tirto.id - “Kalau sejak awal 19 bank tidak masalah. Tapi ini kan bertahap dari empat, tujuh dan terakhir 19 bank. Itu menunjukkan adanya intervensi. Saya kira Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan,” kata Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis , kepada tirto.id, pada Selasa (26/7/2016).
Mengapa Yustinus menengarai kemungkinan OJK ikut berperan dalam mendorong keikutsertaan bank asing? Berikut wawancaranya;
Bisa diberi gambaran masuknya bank asing sebagai penampung dana tax amnesty?
Pada awalnya pemerintah hanya menggunakan bank BUMN dalam menampung dana repatriasi hasil dari tax amnesty. Lalu bertambah bank swasta nasional dan melebar lebih jauh lagi ke bank asing. Kenapa ini melebar? Masuknya bank asing tentu karena ada lobi-lobi dan tekanan.
Dari mana datangnya tekanan itu? Kemungkinan dari dua pihak. Pertama, tekanan dari perbankan asing yang ingin menampung dana tax amnesty karena ini peluang besar. Kedua, tekanan dari wajib pajak besar atau pengusaha besar yang ingin uangnya disimpan di perbankan asing di Jakarta.
Saya khawatir dengan bank asing, meskipun pemerintah menyatakan bisa mengawasi. Sebab saya tidak terlalu yakin dengan kompetensi pemerintah dalam melakukan pengawasan. Kalau dana wajib pajak dari DBS Singapura pindah ke DBS Jakarta, siapa yang bisa mengawasi instrumen bank mereka, ke mana dananya dan sebagainya?
Bagaimana Anda bisa yakin bahwa ada tekanan dari bank asing?
Pertama hanya bank BUMN. Lalu ditambah bank swasta seperti Bank Danamon atau BCA. Lalu tiba-tiba menjadi 19 bank. Kalau sejak awal 19 bank tidak masalah. Tapi ini kan bertahap dari empat, tujuh dan terakhir 19 bank. Itu menunjukkan adanya intervensi. Saya kira Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan.
Berperan seperti apa?
OJK merupakan pengawas bank-bank. Yang berhak merekomendasikan bank persepsi kepada Kemenkeu adalah OJK. Saya kira ada dorongan dari sana (OJK).
Kalau tekanan dari wajib pajak?
Itu enggak bisa dihitung. Tentu yang besar-besar punya pengaruh signifikan karena punya bargaining tinggi.
Mengapa Anda tidak yakin akan kompetensi aparat pengawasan kita?
Pertama, mengawasi dana yang besar dalam waktu tiga tahun dan menyangkut 19 bank. Kedua, instrumennya juga banyak, tidak hanya di bank, bisa ke sektor riil, atau manajer investasi. Dalam konteks ini, skema-skema yang dibuat bisa macam-macam dan tidak semuanya bisa dikontrol dengan mudah.
Memang ada mekanisme laporan, tapi kan bisa saja formalitas. Di dalamnya seperti apa, kita enggak tahu.
Siapa yang kelola dana tax amnesty di bank asing?
Yang kelola dana wajib pajak adalah mereka sendiri (bank asing) dan mereka hanya melaporkan setiap enam bulan kepada pemerintah.
Apa dampak jika bank asing menampung dana tax amnesty?
Pertama, bank asing akan mendapat keuntungan dari dana tax amnesty karena mengelola dana yang besar. Harusnya kalau tujuannya untuk membangun perbankan nasional, tax amnesty merupakan kesempatan utama bagi bank BUMN. Beri kesempatan kepada bank BUMN karena selama ini mereka juga yang berkontribusi membantu pemerintah.
Kedua, bank asing sudah mempunyai instrumen yang lebih bagus. Mereka sudah punya kompetensi manajemen yang bagus. Sedangkan perbankan kita sedang belajar. Dalam kondisi seperti ini, tidak bijak dan tidak adil kalau membuka permainan atau kompetisi antara perbankan nasional dengan asing. Ya pasti kita kalah.
Dampak lainnya?
Soal transparansi bank. Apakah bisa dengan mudah dijangkau oleh OJK dan Kemenkeu? Kalau instrumen, bank asing di Indonesia dengan di kantor pusatnya, bisa saja mereka melakukan transaksi tapi uangnya tetap di sana (luar negeri) karena ada instrumen-instrumen sendiri. Siapa yang bisa mengawasi arus pembukuan bank asing di kantor pusatnya dan Indonesia? Begitu juga sebaliknya.
Walaupun ada sanksi dari Kemenkeu?
Sanksi itu timbul karena ada pelanggaran. Nah untuk menemukan pelanggaran harus ada pengawasan. Kalau pengawasan pasti butuh kompetensi. Itu yang saya kira susah.
Ada yang bilang bank asing diperlukan demi kenyamanan para wajib pajak?
Kalau soal nyaman, memang harus ada kepercayaan. Dan ini tantangan bagi perbankan kita. Perbankan kita belum sepenuhnya mampu, tapi wajib pajak terlalu banyak menuntut. Pemerintah sudah lebih banyak mengabulkan tuntutan mereka, seperti tarif tax amnesty yang rendah, menjamin kerahasiaan peserta, dll.
Kepentingan bank asing di mana?
Bank asing bisa mendapat dana repratriasi. Dana itu bisa dikelola sediri dan bisa mendapat keuntungan. Lalu bank asing tidak kehilangan nasabahnya. Misalnya, dana dari DBS Singapura pindah ke DBS Jakarta. Artinya, nasabahnya tetap ada meskipun lokasinya berbeda.
Negara mana yang sukses dalam tax amnesty?
India, Afrika Selatan dan Italia. Kita bisa melihat tiga negara itu. Sebagai negara yang sama-sama berkembang dan memiliki kawasan yang luas, penerapan pengampunan pajak mereka bisa dicontoh Indonesia.
Kita hampir mirip dengan India dan Afrika Selatan sebagai negara berkembang dan dalam transisi pemerintahan. Kelompok orang kayanya juga besar. Kalau Italia, kita mirip dalam hal informal ekonomi dan aset di luar negeri yang cukup besar. Praktik masa lalu kronisme sama seperti Indonesia. Jadi (tiga negara ini) bisa jadi patokan kita.
Faktor apa yang menyebabkan sukses?
Rata-rata negara yang sukses dalam tax amnesty itu punya sistem admitrasi yang lebih baik. Lalu ada kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah. Juga adanya reformasi pajak yang menyeluruh. Di Afrika Selatan, ada komitmen Nelson Mandela yang dipercaya untuk mereformasi pajak.
Contoh reformasi perpajakan?
Kelemahan-kelemahan apa yang ada saat ini dan menjadi hambatan dalam upaya membangun kepercayaan wajib pajak. Misalnya soal tarif. Apakah setelah tax amnesty tarif pajak turun? Ini kan ditunggu-tunggu sinyalnya oleh wajib pajak. Selanjutnya, apakah akses pajak ke perbankan sudah bisa? Kalau belum bisa, sama juga bohong. Kompetensi pegawai pajak ditingkatkan. Single indentification number diselesaikan supaya NPWP dan KTP satu identitas. Ini dilakukan agar mempermudah pengawasan.
Lalu, tahap administrasi yang mudah, murah dan cepat. Termasuk peradilan pajak yang independen dan bersih. Reformasi harus dikerjakan sekaligus.
Negara yang gagal dalam tax amnesty?
Ada beberapa. Sebagian negara Amerika Latin gagal. Contohnya Argentina, Chili dan Kolumbia. Negara gagal ini harus menjadi pembelajaran dan peringatan bagi pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah selanjutnya setelah adanya kebijakan pengampunan pajak. Kegagalan negara tax amnesty disebabkan sistemnya belum baik. Lalu tidak ada perbaikan setelah adanya pengampunan.
Butuh persiapan berapa lama agar tax amnesty berhasil?
Persiapannya rata-rata dua tahun. Kalau implementasi tergantung program. Tax amnesty ini program jangka pendek antara enam hingga satu tahun.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti