tirto.id - Mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengaku senang saat melihat lukisan-lukisan yang dipamerkan di Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2017). Ia mengaku teringat kembali pada masa kecilnya saat melihat puluhan kanvas yang terpasang di ruang pameran itu.
"Ini semua saya ingat," katanya. "Dari saya kecil saya sudah tahu. Itu sudah tergantung (di Istana) dan beberapa lagi yang lain," lanjut Mega.
Sebagai anak yang tumbuh di lingkungan Istana, putri sulung Proklamator Soekarno itu memang akrab dengan beberapa lukisan yang tengah dipamerkan. Tak hanya itu, ia bahkan mengenal beberapa pelukis di Istana Merdeka era Soekarno.
Baca juga:
Saat masih belia, akunya, wajahnya pernah diabadikan dalam sebuah kanvas oleh Basuki Abdullah, maestro seni lukis Indonesia yang juga melukis untuk Soekarno di Istana. "Saya manggilnya Om Bas [Basuki Abdullah]," katanya.Ini kedua kalinya Istana, melalui Kementerian Sekretariat Negara, memamerkan Lukisan Koleksi sebagai bagian dari rangkaian Peringatan Bulan Kemerdekaan HUT ke-72 RI Tahun 2017. Kurator Kepala Asikin Hasan mengatakan hal tersebut adalah langkah yang bagus untuk memulai tradisi pameran di Indonesia.
"Dengan adanya pameran ini, publik juga jadi bisa mengakses dan melihat karya yang sebelumnya hanya tersimpan di Istana," ungkap Asikin Hasan.
Baca juga:
Ada 43 lukisan yang dipampang dalam pameran bertajuk "Senandung Ibu Pertiwi" tersebut. Karya-karya itu berasal dari Istana Kepresidenan yang ada di Jakarta, Cipanas, Bali, Bogor, dan Yogyakarta, serta diseleksi oleh empat orang kurator antara lain Amir Sidharta, Mikke Susanto, Sally Texania serta ia sendiri."Jadi kita kunjungi kelima tempat itu kita liat kondisinya. Karena kan lukisan ini ada yang lebih dari satu setengah abad umurnya, jadi kita harus hati-hati," ungkapnya.
Megawati Lebih Suka Lukisan Realisme
Bagi Mega, lukisan-lukisan di istana memiliki karakter tersendiri. Apalagi, Kata dia, sebagian pelukis di Istana adalah orang-orang yang berjuang dalam mencapai kemerdekaan. Karena itulah, ia menilai karya-karya itu lebih memiliki jiwa ketimbang yang ada saat ini.
"Ketika kita, yang tua-tua ini, kita diajari dari sudut kebudayaan harus punya roso [rasa]. Roso itu sangat sulit sekali," katanya.
Ia juga lebih suka lukisan-lukisan beraliran realis seperti yang dibuat oleh Basuki Abdullah. "Kalau dulu gambar wanita, itu sesuai dengan sosoknya. Tapi makin ke sini, saya selalu bilang kalau sekarang terlalu dipoles. Jadi orang asli dengan gambar terlalu cantik," kata Mega.
Baca: Lukisan-lukisan Malang yang Hilang Dicuri
Lantaran itulah, ia juga meminta kepada para panitia untuk memberikan deskripsi pada lukisan-lukisan yang dipamerkan. Menurutnya, karena karya tersebut adalah hasil dari ekspresi yang tampil dalam kehidupan sehari-hari, maka informasi terkait kapan, di mana, dan dalam momen apa lukisan itu dibuat harus disampaikan ke pembaca.
Pada lukisan sebuah pemandangan Flores karya Basuki Abdullah misalnya, ia meminta agar diberi penjelasan kapan dan di mana pembuatannya. Sebab, gambar tersebut sebenarnya merupakan replikasi dari gambar yang dihasilkan Soekarno saat menjalani masa pembuangan di Flores.
"Jadi itu terbagi diliat dari taun-tahun, lalu dari pelukisnya, mestinya ada seperti sebuah perjalanan dari pelukis ini," katanya.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto