tirto.id - Mengenakan beskap biru khas Betawi, penampilan Presiden Prabowo Subianto ketika menyampaikan pidato perdananya begitu meyakinkan. Retorika yang disampaikannya pada Minggu (20/10/2024) berapi-api meski tanpa teks. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan praktik korupsi dan kolusi adalah masalah bangsa yang tak perlu takut untuk diungkap dan diberantas.
Menurut Prabowo, kebocoran anggaran dan korupsi bakal mengancam masa depan Indonesia. Ia sadar korupsi dan kolusi begitu canggih dimainkan oleh para pejabat dan pengusaha.
“Penyimpangan-penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan, semua tingkatan dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, pengusaha yang tidak patriotik," ungkapnya.
Prabowo menegaskan jangan takut menindak para pejabat dan pengusaha yang merugikan negara lewat korupsi dan kolusi. Perilaku lancung itu, kata dia, memengaruhi banyak masyarakat di Indonesia yang belum sejahtera kehidupannya.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengapresiasi pidato Presiden Prabowo yang tegas, keras, dan menggebu-gebu dalam membicarakan korupsi. Namun Zaenur mengingatkan, pidato yang ciamik saja tidak cukup untuk memperbaiki kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Pidato tidak akan pernah bisa mengurangi apalagi menghilangkan korupsi. Pidato itu harus dengan implementasi dalam tindakan nyata dalam bentuk kebijakan konkret,” kata Zaenur kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Terlebih, imbuh Zaenur, banyak anggota kabinet Prabowo yang merupakan para politikus yang rawan mengakali proyek milik pemerintah untuk perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan partai mereka.
Zaenur memandang Kabinet Merah Putih pemerintah Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memang meraup begitu banyak jajaran. Tentu, kata dia, langkah ini merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden untuk membentuk pemerintahan yang menurutnya ideal dan sesuai kebutuhan.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa kabinet yang penuh ini membawa potensi tantangan yang tidak sepele. Tantangan terbesar soal efektivitas pengawasan kerja-kerja anak buah Prabowo. Padahal, dalam pidatonya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya menjaga anggaran negara tidak bocor digarong pejabat korup.
Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran diisi oleh 48 menteri dan 56 wakil menteri. Prabowo membentuk 14 kementerian baru serta memecah kementerian yang sudah ada di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada pemerintahan sebelumnya, jumlah kementerian dibatasi hanya sampai 34 kementerian.
“Kabinet gemuk tentu hak presiden, tapi kalau gemuk punya problem pengawasan. Semakin susah diawasi maka semakin susah untuk dikendalikan,” ucap Zaenur.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Seira Tamara, agak meragukan komitmen Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi dan kolusi. Seira menilai, pidato Prabowo sekadar menggelegar, namun berbanding terbalik dengan kondisi realita.
"Memang sangat menjanjikan, terkesan konkret, padahal kalau dibandingkan realitasnya sangat berbanding terbalik," kata Seira melalui aplikasi perpesanan kepada Tirto, Senin.
Seira berkaca pada janji Prabowo yang sebelumnya ingin membentuk kabinet zaken. Ide ini mengacu pada pembentukan kabinet yang diisi oleh para pakar dan profesional di bidang masing-masing. Belakangan, kabinet Prabowo-Gibran justru banyak diduduki politikus parpol pendukungnya dan sejumlah relawan.
Di sisi lain, ICW memandang beberapa nama di dalam kabinet Prabowo-Gibran sempat tersandung kasus korupsi. Meski tak bermuara sebagai terdakwa, beberapa nama di Kabinet Merah Putih sempat diperiksa atas dugaan berbagai kasus korupsi. Bahkan ada yang sempat mendapat status tersangka, meski belakangan memenangi pra peradilan.
“Maka ini sangat berbanding terbalik dengan komitmen pemberantasan korupsi, karena beberapa nama di dalamnya justru pernah terkait dengan pelanggaran etik,” ucapnya.
Seira mengingatkan, kabinet gemuk tidak mencerminkan komitmen pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebaliknya, jajaran anak buah yang banyak di kabinet bakal membawa kesan bagi-bagi kue kekuasaan.
“Ini sangat berbanding terbalik dari komitmen pemberantasan korupsi. Kami sangat khawatir,” ungkap Seira.
Perlu Pembuktian
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Alhabsy, mengingatkan apa yang disampaikan Prabowo dalam pidato perdananya sebagai presiden bukan hal baru. Menurutnya, jika jeli mengikuti jejak prestasi Prabowo di pemilu-pemilu sebelumnya, istilah “kebocoran anggaran” sangat sering digaungkan.
“Tentu bukan sesuatu yang buruk, karena itu bisa jadi sinyal Prabowo sangat concern dengan efisiensi anggaran negara,” ucap Sahel kepada Tirto, Senin.
Kendati demikian, rakyat perlu tetap menagih komitmen dan pembuktian pemimpin negara. Presiden Prabowo perlu menggaet kepercayaan masyarakat dengan sikap tegasnya dalam membabat koruptor di tubuh pemerintahan.
Sejauh ini, kata Sahel, penunjukan menteri dan wakil menteri kabinet tidak bisa dipungkiri masih terasa bernuansa kompromistis. Hal ini bukan spirit dari komitmen pemberantasan korupsi.
“Sense ini harus diubah kalau Prabowo ingin dilihat memiliki komitmen pemberantasan korupsi. Tugas pertama memastikan adanya key performance indicator (KPI),” terang Sahel.
Sahel berujar, menteri dan wakil menteri yang tidak becus bekerja dalam 3-6 bulan pertama, mesti dipertimbangkan untuk diganti. Jika dibiarkan saja, justru malah mewujudkan kebocoran anggaran yang kerap diwanti-wanti Prabowo.
Sementara dalam jangka panjang, Prabowo harus menunjukkan bahwa berbagai kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi bisa dijalankan. Misalnya penguatan independensi KPK, mengesahkan beleid perampasan aset hasil tindak pidana dan pembatasan transaksi uang kartal, mengontrol konflik kepentingan, hingga reformasi partai politik dalam mencari pendanaan.
“Prabowo bahkan harus berani menetapkan target untuk semua hal ini di hadapan publik, untuk menunjukkan bahwa kepemimpinannya serius memberantas korupsi,” ucap Sahel.
Setali tiga uang, pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, meragukan komitmen Prabowo membabat korupsi jika tidak mengeluarkan langkah konkret. Ia menilai, komitmen tersebut dapat dijamin andai KPK dikembalikan sebagaimana sebelum revisi UU KPK pada 2019.
Herdiansyah turut menyoroti kabinet gemuk Prabowo yang masih diwarnai bekas anak buah Jokowi. Ia khawatir kebijakan yang akan ditelurkan Prabowo masih condong mengakomodasi kepentingan pengusaha. Satu-satunya cara konkret menghindarinya adalah mengembalikan taji KPK seperti di masa jayanya.
"Berani enggak Prabowo? Saya sih pesimistis dengan itu," tutur Herdiansyah kepada Tirto.
Dalam pidato perdananya, Presiden Prabowo menegaskan sudah waktunya agar kebocoran anggaran negara akibat korupsi segera dihentikan. Ini merupakan realita yang terpampang dan mesti dihentikan. Prabowo mengingatkan masih banyak rakyat Indonesia yang belum sepenuhnya merdeka imbas praktik-praktik yang merugikan negara.
"Terlalu banyak saudara-saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlalu banyak anak-anak kita yang berangkat sekolah tidak makan pagi. Terlalu banyak anak-anak kita yang tidak punya pakaian untuk berangkat sekolah," ujarnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi