tirto.id - Beberapa perempuan berdiri di depan dua meja panjang yang berisi hidangan makanan dan minuman. Dengan cekatan, tangan mereka memasukkan risoles, kurma, dan sepotong pepaya ke dalam mika berbentuk persegi. Di depan makanan ringan itu, ada bubur kacang hijau yang sudah mereka sajikan dalam mangkok bulat plastik. Di sebelahnya, makanan berat telah disajikan dalam kotak berbahan kertas.
Sementara para perempuan tengah sibuk menyiapkan hidangan, sejumlah laki-laki tak kalah sibuknya. Dengan ramah, mereka meladeni satu per satu pengunjung yang datang, juga menata sepeda motor yang mulai memenuhi parkiran.
Mereka tak peduli bila tangan dan kakinya kecapaian. Maklum, kurang lebih 2 jam lagi azan Magrib berkumandang. Pelayanan terbaik kepada pengunjung menjadi prioritas mereka.
Itu adalah secuplik kondisi suasana sore pada bulan Ramadhan di Masjid Konsultat Pemuda, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.
Ketika saya datang ke masjid itu pada Senin (24/3/2025), seorang laki-laki yang mengurus bagian tamu langsung mendatangi dan menanyakan keperluan saya.
Setelah mengatakan maksud kedatangan saya datang ke sini, ia langsung berbalik menuju ke dalam masjid. Sejenak kemudian, ia kembali menghampiri saya dengan membawa serta laki-laki yang tengah saya cari. Lalu, ia berpamitan meninggalkan kami berdua.
Tahu saya ingin mengobrol, laki-laki bernama Muhammad Mufri Riztullah itu langsung mengambil dua kursi bundar. Satu untuk saya, satu untuknya sendiri. Kami duduk di belakang sebuah meja yang langsung bersisian dengan jalan raya. Di situ, ia banyak bercerita tentang sejarah, visi, serta program yang diadakan di Masjid Konsultat Pemuda.
“Selama bulan Ramadhan ini kami menyediakan makan berbuka dan sahur gratis. Untuk berbuka, kami menyediakan 250 porsi dan untuk sahur, kami menyediakan 100 porsi,” katanya.
Berawal dari Cita-Cita Pribadi
Mufri, panggilan akrab laki-laki itu, menceritakan bahwa Masjid Konsultat Pemuda didirikan oleh seorang agamawan Islam bernama Maulana Malik Ibrahim. Sosok tersebut sejak mula memang bercita-cita menjadikan masjid sebagai tempat yang berfungsi secara sosial. Dengan lain kata, ia ingin mengelola masjid yang tak hanya sebagai tempat beribadah, melainkan juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Oleh karenanya, sejak 2018, ia mulai malang-melintang dari satu masjid ke masjid lain untuk mewartakan rancangan konsep tersebut. Namun, hasilnya nihil. Tak ada satu pun masjid yang mau menerima hal yang ia angankan.
Hingga dua tahun kemudian, ia bertemu dengan seorang tuan tanah yang menawarinya sepetak lahan di Kecamatan Karangpilang, Surabaya Barat, untuk dijadikan masjid. Tentu dengan senang hati ia menerima tawaran itu.
“Nah, dari tanah kosong itu tumbuh tanaman-tanaman liar yang disebut oleh pengasuh kami [Maulana] sebagai bayam gajah. Bayam gratis itu kemudian dibagikan secara gratis kepada masyarakat sekitar. Itu program pertama kami,” ungkap Mufri pada saya.
Setelah masjid itu dibangun, Maulana langsung menerapkan konsep yang sudah ia rancang sejak lama. Masjid itu terbuka selama 24 jam dan menyediakan tempat tidur bagi musafir, lengkap beserta peralatan mandinya.
“Namun, karena satu dan lain, hal masjid yang di Karangpilang itu hanya bertahan sampai tahun 2021,” imbuh Mufri pada saya.
Kendati demikian, cita-cita Maulana tak secepat itu pupus. Gayung bersambut ketika ia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Ramadhan Surohadi. Sosok inilah yang mengajaknya membuat masjid di sebuah bangunan bekas Kantor Konsultat Fhilipina yang terletak di Bilangan Kalikepiting No.111, Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.
Karena bekas kantor konsultat itulah, masjid tersebut kemudian diberi nama Masjid Konsultat Pemuda. Sementara itu, istilah pemuda merujuk pada para pengurus atau marbot yang memang banyak dari kalangan pemuda.
“Masjid ini berdiri pada tanggal 3 April 2022,” ujar Mufri, mengingat waktu didirikannya Masjid Konsultat Pemuda.
Sejak saat itu, dua lelaki yang bercita-cita serupa tersebut mengukuhkan tujuan utama Masjid Konsultat Pemuda, yakni sebagai masjid yang memiliki fungsi sosial. Mulanya, mereka membuat program Gerakan Nasi Jumat yang menyediakan makan gratis sehabis salat Jumat untuk para jemaah. Namun, saat itu porsi makanannya hanya cukup untuk 10-15 orang.
Seiring waktu, hati mereka terketuk untuk membuat program yang lain. Ide tersebut tercetus setelah mereka melihat banyak masyarakat sekitar masjid yang kekurangan pangan.
Maklum, ketika itu, Covid-19 masih merajalela di Indonesia. Banyak orang tidak bisa ke luar rumah. Kalaupun berani keluar, tak ada yang bisa dibeli. Ekonomi mereka terlalu seret untuk sekadar membeli kebutuhan pokok, entah karena usahanya bangkrut atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Melihat kondisi tersebut, Maulana dan Surohadi pun berinisiatif membantu masyarakat sekitar masjid. Mereka membuat program Prasmanan Gratis yang menyediakan makan selama 3 kali dalam sepekan, yakni Senin, Selasa, dan Rabu. Masyarakat sekitar pun sangat antusias dengan program itu kendati porsi makanannya hanya cukup untuk 50 orang.
“Pada saat itu, kedua pengasuh kami tersebut memberanikan diri untuk membuat program tersebut. Karena memang kan dilarang oleh aparat untuk melakukan kegiatan yang sifatnya kumpul-kumpul,” ujar Mufri, mengisahkan awal mula program tersebut.
Sumber Dana Masjid Konsultat Pemuda
Ketika pandemi Covid-19 mulai mereda, program Prasmanan Gratis pun berhenti. Maulana dan Surohadi kemudian membuat program yang sifatnya lebih masif. Meluncurlah program sarapan gratis yang diadakan sehabis salat Subuh, program WMG Peka (Warung Makan Gratis Peduli Kanker Anak), serta program Dumata (Dukung Masjid Tetangga) yang menyediakan makan gratis bagi anak dan masyarakat sekitar setiap hari.
“Makanya program kami isinya banyak makannya. Sehari kami mesti menyediakan 500-600 porsi makanan,” terang Mufri.
Saya pun kemudian bertanya, “Apakah memang program di masjid ini hanya makan-makan saja?”
“Oh tidak, kami juga menyediakan fasilitas tempat tidur gratis bagi musafir dan Rumah Dokter Gratis,” jawabnya, sekaligus membeberkan program lain yang tak cuma urusan makan.
Rumah Dokter Gratis adalah program yang menyediakan fasilitas kesehatan gratis berupa cek tekanan darah, berat badan, tinggi badan, kadar gula darah, kolesterol, konsultasi kesehatan daring, serta praktik dokter.
Untuk menjalankan program sebanyak itu, dana yang dihimpun berasal dari banyak kantong. Selain mengandalkan sokongan dana dari keluarga Maulana dan Surohadi, program tersebut ditunjang oleh infak masjid dan kelenceng, kotak kecil yang diedarkan di masyarakat sekitar.
Ada juga dana yang diperoleh dari branding melalui media sosial. Akan tetapi, Mufri menegaskan bahwa pihak Masjid Konsultat Pemuda tak pernah meminta sedekah secara daring, misalnya dengan menuliskan rekening di media sosialnya. Yang mereka lakukan hanya mengunggah dokumentasi kegiatan serta cerita orang yang pernah datang berkunjung.
“Dari situlah kemudian banyak orang bersimpati dan sedekah mengalir ke Masjid Konsultat Pemuda. Tapi pada intinya, kami menerima segala jenis sedekah. Entah itu makanan atau kopi, kami akan menerimanya,” aku Mufri pada saya.
Menebar Manfaat bagi Masyarakat
Mufri bersyukur karena kini Masjid Konsultat Pemuda telah memiliki tiga cabang yang tersebar dari Surabaya, Banyuwangi, hingga Pasuruan.
“Untuk yang di Surabaya letaknya di Klampis Ngasem, Ngagel, dengan fokus pada muamalah atau bisnis. Untuk yang di Banyuwangi, kami fokus pada pendidikan. Di sana kami memiliki 60 santri yang menghafal Al Qur’an. Sementara itu, yang di Pasuruan fokus pada ketahanan pangan. Alhamdulillah kami sudah memiliki 4 hektar sawah, 1.000 pohon pepaya, dan 32 kambing. Hasil panen dari Pasuruan itu, kami alokasikan buat kebutuhan di masjid ini,” bebernya.
Meski begitu, Mufri dan masjid yang dikelolanya tak akan berhenti di program itu saja. Pihaknya berencana membuka cabang di 1.154 masjid yang tersebar di seluruh kota yang ada di Indonesia.
“Sebabnya, bukan hanya masyarakat Surabaya yang butuh pangan gratis, kesehatan gratis, dan juga pendidikan gratis. Masih banyak orang di kota lain yang belum memiliki akses akan hal itu,” imbuhnya.
Saya pun kembali bertanya, “Sebelum melangkah lebih jauh ke sana, mengapa masjid ini tidak dibangun lebih besar lagi?”
Mufri mengakui bahwa masjid tersebut memang kecil. Ukurannya hanya 3 x 15 meter. Tapi, baginya, yang penting bisa buat untuk beribadah, bersujud kepada Allah Swt.
Bukan ukurannya yang penting, melainkan pengaruh yang ditebar untuk masyarakat sekitar.
"Dan itu yang menjadi tujuan utama kami [memberikan manfaat sosial],” pungkas Murfi, menutup pertanyaan saya.
Penulis: Muhammad Akbar Darojat Restu
Editor: Fadli Nasrudin