Menuju konten utama

Masa Kerja Pansus KPK Hampir Usai, Bubar atau Berlanjut?

Ketum Golkar Airlangga Hartanto mengancam akan menarik kadernya jika Pansus Hak Angket KPK tidak dibubarkan pada 14 Februari nanti.

Masa Kerja Pansus KPK Hampir Usai, Bubar atau Berlanjut?
Massa yang tergabung dalam Jaringan Daerah Tolak Angket KPK melakukan aksi simpatik di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Pelantikan Bambang Soesatyo sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru menggantikan Setya Novanto yang jadi pesakitan, Senin (15/1) kemarin, memunculkan pertanyaan ihwal keberlanjutan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pansus dibentuk untuk mengevaluasi kinerja KPK karena ada indikasi penyelewengan dan ketidakpatuhan pengelolaan anggaran.

Pertanyaan muncul karena Bamsoet, demikian panggilan Bambang Soesatyo, dikenal sebagai salah satu politikus yang mengusulkan pembentukan Pansus, yang diresmikan pada Rapat Paripurna 30 Mei tahun lalu. Saat itu, Bamsoet masih menjabat Ketua Komisi III DPR. Setelah dilantik sebagai Ketua DPR, Bamsoet tak lagi menjabat di posisi itu, keanggotaannya dari Pansus juga ditarik.

Di sisi lain, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, bos Bamsoet di partai, mengancam bakal menarik seluruh anggotanya yang bergabung jika Pansus tidak kunjung dibubarkan hingga akhir masa persidangan ketiga DPR periode 2017/2018, 14 Februari mendatang.

"Bila Pansus tidak diakhiri pada masa persidangan ini, di mana jatuh pada bulan Februari nanti tanggal 14, maka saya meminta dan menginstruksikan kepada pimpinan fraksi Partai Golkar menarik seluruh keanggotaan," kata Airlangga di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (15/1) kemarin.

Menurut Airlangga, DPP Golkar menginginkan pembubaran Pansus karena itu sesuai dengan kesepakatan yang dicapai dalam musyawarah nasional Golkar. Ketika itu, partainya menyatakan tidak menoleransi apa pun yang bisa memperlemah KPK, sementara Pansus terindikasi kuat mengarah ke sana.

Saat ini, ada enam fraksi yang tergabung dalam Pansus, PDI Perjuangan, Nasdem, PAN, PPP, Golkar, dan Hanura. Gerindra, PKS, Demokrat, dan PKB tidak termasuk. Jika Golkar benar-benar keluar dari Pansus, jumlah fraksi tersisa akan seimbang dengan barisan partai yang tidak tergabung. Hal itu bisa mempengaruhi legitimasi Pansus.

Anggota fraksi Golkar sekaligus anggota Pansus Mukhamad Misbakhun memperjelas bahwa Pansus saat ini sedang mengupayakan rekomendasi keluar sebelum tenggat. Hal ini menurutnya bisa dicapai karena Pansus sudah bekerja dalam tiga masa sidang.

"Saya menganggap tugas Pansus untuk memberikan masukan dari fraksi Golkar sudah cukup dalam rangka membuat KPK lebih baik sebagai lembaga penegak hukum yang khusus menangani tindak pidana korupsi," ujar Misbakhun kepada Tirto.

Misbakhun berjanji akan mengawal agar rekomendasi Pansus tidak berujung pada revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Janji itu keluar sesuai instruksi dari Airlangga untuk anggota fraksi Golkar di Pansus.

"Saya akan mengawal rekomendasi Pansus KPK tidak akan melakukan revisi atas UU KPK sesuai arahan Ketua Umum Partai Golkar, bapak Airlangga Hartarto," katanya.

Perlu Ada Rekomendasi

Golkar bisa saja menggertak, tapi masalahnya Pansus tidak serta merta dapat dibubarkan sebelum tugas selesai: membuat rekomendasi untuk KPK. Hal ini dikatakan Wakil Ketua Pansus dari Nasdem, Teuku Taufiqulhadi.

"Jika sudah buat rekomendasi maka baru berakhir masa tugasnya," kata Taufiqulhadi kepada Tirto, Selasa (16/1/2018).

Pendapat senada juga dikeluarkan PDI Perjuangan. Bendahara fraksi PDIP Alex Indra Lukman berkata, alih-alih dibubarkan, Pansus lebih baik didorong menyelesaikan tugasnya. Menurut Alex, anggota Pansus pasti telah menghitung agenda penyelesaian kerja mereka sebelum 14 Februari. Ia optimistis Pansus dapat menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan rekomendasi untuk KPK.

"Kami juga ingin Pansus segera menyelesaikan tugasnya, sama halnya dengan Golkar. Jadi jangan pesimis dulu, kawan-kawan di Pansus pasti sudah dan akan bekerja keras untuk menuntaskannya di masa sidang ini," ujar Alex.

Fraksi PAN disebutnya juga menghendaki agar kerja pansus KPK berakhir sebelum pertengahan Februari 2018. Mulfachri berkata, penyusunan rekomendasi akan segera dilakukan agar hasil kerja Pansus dapat terukur dan sesuai temuan-temuan mereka selama ini.

"Dari awal komitmen PAN begitu, dan kita minta Pansus segera mengakhiri dengan membuat laporan, mengeluarkan rekomendasi yang dipandang perlu yang didasari pada temuan," tuturnya.

Hal ini diperkuat pernyataan Ketua Pansus KPK, Agun Gunandjar Sudarsa. Politisi senior Golkar ini berkata bahwa Pansus sebetulnya tinggal merumuskan kesimpulan rekomendasi saja. Bahan-bahan hasil penyelidikan sudah dikirim Pansus ke fraksi-fraksi anggota.

Kerja Pansus KPK diupayakan berakhir sebelum pertengahan Februari 2018, karena DPR mempertimbangkan kondisi politik nasional terkini. Eskalasi politik yang dijadikan pertimbangan Pansus adalah dimulainya Pilkada 2018, dan akan berjalannya tahapan Pemilu 2019 sejak pertengahan tahun ini.

"Pansus harus sudah memulai kerja kembali, yang dalam minggu ini akan segera mengadakan rapat internal guna menyusun agenda kerja Pansus yang harus segera berakhir," kata Agun.

Golkar Tidak Bertanggung Jawab

Menurut Wakil Ketua Komisi III dari PAN Mulfachri Harahap menganggap Golkar sebagai fraksi yang tidak bertanggung jawab apabila keluar dari Pansus.

Menurutnya, partai berlambang beringin tersebut harusnya dapat menuntaskan kerjanya di Pansus, yang ditandai dengan keluarnya rekomendasi. Mulfachri kemudian menyindir keinginan Airlangga dan Golkar. Ia menilai sikap itu bertolak belakang dengan nafsu partai itu ketika membentuknya.

"Jadi kalau keluar tidak bertanggung jawab, apalagi dulu teman-teman Golkar yang paling getol, tiba-tiba sekarang mau keluar. Tidak bisa begitu," kata Mulfachri.

Pansus Hak Angket KPK dibuat dalam konteks penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap kasus KTP-elektronik yang melibatkan sejumlah anggota DPR baik sebagai saksi atau tersangka. Kader Golkar memang jadi inisiator. Selain Bambang Soesatyo yang ketika itu di partai menjabat Ketua Komisi Hukum, ada pula nama Agung Gunandjar, Adies Kadier, dan John Kenedy Azis.

Pernyataan bahwa Pansus tidak bermaksud memperlemah KPK tidak bisa mengubur jejak konflik antara keduanya.

Pansus, misalnya, pernah menyebut safehouse KPK adalah "rumah sekap". Ketika itu, Wakil Ketua Pansus Taufiqulhadi, mengatakan bahwa institusi penegak hukum seperti KPK tidak boleh punya safehouse karena itu adalah kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Pansus juga sempat mengancam melaporkan pimpinan KPK, Agus Rahardjo, ke ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri karena ia mempertimbangkan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) terhadap Pansus karena dinilai menghambat proses penyidikan KPK dalam menangani kasus-kasus besar.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, pada 9 Juni 2017, mengatakan bahwa Pansus tidak lebih dari upaya DPR untuk melawan pengusutan kasus korupsi. Menurut Lucius, apabila DPR memiliki visi yang sama dengan masyarakat, lembaga tersebut pasti akan mendukung KPK dalam menuntaskan kasus korupsi dalam proyek KTP-elektronik.

"Pansus Angket KPK ini tak hanya melawan proses yang sedang ditempuh KPK semata, tetapi juga melawan sikap mayoritas warga negara yang menginginkan adanya titik terang soal tangan-tangan penikmat uang haram KTP-elektronik," kata Lucius, di Jakarta.

Baca juga artikel terkait PANSUS ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino & Maulida Sri Handayani