Menuju konten utama

Mencari Solusi Bikin Tiket Murah Tanpa Membuat Maskapai Menyerah

Pertanyaannya: beranikah Kemenhub menghapus segala macam komponen biaya yang bikin harga tiket penerbangan bengkak.

Mencari Solusi Bikin Tiket Murah Tanpa Membuat Maskapai Menyerah
Calon penumpang memadati Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (10/11/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/aww.

tirto.id - Atensi positif dari penurunan tarif tiket penerbangan saat periode libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) membuat Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw, meminta pemerintah untuk melanjutkan kebijakan ini pada libur Idulfitri 2025. Dia berharap, harga tiket penerbangan dapat diturunkan hingga 15 persen—lebih tinggi dari periode Nataru yang hanya sebesar 10 persen.

Penurunan harga tiket penerbanganitu, menurutnya, juga merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap keinginan masyarakat.

Harapan kami, di Lebaran ini bisa dilakukan, kalau bisa tidak 10 persen, tapi 15 persen. Itu lebih baik,” kata Roberth, dalam rapat kerja (raker) Komisi V dengan Menteri Perhubungan, dikutip akun YouTube Komisi V DPR RI Channel, Kamis (23/1/2025).

Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, pun mengakui bahwa sampai saat ini harga tiket penerbangan memang terhitung masih mahal. Faktor utamanya disebabkan biaya avtur dan harga sewa pesawat. Dari total biaya operasional maskapai penerbangan, komponen biaya avtur bisa mencapai 35 persen dan biaya sewa pesawat sekitar 30 persen.

Kami sampaikan, kalau harga sewa satu pesawat [selama] satu bulan berkisar US$300 ribu [sekitar Rp4,86 miliar, asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS]. Jadi, memang dua komponen ini yang paling berat kami rasakan dari sisi airlines,” jelas Wamildan dalam raker dengan Komisi V.

Selanjutnya, masih ada komponen biaya parkir armada pesawat di bandara, bea masuk impor suku cadang pesawat, hingga jasa kebandarudaraan. Lebih penting dari itu, seluruh biaya yang dikeluarkan maskapai masih harus ditambah dengan biaya pajak dari pemerintah, di antaranya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Ada juga biaya terkait dengan pelayanan di airport, take off-landing fee yang harus kami bayar, belum termasuk pajak. Jadi, semua transaksi yang kami lakukan terkait avtur, jasa pelayanan bandara, termasuk sewa ruangan kami di bandara, terikat pajak juga,” imbuh Wamildan.

Banyaknya komponen biaya yang harus ditanggung membuat Garuda Indonesia sebagai maskapai full servicehanya bisa mengutip marjin keuntungan (revenue) lebih kecil dibanding maskapai medium frills atau bahkan maskapaino-frills.

Di full service airline, dapat kami sampaikan revenue to cost, cost to revenue itu sangat tipis, jadi 94 persen. Tapi, kalau di LCC [low cost carrier/maskapai berbiaya rendah], yang kami lihat di Citilink, bisa 84 persen. Jadi, marjinnya masih lebih besar,” jelasnya.

Perlu Kajian Lebih Lanjut

Sementara itu, Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, mengatakan bahwa masih ada peluang untuk menurunkan harga tiket penerbangan lebih dari 10 persen untuk masa libur Lebaran 2025. Kendati demikian, Kemenhub harus lebih dulu melakukan kajian mendalam sembari berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, di antaranya perusahaan-perusahaan penerbangan dan PT Pertamina sebagai produsen dan distributor avtur di Tanah Air.

Nanti kami hitung lagi. Saya koordinasi dengan semua pihak. Kami juga akan melakukan survei. Di situ, kemudian baru kami akan menyampaikan hasilnya [berapa persen tarif tiket pesawat akan diturunkan],” ujar Dudy kepada awak media di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).

Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi niat pemerintah untuk kembali menurunkan tarif tiket penerbangan tersebut. Namun, dia mewanti-wanti agar kebijakan tersebut tidak justru memberatkan perusahaan-perusahaan penerbangan. Apalagi, maskapai saat ini sudah cukup menanggung biaya operasional tinggi.

Dengan kondisi ini, ditambah tarif tiket penerbangan rendah, Bambang khawatir industri penerbangan nasional akan kalah saing dengan perusahaan-perusahaan penerbangan asing.

Kalau sampai asing yang menguasai, bisa saja negara kita dibuat lumpuh dengan mengendalikan transportasi udaranya. Padahal, negara kita adalah negara kepulauan yang sangat membutuhkan transportasi udara maupun transportasi laut,” tegas Bambang dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (30/1/2025).

Oleh karena itu, politikus Partai Gerindra tersebut meminta pemerintah melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan berapa besar penurunan tarif tiket penerbangan. Dus, tidak akan ada lagi maskapai-maskapai yang jatuh karena terpukul kebijakan populis pemerintah, seperti yang sebelumnya dialami oleh PT Blue Bird Nordic (BBN) Airlines.

Perlu diketahui, BBN Airlinestelah menutup rute penerbangan Jakarta-Surabaya-Jakarta per 15 Januari 2025. Kebijakan ini diambil sebagai respons atas rendahnya tingkat keterisian operasi rute tersebut—hanya sebesar 43 persen pada periode 27 September 2024-15 Januari 2025 dan 5 persen untuk periode 16 Januari-29 Maret 2025.

Saya mendorong pemerintah untuk duduk bersama dengan pelaku usaha serta melibatkan perwakilan pengguna jasa untuk membahas hal ini. Kemenhub harus melibatkan litbangnya dalam melakukan kajian sehingga akan bisa disusun kebijakan jangka panjang,” sambung Bambang.

Pemerintah Tahu Caranya, tapi ...

Sekretaris Jenderal Ikatan Nasional Asosiasi Perusahaan Penerbangan (INACA), Bayu Sutanto, mengatakan bahwa harga tiket penerbangan sebenarnya bisa dibuat lebih murah tanpa membuat maskapai tekor. Syaratnya, komponen-komponen yang tercakup dalam biaya operasional juga disesuaikan.

Sebagai contoh, untuk menetapkan tarif tiket penerbangan dalam negeri, khususnya kelas ekonomi, pemerintah masih menggunakan hitung-hitungan komponen biaya avtur dan nilai tukar dolar AS yang telah ditetapkan sejak 2019.

Alhasil, penghitungan tarif tiket penerbangan untuk kelas ekonomi tetap tak berubah, meski terdapat inflasi dan peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam kurun waktu hampir enam tahun terakhir.

Misalnya, kurs rupiah/USD yang dulu 2019 Rp14 ribuan, tetap. Harga avtur yang dulu Rp10 ribuan juga tetap,” kata Bayu kepada Tirto, Senin (30/1/2025).

Selain penyesuaian komponen biaya yang ditetapkan pemerintah melalui tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB), penurunan harga tiket juga dapat dilakukan melalui penghapusan bea masuk impor suku cadang, biaya jasa kebandarudaraan, serta penghapusan PPN untuk tiket kelas ekonomi bagi penerbangan dalam negeri.

Seperti untuk tiket penerbangan luar negeri,” imbuh dia.

Bayu menilai bahwa pemerintah sebetulnya sudah mengetahui langkah apa saja yang harus dilakukan untuk menurunkan harga tiket penerbangan. Meski begitu, yang menjadi pertanyaan adalah berani atau tidak Kemenhub menghapus seluruh pajak dan bea masuk yang menyertai biaya operasional pesawat itu. Pun, dengan biaya jasa kebandarudaraan.

Sementara itu, maskapai tidak bisa mengerek turun tarif tiket penerbangan begitu saja lantaran efek Pandemi COVID-19 masih berimbas sampai sekarang. Apalagi, selama lima tahun belakangan, ada kenaikan inflasi dan upah minimum regional (UMR) yang membuat biaya operasional maskapai turut naik.

Mestinya bukan harga tiket yang ‘dipaksa’ turun, tetapi kemampuan beli [purchasing power] masyarakat yang ditingkatkan. Segmen penumpang pesawat itu kelas menengah ke atas, jadi tidak sensitif dengan harga tiket bila mau bepergian,” jelas Bayu.

Tingginya biaya operasional di kala tak ada penyesuaian tarif tiket penerbangan domestik membuat rata-rata marjin yang diperoleh maskapai hanya sebesar 2-3 persen. Dengan kondisi itu, maskapai dalam negeri bisa bertumbangan jika pemerintah tetap kukuh membebankan penurunan tarif tiket penerbangan sepenuhnya kepada industri.

Airlines mengandalkan volume. Maka, jumlah penumpang/tingkat keterisian pesawat (passenger load factor) sangat penting untuk menghidupi airlines,” kata Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI), Alvin Lie, melalui pesan singkat kepada Tirto, Kamis (30/1/2025).

Tidak hanya itu, tekanan biaya yang berimbas kepada penurunan pendapatan, cepat atau lambat, bakal membuat perusahaan penerbangan mengurangi tingkat pelayanan, kapasitas dan jumlah penerbangan, bahkan faktor keamanan penerbangan.

Saat ini saja, banyak maskapai, baik swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN) seperti Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air, mulai mengurangi kapasitas domestik dan mengalihkan ke rute internasional.

Karena, tidak ada TBA/TBB dan lebih menguntungkan,” ujar Konsultan Penerbangan, Gerry Soejatman, kepada Tirto, Kamis (30/1/2025).

Alih-alih membebankan penurunan tarif tiket penerbangan kepada maskapai, pemerintah sebaiknya memberikan subsidi harga tiket kepada maskapai dalam negeri. Pada saat yang sama, dengan eratnya kaitan antara biaya penerbangan dan nilai tukar mata uang—mencapai 90 persen, pemerintah juga harus menurunkan biaya-biaya operasional yang dihitung menggunakan kurs dolar AS.

Tak kalah penting, menurut Gerry, harga bahan bakar juga harus diturunkan. Meski begitu, kebijakan ini juga harus dipastikan tak akan membebani Pertamina di kemudian hari.

Gerry mengatakan bahwa Pertamina bukan yayasan yang dapat menurunkan harga avtur tanpa memperhatikan aspek bisnis yang harus ditanggung. Dus, penurunan harga avtur juga hanya dapat dilakukan dengan memberikan subsidi, baik kepada perusahaan migas pelat merah tersebut maupun kepada maskapai secara langsung.

“[Atau] ambil alih aja semua maskapai 100 persen sahamnya, biar pemerintah paham biayanya,” sambungnya.

Jika tidak ingin memberikan subsidi, menurut Gerry, pemerintah hanya punya dua opsi cara untuk mendapatkan tarif tiket penerbangan yang kompetitif sekaligustetap melindungi industri dari kejatuhan.

Pertama, menerapkan sistem TBA dan TBB dengan konsekuensi harga tiket penerbanganmenjadi lebih mahal saat low season dan menjadi lebih rendah ketika high season serta peak season.

Opsi kedua, menghapus TBA maupun TBB seperti halnya di luar negeri. Sehingga, harga tiket penerbangan bisa menjadi sangat murah ketika low season. Namun sebaliknya, tarif tiket bisa menjadi lebih tinggi ketika peak season.

Kalau mau low season murah kayak di luar dan high season harga ketahan kayak di sini, ya itu namanya halusinasi,” tukas Gerry.

Baca juga artikel terkait HARGA TIKET PESAWAT atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi