tirto.id - Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menyambut kedatangan Paus Fransiskus yang mendarat menggunakan pesawat komersil ITA Airways di Bandara Internasional Soekarno Hatta, pada Selasa (3/9/2024), pukul 11.26 WIB.
"Ini kunjungan apostolik terpanjang dari beliau, ya, mulai dari Indonesia, Papua New Guinea, kemudian Timor Leste, dan Singapura," ujar Menag yang didampingi Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo; Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Ignasius Jonan; dan sejumlah pejabat Eselon I Kementerian Agama.
Yaqut menyampaikan bahwa kunjungan ini harus dimaknai sebagai upaya untuk membangun perdamaian. Di tengah lawatan Paus ke Indonesia, Yaqut mengajak masyarakat Indonesia untuk dapat menunjukkan persatuan dan kesatuan, sikap saling memahami, dan saling pengertian.
Dia berharap Paus Fransiskus dapat melihat secara langsung harmoni keragaman di Indonesia.
"Kami berharap beliau menyaksikan bagaimana keberagaman di Indonesia itu bisa terpelihara dengan baik," ungkapnya.
Yaqut juga menyampaikan pesan dari Paus Fransiskus tentang pentingnya menjaga dialog antariman sebagai kunci bagi toleransi dan perdamaian dunia.
"Acara di Istiqlal nanti juga penting, karena setelah pertemuan dengan presiden, beliau akan melanjutkan di Istiqlal, ada acara interfaith dialogue. Saya kira ini manifestasi dari apa yang tadi beliau ucapkan, bahwa dialog itu menjadi kunci utama bagi sukses perdamaian, bukan hanya dunia, tapi antarumat manusia," jelas Yaqut.
Dia juga menyanjung kesederhanaan Paus Fransiskus yang memilih kendaraan yang sederhana, bukan kendaraan mewah. Termasuk menginap tidak juga di hotel mewah, tapi di Kedutaan Vatikan.
"Beliau ini pimpinan Takhta Suci Vatikan, pemimpin negara, dan pemimpin umat. Dengan kesederhananya, beliau tunjukkan bagaimana beliau memilih kendaraan pun dengan cara yang sangat sederhana, dan ini patut untuk dicontoh," katanya.
Kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia, kata Yaqut, merupakan sebuah kebanggaan. Sebelumnya, Paus Paulus ke-6 juga telah mengunjungi Indonesia pada 1970, dan Paus Johannes Paulus ke-2 pada 1989.
"Yang paling penting menurut saya dari semua proses ini adalah mempererat hubungan antara Indonesia dan Vatikan," katanya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi