tirto.id - Muhammad Rizieq Shihab kembali memantik kontroversi. Tokoh Front Pembela Islam (FPI) ini mengatakan dasar negara Indonesia adalah tauhid.
Pernyataan Rizieq ini didasarkan pada pemahamannya bahwa sila pertama adalah ketuhanan Yang Maha Esa. Ia menyampaikan pendapat tersebut dalam ceramah di acara Maulid Nabi Muhammad yang digelar Majelis Anwarul Hidayah, Jakarta Timur.
"Dasar NKRI adalah ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Ada di dalam UU 1945 bahwa negara kita berlandaskan Ketuhanan," kata Rizieq dari Arab Saudi yang disiarkan langsung lewat akun Youtube FrontTV, Rabu (21/11/2018).
Pernyataan Rizieq ini seolah mengkotak-kotakkan bahwa ketuhanan YME hanya milik agama Islam. Ini menjadi kontroversi karena di Indonesia terdapat agama Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan Konghucu yang juga diakui negara.
Pancasila Wujud Toleransi Semua Agama
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Uung Sendana, Rizieq sebaiknya mengkaji kembali pemahamannya soal sila pertama.
"Apakah benar seperti itu? Karena Pancasila menggali soal bumi Indonesia yang masyarakatnya religius dan berbhinneka tunggal ika," kata Sendana ketika dihubungi reporter Tirto.
Menurut Sendana, keyakinan umat beragama di Indonesia berbeda-beda. Ini harus dipahami bahwa Pancasila merupakan sari dari nilai-nilai bangsa ini. Dia berpendapat orang-orang memandang agama lain dari perspektifnya sendiri berpotensi menimbulkan masalah sosial.
"Habib Rizieq sebagai seorang muslim melihat agama lain dari kacamatanya dia atau orang lain yang memandang agama lain dari kacamatanya sendiri. Itu tidak tepat dan sering menjadi persoalan," jelasnya.
Menurut Sendana, ketuhanan YME ialah selama manusia Indonesia mengakui adanya Tuhan. Terlebih Pancasila mengakomodasi berbagai ajaran agama di Indonesia. Perumusannya tidak egois atau mementingkan kelompok tertentu.
"Sebenarnya itu adalah esensi yakni tidak ada pertentangan dengan agama," tuturnya.
"Rakyat tidak bisa memaksakan sebuah agama menjadi yang dominan di Indonesia. Karena memang tiap daerah berbeda penganut agamanya," imbuhnya.
Dia menegaskan jika tidak ada Pancasila, Indonesia dapat terpecah belah. Pada sisi lain, Sendana menganggap tak perlu menilai buruk agama lain dalam menjalani keyakinan beragama.
"Agama bukan hanya sekadar masalah pengetahuan, tapi terdapat keyakinan," tegasnya.
Sedangkan Pengurus Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Budi Tan menyatakan, ajaran Buddha hanya untuk diri sendiri dan umatnya tidak berhak ikut campur masalah orang lain.
"Ajarannya untuk introspeksi diri sendiri. Umat Buddha tidak bisa sok mengajak orang lain dan jangan sampai mempraktikkan itu," ucap Budi kepada reporter Tirto.
Namun menurut Budi, Pancasila merangkul banyak agama termasuk Buddha. Umat Buddha mematuhi itu.
"Kami harus membaur dengan semua agama dan bangsa. Kami tidak punya kemampuan untuk hidup sendiri," ujar dia.
Peneliti Wahid Foundation Ahmad Suaedy menjelaskan proses perumusan Pancasila harus dilihat dari sejarah Indonesia yang plural. Menurutnya jika orang Islam meyakini ketauhidan menjadi hak yang harus dijamin, perlakuan yang sama harus diterapkan pada orang lain yang mengaku apa pun yang esa atau yang tunggal.
"Jadi, fakta itu tidak bisa diimajinasikan. Pasal [sila] itu harus dilihat dari kenyataan sosial, pluralitas Indonesia dan proses sejarah," kata Suaedy saat dihubungi reporter Tirto.
Suaedy menuturkan, jika konteks pernyataan Rizieq untuk menyemarakkan Pemilu 2019, yang disimbolkan tauhid harusnya seluruh umat Islam. Di seluruh parpol juga tersebar pemeluk agama Islam. Maka dari itu tak pantas memaksakan diri parpol mana yang paling Islam.
"Itu hanya imajinasi atau khayalan dari Rizieq. Mungkin karena dia tinggal di Arab, imajinasinya seperti orang Arab, tapi itu tidak bisa diterapkan di Indonesia," terangnya. Bahkan menurut Suaedy, koalisi para kandidat Pilpres 2019 dihuni mayoritas muslim.
Suadey menganggap selama ini Rizieq terlalu dibesar-besarkan media. Menurutnya, Rizieq hanyalah seorang guru ngaji. Maka dari itu menurutnya, pernyataan Rizieq lucu.
"Guru ngaji itu mengajarkan keseharian seperti salat, puasa dan sebagainya. Jika Rizieq diangkat untuk bicara politik, nasional, Pancasila, saya kira terlalu tinggi," ujarnya.
Anggota Ombudsman RI itu mencontohkan, dia pernah mengkritik Abu Bakar Baasyir. Kritik disampaikan usai pernyataan Baasyir yang menyatakan semua harus menegakkan syariat Islam dikutip New York Times.
"Padahal yang dia [Baasyir] katakan di pengajian habis subuh, yang peserta setingkat MTs, ya imajinasinya segitu. Jangan diimajinasikan Baasyir atau Rizieq sedang bicara tentang Indonesia. Dia itu sedang bicara dengan pengajian yang diikuti anak madrasah," ungkapnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dieqy Hasbi Widhana