Menuju konten utama

Megawati: Saya Korban Desukarnoisasi, Tak Diperbolehkan Kuliah

Desukarnoisasi adalah kebijakan rezim Orde Baru yang memperkecil peranan dan kehadiran Sukarno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia.

Megawati: Saya Korban Desukarnoisasi, Tak Diperbolehkan Kuliah
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri menjadi keynote speech dalam acara Mukernas Perindo di INews Tower, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024). Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, mengaku menjadi salah satu korban kebijakan desukarnoisasi rezim Orde Baru kepemimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto. Kala itu, dirinya sampai tak bisa kuliah.

"Ketika Pak Harto jadi presiden dari seluruh perjalanan kita itu merupakan black dot. Sampai hari ini saya tidak mengerti, saya jadi korban, juga teman-teman saya. Waktu itu kami tidak lagi boleh kuliah," kata Megawati saat menjadi keynote speech dalam acara Mukernas Perindo di INews Tower, Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Megawati mengaku kala itu bingung dengan kebijakan Presiden Soeharto karena tanpa ada penjelasan.

"Jadi, kan, maksud saya apa reason-nya. Karena sebenarnya beliau melakukan yang namanya desukarnoisasi, dan tidak mengerti saya kalau desukarnoisasi, so what yang dia tampilkan," ucap Megawati.

Ia pun berkata tidak heran bila Soeharto hanya dijuluki Bapak Pembangunan. Padahal, kata dia, PDIP memandang pembangunan terpenting itu ialah mental bangsa, bukan fisik.

"Beliau hanya mendapatkan [julukan] Bapak Pembangunan. Apa pembangunannya? Bagi kami pembangunan itu paling penting adalah pembangunan mental bangsa, bukan fisik," kata Megawati disambut tepuk tangan kader Perindo.

Desukarnoisasi merupakan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto dengan cara memperkecil peranan dan kehadiran Sukarno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia.

Langkah ini dilakukan Pemerintah Orde Baru setelah lengsernya Sukarno dari kursi Presiden Indonesia pada tahun 1966.

Peralihan kekuasaan dari Sukarno kepada Soeharto saat itu dimotori oleh militer, terutama Angkatan Darat. Bahkan sebelum Soeharto benar-benar menjadi presiden, ia telah melancarkan serangan kepada Sukarno dengan menangkap 15 menteri loyalisnya.

Soeharto menempatkan para menteri yang ditahan itu dalam tiga macam kategori. Pertama, mereka yang mempunyai hubungan dengan PKI/Gestapu dengan indikasi yang cukup. Kedua, mereka yang kejujurannya dalam membantu presiden diragukan. Ketiga, mereka yang hidup amoral dan dan asosial, hidup dalam kemewahan di atas penderitaan rakyat.

Setelah presiden berganti, Sukarno dikucilkan sebagai tahanan rumah. Kekuasaannya dipreteli, gerak hidupnya diawasi dan dibatasi. Ia dijauhkan dari orang-orang yang membuatnya merasa bermakna.

Sukarno juga sempat dituding terlibat atau setidaknya mendukung G30S. Pematung Edhi Sunarso mengisahkan pengalamannya saat mengerjakan Patung Dirgantara pesanan Sukarno.

Ketika Sukarno wafat, Orde Baru terus berupaya mengecilkan dan menghapus perannya dari ingatan kolektif bangsa Indonesia. Represi terhadap hal-hal yang berbau Sukarno justru semakin meningkat.

Birokrat dan perwira yang Sukarnois disingkirkan dari jabatannya. Diskusi tentang Sukarno pun sangat dibatasi.

Baca juga artikel terkait MEGAWATI SUKARNOPUTRI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi