tirto.id - Perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Cina menjadi peluang untuk Indonesia. Salah satu potensi yang dapat diambil yaitu mendorong relokasi pabrik kedua negara ke tanah air.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menuturkan, saat ini inflasi dan upah di negeri AS meningkat tajam. Hal ini otomatis membuat investor mencari alternatif negara lain.
Sedangkan di Cina, mereka masih berkutat dengan pembatasan ketat COVID-19. Imbasnya tentu mengganggu kinerja industri pengolahan mereka. Sehingga beberapa produsen elektronik, otomotif termasuk mobil listrik berpotensi digandeng untuk lakukan relokasi pabrik.
"Peluang ini butuh prasyarat infrastruktur pendukung, reformasi perizinan, SDM [Sumber Daya Manusia] hingga insentif yang menarik," kata Bhima kepada Tirto, Selasa (21/6/2022).
Selain relokasi pabrik, Indonesia juga berpeluang merebut pasar ekspor yang selama ini dilakukan dua negara. Sektor paling potensial adalah petrokimia. Hal itu karena mitra utama Cina di Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam sangat membutuhkan pupuk hingga produk turunan minyak mentah yang kompetitif.
"Untuk pasar ekspor AS produk yang dibutuhkan adalah teknologi informasi, otomotif tapi sebagian besar mensyaratkan adanya investasi teknologi yang besar," jelasnya.
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menyebutkan pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan terjun bebas tahun ini menjadi 2,5 persen. Ini lebih rendah dari pertumbuhan pada 2021 sebesar 5,7 persen. Pelemahan ekonomi terjadi di negeri Paman Sam disebabkan oleh lonjakan inflasi yang kini sudah mencapai 8,6 persen year on year (yoy).
Kenaikan inflasi ini disusul dengan kenaikan suku bunga acuan secara agresif. Sementara Cina, perlambatan ekonominya dipicu oleh penyebaran kasus COVID-19 yang meningkat sejak awal tahun. Beberapa kota dikunci alias lockdown. Salah satunya Shanghai yang merupakan penopang ekonomi negeri tirai bambu tersebut.
Bank Dunia bahkan memperkirakan ekonomi Cina hanya tumbuh 4,3 persen pada 2022. Pertumbuhan itu jauh lebih rendah dibandingkan 2021 yang mencapai 8,1 persen. Pelemahan ekonomi di dua negara itu memang tidak bisa dianggap sepele, sebab ini bisa berdampak kepada neraca perdagangan Indonesia ke AS dan Cina. Apalagi dua negara itu menjadi negara mitra dagang indonesia sejak dulu.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) negara tujuan ekspor Indonesia yang terbesar sampai dengan Mei 2022 adalah Cina dengan nilai 4,59 miliar dolar AS atau 22,95 persen dari total ekspor. Sementara Amerika Serikat sebesar 2,05 miliar dolar AS (10,26 persen).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin