendag Lobi Pemerintah AS Soal Kenaikan Tarif Baja dan Alumunium

Donald Trump telah menandatangani aturan pengenaan bea masuk 25 persen untuk impor baja dan 10 persen untuk alumnium.

Mendag Lobi Pemerintah AS Soal Kenaikan Tarif Baja dan Alumunium
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. ANTARA FOTO/Agus Bebeng

tirto.id - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita mengatakan pihaknya meminta pemerintah AS untuk menyelesaikan masalah kenaikan tarif impor baja dan aluminium. Menurut dia, kebijakan pemerintah AS menaikkan tarif bea masuk untuk impor baja dan alumunium dapat berdampak ke penurunan daya saing produksi Indonesia.

Permintaan itu, kata Enggar, disampaikannya kepada pemerintah AS dalam pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR), Duta Besar Robert E. Lighthizer di Washington DC, pada 23–27 Juli 2018.

"Kita perlu dukungan exemption tarif baja dan alumunium. Baja juga dipergunakan (untuk produksi) Boeing (pesawat). Kalau kita kena tarif 25 persen otomatis biaya produksi Boeing juga naik dan bisa lebih mahal dari kompetitornya," ujar Enggar di Kementerian Perdagangan, Jakarta pada Senin (6/8/2018).

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah menandatangani aturan pengenaan bea masuk 25 persen untuk impor baja dan 10 persen untuk alumnium hari Kamis (8/3/2018). Trump akan menerapkan kebijakan itu kepada semua negara, kecuali Kanada dan Meksiko.

Enggar mengatakan, banyak para importir baja AS yang mengatakan kenaikan bea masuk dapat membuat produk baja impor tidak kompetitif serta menahan laju pertumbuhan industri. Selain itu, Enggar mengatakan, produk baja dan aluminium dari Indonesia tidak serta-merta menjadi kompetitor yang secara langsung mengancam industri dalam negeri AS.

“Produk AS dan produk Indonesia dapat berperan secara komplementer di pasar AS. Hal ini sudah terlihat dari peran baja dan aluminium Indonesia yang telah menjadi bagian dalam sistem manajemen pasokan di AS,” ucap Enggar.

Kementerian Perdagangan mencatat ekspor produk besi baja Indonesia ke AS pada tahun 2017 sebesar 112,7 juta dolar AS atau hanya 0,3 persen pangsa pasar AS. Hal ini disebabkan oleh penerapan bea masuk anti-dumping dan countervailing duty yang telah berlangsung cukup lama.

Sementara ekspor aluminium tahun 2017 ke AS, tercatat sebesar 212 juta dolar AS, dengan pangsa pasar 1,2 persen. Bagi Indonesia, nilai ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50 persen ekspor aluminium Indonesia ke dunia.

Selanjutnya, Enggar mengatakan pemerintah Indonesia juga menyampaikan keinginan untuk meningkatkan kemitraan strategis kedua negara melalui kerja sama dengan perusahaan penerbangan Boeing.

“Kami mengajak Boeing bukan hanya untuk menjadikan Indonesia sebagai pasar, tetapi agar dapat bersama-sama menjadi bagian dari strategi masa depan yang saling menguntungkan," kata Enggar.

Enggar mengatakan ada banyak potensi kerja sama yang bisa digali, di antaranya adalah pengembangan bahan bakar pesawat biofuel (bioavtur) berbasis sawit, suku cadang pesawat, serta layanan perawatan, perbaikan, dan overhaul (maintenance, repair, overhaul/MRO).

"Indonesia berpotensi menjadi ‘hub’ pelayanan MRO pesawat udara di kawasan ASEAN dan sekitarnya,” ucap Enggar.

Lebih lanjut, Enggar menyampaikan bahwa ia telah meminta produk Boeing menggunakan bioavtur dari kelapa sawit. Sehingga, nantinya pengusaha dalam negeri bisa melalukan ekspansi ke luar negeri.

"Pengusaha Indonesia akan investasi di sana untuk membuat bioavtur. Kalau Boeing bisa lakukan itu, kita membutuhkan sekitar 2.500 pesawat dalam 20 tahun ke depan. Kita akan prefer Boeing untuk itu. Boeing basically mau dan bisa menerima itu dan akan diskusikan internal," jelas Enggar.

Baca juga artikel terkait IMPOR atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto