tirto.id - Seorang jurnalis Detik diintimidasi ketika meliput aksi bela tauhid II yang digelar di Jakarta, Jumat (2/11/2018) pekan lalu. Videonya sempat tersebar di Instagram
"Untuk apa Anda potret itu sampah?" kata seseorang yang terekam di video itu dengan nada tinggi. "Coba lihat nametag-nya. Detik? Coba lihat identitasnya. Tolong difoto dong identitasnya," kata yang lain, juga dengan nada marah.
Video dibubuhi keterangan tertulis yang isinya begini: "wartawan Detik terciduk ingin membuat aksi bela tauhid buruk dengan memfoto sampah."
Hingga berita ini ditulis, rekaman itu sudah dilihat lebih dari 2.500 kali. Video itu dibenarkan oleh Sekretaris Umum Presidium Alumni (PA) 212 Bernard Abdul Jabbar. PA 212 adalah penyelenggara demonstrasi tersebut.
“Kami dari panitia menanyakan apa maksud dia foto-foto sampah, sementara yang demo sendiri enggak difoto," katanya kepada Tirto, Minggu (4/11/2018).
Bernard mengetahui pengambilan foto sampah memang adalah hak pewarta. Namun, tindakan tersebut bisa merugikan demonstran."Jangan [tulis] berita yang jadi provokasi dan membuat kesan acara tidak kondusif. Kami antisipasi saja," ujar Bernard.
Ia juga memastikan jurnalis tersebut tidak "diapa-apakan." Bernard menegaskan "tak ada pengusiran, tak ada intimidasi. ID [card]-nya juga dikembalikan. Kami cuma melihat saja memastikan benar enggak dia wartawan dari Detik. Ternyata benar. Ya sudah."
Bernard seolah berkilah, karena pada video menunjukkan bahwa jurnalis dikerubungi dan ditanyai bertubi-tubi oleh para peserta demonstran.
Ancaman Pidana
Tindakan massa yang menimpa jurnalis Detik ditanggapi Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Jimy Silalahi mengatakan demonstran harusnya bisa menahan diri. Ia tahu bahwa ada pihak yang tak berkenan bila jurnalis melakukan proses peliputan, tapi harusnya ketidaksukaan disampaikan secara elegan dan baik, tak perlu melakukan intimidasi.
"Harus menghargai dan menghormati profesi wartawan. Kami imbau semua pihak bisa memahaminya," kata Jimy kepada reporter Tirto.
Menurut Jimy, perilaku sejumlah orang yang meminta jurnalis menghapus foto juga tidak bisa dibenarkan. "Kalau sudah diambil gambarnya, berhubung itu ruang publik ya kita harus bisa memahami. Jadi enggak bisa langsung dengan pemahaman 'ini enggak bisa, itu enggak boleh,'" terang Jimy.
Tanggapan serupa disampaikan Ketua AJI Abdul Manan. Menurut Manan, apa yang dilakukan jurnalis dalam konteks peliputan jurnalis Detik, sama sekali tidak salah.
"Tak ada yang salah dengan tindakan jurnalis memotret sampah selama itu memang faktual," kata Manan kepada Tirto.
Menurutnya, orang yang menghalangi jurnalis saat meliput bisa terancam hukuman pidana. Pernyataan tersebut dibenarkan Ketua Divisi Advokasi AJI, Sasmito. UU No 40 tahun 1999 tentang pers secara jelas mengatur ketentuan pidana pada pasal 18.
"Kami mengingatkan kepada masyarakat bahwa menghalangi aktivitas jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500juta," kata Sasmito kepada Tirto.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino