tirto.id - Gelombang penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan terus membesar dalam satu minggu terakhir. Ini terlihat lewat kampanye yang semakin masif di media sosial dan munculnya petisi yang didukung puluhan ribu orang.
Kampanye yang dimaksud adalah video singkat pada musisi yang mengatakan apa alasan mereka menolak RUU Permusikan. Video-video ini dibagikan di Instastory para pesohor. Jason Ranti, penyanyi folk, salah satunya.
Dia mengatakan dengan mimik sebal: "Curang. Saya bikinnya musik mereka buat Undang-Undang. Curang..."
Sementara petisi berjudul #TolakRUUPermusikan mengudara pada Minggu (3/2/2019). Ketika berita ini ditulis, Senin 4 Februari pukul 19.15, petisi telah ditandatangani oleh hampir 130 ribu akun. Sebagai gambaran, pada hari yang sama sekitar pukul 10.36, petisi ini baru diteken 51.903 kali.
Selain 'serangan udara', para musisi--yang jumlahnya ratusan--juga menyatakan pendapat secara langsung di Cilandak Town Square (Citos), Jakarta Selatan, siang tadi (4/2/2019).
Semua bermula dari pertemuan antara beberapa musisi dengan petinggi DPR RI, Senin (28/1/2019) kemarin. Setelah itu RUU ini ramai dibicarakan, termasuk di media massa, karena pasal-per-pasal dalam RUU ini bermasalah.
Para musisi pun mulai berkomentar. Vokalis hip-hop asal Bandung, Herry "Ucok" Sutresna, misalnya, mengatakan RUU ini "sama saja dari gabungan Orde Baru dan Orde Lama". Sementara Iksan Skuter berkata: "Ada fasisme di RUU itu."
Danilla Riyadi, penyanyi yang kerap mengisi skena musik independen, menjelaskan lebih jauh awal mula gerakan ini hingga menjadi ramai.
Setelah pertemuan di DPR, dokumen digital RUU tersebar hingga sampai ke gawai para musisi. Para musisi kemudian berkumpul via Grup WhatsApp (WAG). "Itu dimulai Sabtu (2/2/2019), mulai konsolidasi. Kumpul di WA Group. Inisiatif kami saja, keluarkan unek-unek," kata Danilla kepada reporter Tirto, Senin (4/2/2019).
Musisi yang bergabung makin lama makin banyak hingga menyentuh angka ratusan. Kemudian, mereka sepakat membuat Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan.
Sehari setelahnya, mereka menyebar rilis ke media. Di sana koalisi menulis: "RUU tersebut menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi, menghambat perkembangan proses kreatif, dan justru merepresi para pekerja musik."
Selain rilis, koalisi ini membikin petisi atas nama Danilla. Tujuannya agar masyarakat luas juga bisa berpartisipasi menolak RUU.
"Nama saya muncul di petisi sebagai perwakilan. Bikin petisi berdasarkan kesepakatan bersama. Target utama adalah menolak RUU tersebut," tambahnya.
19 Pasal Bermasalah
Ada banyak pasal bermasalah, kata koalisi. Salah satunya adalah pasal karet dalam Pasal 5. Isinya berisi beberapa larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif.
Pasal ini disebut karet karena ia tak memiliki tolak ukur yang jelas.
Ada pula Pasal 32 yang mengatur soal uji kompetensi. Para musisi merasa uji kompetensi sebagai kekonyolan. Lainnya soal Pasal yang mengatur distribusi musik. Koalisi menganggap ini hanya bisa dijalankan oleh industri besar.
Total, ada 19 pasal bermasalah dari RUU itu, kata Danilla.
Rara Sekar, anggota koalisi, mengatakan aturan ini telah bermasalah bahkan sejak naskah akademik.
"Latar belakang atau identifikasi masalah yang ditulis dalam naskah akademik itu tidak nyambung dengan pasal-pasal yang ada di RUU," kata Rara. "Misalnya, tujuan aturan [dalam naskah akademik] untuk meningkatkan kesejahteraan para musisi atau para pemusik, tapi yang dilakukan adalah penyensoran."
Ironisnya, RUU ini lahir atas inisiatif Anang Hermansyah, seorang penyanyi yang kini juga merupakan anggota Komisi X DPR RI. Anang sendiri datang dalam diskusi di Citos itu. Ia mengatakan tahu ada penolakan dari sejawatnya. Ia pun mengatakan tak menutup kemungkinan kalau pasal-pasal bermasalah akan dicabut.
"RUU ini masih bisa diubah. Masih panjang. Jika ada yang dinilai bermasalah, bisa dihapus," kata Anang.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino